27. Tinta Bertuah

768 250 38
                                    

Saban hari dalam dentang denting notasi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saban hari dalam dentang denting notasi. Pula tiada suratan warta dari cintaku yang satu ini. Rucita aram temaram seakan menjadi saksi aku dengannya mengusung janji. 

“Ayu, janji sama aku, kamu harus bahagia selalu...”

Maaf Bayu, aku tidak bisa menepati janjiku kepadamu. Kebahagiaanku sedang direbut paksa oleh marcapada yang satu itu. 

Masih berada di ranah Kediri, belum mau beranjak dari sini. Aroma sanitasi di ruang Arjuna menjadi persinggahanku saat ini. Menemani lelaki yang aku cintai walau sudah berhari-hari.

Beberapa hari yang lalu aku berucap pada Kak Tama untuk mengundur kepulanganku ke Jakarta. Memohon belas kasih pada Oma dan juga Mama tentunya. Perihal itu Oma jelas tidak setuju mendengar penuturanku, sebab kata Beliau... Bayu tidak ada sangkut pautnya dengan kepulanganku. Namun aku terus berusaha meyakinkannya, berucap pada sang Kakak agar mau membantu adik kecilnya. 

Genggaman pada jari jemari yang kasar sebab kerja kerasnya selama ini, kuusap perlahan dengan sapuan lembut. Jua menatap aksanya yang masih saja mengatup.

“Bayu, ayo bangun... Apa kamu tidak lelah tidur terus menerus?”

“Aku lagi bawain bolu kukus kesukaanmu, nih... ayo kita makan bolu coklatnya sama-sama...” aku berucap serak.

Kicauan senandika entah hingga kapan terus berlanjut. Berbincang dengan raga yang masih belum menjawab semua perihal rasa takut. Aku mau kebahagiaan kita yang satu ini... jangan sampai terebut. 

Helaan napas gusar kuembuskan, kelopak matanya masih setia terkatup tiada mau terbuka. Selang penyangga kehidupan bahkan terpasang kuat pada penghidunya. Bayu, mau sampai kapan kamu tertidur lelap?

Mungkin Mayapada tidak benar-benar berkawan denganku. Aku ingin satu kali kebahagiaan menumpas segala keburukan seperti yang aku mau. 

Jika ditanya apa hal yang kuinginkan dari relung hati, maka aku akan menjawab... Bayu terbangun dari masa komanya saat ini.

Iya, dia mengalami koma setelah insiden kalabendu itu. Jemalanya pun terbentur keras pada kaca mobil hingga bocor. Juga daksa jangkungnya terpental jauh menggelinding di jalan raya hingga tersungkur. 

Bayu nian lokatara dengan kebaikannya menolong seorang balita di bahu adimarga. Aku harap Tuhan juga mendengarkan segala rusuh resah batin hamba-Nya.

Aku menutup daun pintu setinggi dua meter itu dengan perlahan, menjejalkan tungkai tuk menapak pada ubin lantai bersama sarayu yang mengecup kulitku. Embusan dari sang Bayu meniup-niup suraiku ke sana ke mari. Aroma dari pepohonan dan taman rumah sakit di pagi hari jua memberikan afeksi.

Lorong lantai dua menjadi persinggahanku saat ini, tak lupa dengan pemuda kasat rasa yang masih saja bermimpi. Bayu, tidakkah mau engkau membuka aksa walau hanya satu denting di pagi hari? Estetika wajah kota terlampau elok bila dilewatkan sanubari.

Dari hari-hari yang lalu aku telah memutuskan untuk menjaga Bayu di rumah sakit. Menemani ia yang belum kunjung bangkit. Selang penyangga pada penghidunya pun masih terlilit. Ditemani bahana dari monitor yang mampu membuat dada terhipit-himpit. 

“Bayu... sampai kapan kamu akan tertidur lelap? Aku sudah merindukan tawa manismu itu...” ucapku sambil menatap lurus ke bawah. Hastaku tertaut pada sekat pembatas yang dingin menyinggah. 

Helaan napas berat lagi-lagi entah yang ke berapa kali aku embuskan. Sudah amat lelah dengan petuah-petuah dari para tetua. Berkata bila... dia tidak pantas bersanding dengan Ayudisa. Apatah denganku yang terus ingin bersama Bayu Renjana. Perasaan memang tidak bisa dipaksakan, ya, nusantara?



“Teruntukmu, lelaki manis pantang sumarah, Bayu Renjana dan segala buncah rusuhnya...”

Penaku kini menari-nari di atas selembar jeluang. Merakit sebuah stanza dari aksara yang melayang-layang. Menorehkan mangsi bak tuah yang sudah terlampau usang. Menciptakan bait-bait klausa untuk sang Cinta dengan aksa terang benderang.





Bila ditoreh derai cakap sembilu,
Kan ku isi tiap baitnya dengan candu.
Di kala petang tengah beradu pacu,
Bersama risau kalbu yang tlah menggebu.

Kulukis sapuan kapuranta rancu,
Gurat ungu tak lupa tersaput dulu.
Membekas pada bumi raya yang padu,
Bak lembayung senja aku dan kamu.

Bayu Renjana serta tutur katanya,
Membuat daksa betah di sampingnya.
Elok manis dari ranum yang ada,
Mengguncangnya seisi bumantara.

Teruntuk kekasih hati...
Sampai kapan kau kan terlelap saban hari?
Puanmu ini merindukanmu seorang diri.
Dengan atma ringkih yang memintamu tuk kembali.

Bayu... 
Aku sungguh merindukan dirimu...
Gadismu yang satu ini merindu sampai pilu.
Bayu...
Cepatlah kembali ke pelukanku,
Sayangku...

—A

Kediri





Kediri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


a/n
aku mau tanya dong...
kalian kok bisa nemuin
cerita Kediri itu gimana?
apa ada rekomendasi dari
teman atau nemuin sendiri?

[✔] i. Kediri | JakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang