28

271 53 3
                                    

Begitu darah jaemin menetes ke buku diary, bukannya ada bercak darah di buku, justru ada bercak kegelapan. Dan saat tetesan darah ke dua jatuh ke buku itu, tiga lilin telah padam dengan sendirinya.

Miihi takut dan bingung, tetapi dengan segera ia menyalakan lilinnya lagi.

Dan saat tetesan darah ketiga menetes ke buku diary,







































Drrrtt!! Drrtt!!











semua ponsel mereka bergetar dengan notifikasi dari aplikasi yang sama.

Ayo kita main lagi.. xixixi

Jaemin tetap memegangi tangannya yang terasa ngilu diatas buku diary.

"Jaemin, berhenti." Kata Renjun, dan Jaemin dengan cepat menjauhkan lengannya dari buku diary itu. "Aplikasinya pengen kita ngerusak bukunya sehingga kita gak bisa nyingkirin dia, mangkannya ada bercak item item disitu."

Semua orang mengerti.

"Mungkin Jaemin bukan orang yang tepat." lanjut Renjun dan semua orang menatapnya. "Maksud gue, darahnya cuma bisa ngerusak buku itu. Jadi mungkin orang lain yang harus mencoba."

Seketika semua orang melihat miihi.

"Apa?" Tanya miihi.

"lo kan sahabatnya somi." Kata Mark.

Dan miihi melihat Jaemin memutar matanya dengan malas dari sudut matanya.

"Itu bukan berarti gue orang yang tepat juga kali..." Ucap miihi. "Dia bahkan gak peduli sama gue."

Tepat saat kata terakhir keluar dari mulut miihi, buku diary tiba tiba terbuka dengan sendirinya. Menampilkan halaman dengan acak.

"Eh woy, liat deh!" Haechan menunjuk ke buku itu.

Haechan memajukan dirinya agar bisa melihat isi diary yang terbuka itu, "Mungkin terkadang gue bukan sahabat terbaik di dunia baginya, tapi dia selalu ada buat gue kapan pun dan dimana pun. Gue menghargainya dan gue seneng dia ada di sini buat gue walaupun gue tau pasti bahwa gue gak selalu ada untuknya."

Dan miihi memutuskan untuk ikut membaca sisa halamannya.

"Gue ngerasa bersalah sama dia. Gue sering ngatur ngatur dia, dan pas gue lagi marah sama orang lain malahan dia yang jadi pelampiasannya. Jahat bangetkan gue? Haha. Tapi miihi gak pernah ngejauhin gue walaupun sifat gue ke dia itu buruk. Mungkin dia yang bego atau mungkin dia orang yang terlalu baik buat berhenti berteman sama gue?. Bagaimanapun itu, dia selalu ada di sisi gue di saat gue perlu bicara atau di saat gue lagi badmood, dia tetep mencoba ngehibur gue. Gue ngerasa sangat sangat bersalah sama dia karna dia mau bersahabat sama gue yang licik. Tapi dia salah satu sahabat terbaik yang pernah gue miliki."

Miihi membulatkan matanya. Oke, selama ini pikirannya kepada somi salah.

"O-oke, gue bakalan coba." Ucap miihi. "Tapi gue gak yakin bakalan berhasil apa ngga."

Jeno mengambil pisau yang tadinya ada di depan Jaemin dan menggesernya ke arah miihi. Di pisau itu masih ada darah dari anak laki-laki itu.

Miihi mengambil pisaunya, dengan cepat ia menyeka darah yang masih menempel di pisau itu dengan celana jeansnya.

Miihi tidak tahu bagaimana Jaemin bisa melakukannya dengan begitu cepat dan mudah, miihi memposisikan pisau di sisi atas pergelangan tangannya dan ragu-ragu untuk melakukan gerakan menyayat. Nanti kalo dia mati begimana:(

"G-gue gak bisa," kata miihi sambil melihat orang pertama yang ia pikirkan, haechan. "G-gue takut." Miihi berkata lirih.

"lakuin aja dengan cepet, jangan terlalu di teken nanti malahan nembus ke nadi lo." ucap haechan memberitahu.

Miihi meneguk salivanya pelan, ia sedikit menurunkan posisi pisau dari nadinya lalu menyayat kulitnya dengan gerakan vertikal dengan cepat.

Darah mulai mengucur dari tangannya. Lukanya terasa dingin dan menyengat. Rasanya seperti tergores dengan kertas tapi lebih sakit dari itu. Tetapi ia tahu bahwa memotong pergelangan tangannya akan lebih menyakitkan.

Miihi dengan cepat mengarahkan tangannya ke atas buku diary itu, membiarkan darahnya menetes mengenai buku.

Saat darah miihi bersentuhan dengan buku yang masih terbuka, tiba tiba buku itu menutup dengan sendirinya. Saat setetes darahnya yang ke dua, ia menyaksikan kegelapan yang ada di atasnya mulai menghilang.

Dan saat tetesan ketiga terjadi, semua ponsel mereka yang ada disitu mulai bergetar lagi. tetapi kali ini ponsel mereka mengeluarkan suara seseorang lelaki yang memekakkan telinga.


Berhenti!!

Berhenti!!

Buat miihi berhenti melakukan hal yang bodoh itu!!

Berhenti atau kalian semua akan dihukum!!




"Jangan dengerin aplikasinya," ucap Renjun, dan miihi mengangguk.

"miihi," panggil jeno.

Miihi menoleh, "a-apa?"

"Oper pisaunya ke gue." Pinta jeno.

Miihi bingung, j-jeno mau ngapain?

tapi ia tetap menggeser pisaunya ke arah jeno.

Tanpa ragu-ragu, Jeno mengambil pisaunya, mengarahkannya ke perutnya sendiri. Lalu menusuk perutnya sendiri berkali kali seakan akan ia dirasuki. Lah, malahan bundir:(

skip.

setelah mengambil pisau yang dioper oleh miihi, Jeno melangkah ke tempat dimana ponsel Somi berada dengan pisau ditangannya dan menusukkan pisaunya ke ponsel itu berkali kali.

Saat pisau itu mulai tertancap di ponsel, cairan berwarna merah pekat mulai mengalir keluar dari ponselnya. Itu seperti... darah.







Berhenti!

BERHENTI KALIAN ATAU JENO DAN MIIHI AKAN DIHUKUM!!

BERHENTI ATAU JISUNG JUGA AKAN
DIHUKUM!!.





Miihi mundur dari buku itu, sekarang ia sudah selesai menjalankan tugasnya.. walaupun tangannya masih terasa sakit menyengat saat ia duduk sehingga ia bisa menonton saat Jeno terus menerus menusuk nusuk ponselnya somi dan darah mengalir deras keluar, mengabaikan pesan yang terus masuk dari aplikasi.

BERHENTI ATAU KALIAN SEMUA AKAN MATI!!!

Jeno tetap melanjutkan, tidak peduli dengan ancaman aplikasinya.

tiba tiba pisau yang menusuk ponsel itu mengubah arah berlawanan dan bergerak sendiri seakan akan ia akan menghunuskan pisaunya ke dada jeno. Untungnya aja jeno dengan cepat menghindar.

Tanpa diduga pisau itu mengarah ke arah miihi, jeno yang melihat itu bangkit dari duduknya dan langsung menghadang tubuh miihi kepelukannya ketika pisau itu bergerak menuju miihi.

















crash!

"AAAAAKH-!"


































"j-jeno!"

T.O.D | ɴᴄᴛ ᴅʀᴇᴀᴍ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang