ii. Jeluang untuk Tuan Putri

1.1K 240 25
                                    

semakin nggak mau
pisah sama cerita ini
gimana dong? sayang
banget soalnya :(

“Dek, sudah siap semuanya?” sang Pratama bertanya padaku yang tak ada gairah semangat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Dek, sudah siap semuanya?” sang Pratama bertanya padaku yang tak ada gairah semangat. Bibirku seperti kaku tak bisa bergerak walau sesaat. Hanya pasrah mengangguk-anggukkan jemalaku singkat.


Aku tunggangi kereta besi berwarna hitam ini, menatap nanar pada sebidang datar kaca di Kota Kediri. Gerimis juga membasahi bumi pertiwi laiknya rundung hati sang Taruni. Seolah menggambarkan perasaan yang sempat terpatri.



 Seolah menggambarkan perasaan yang sempat terpatri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




“Sudah pasti... Bayu di surga akan bahagia. Iya, ‘kan?” Pada heningnya suasana, aku bersuara tanpa ditujukan untuk siapa. Merapal kata hingga menguar pada langit-langit mobil kak Tama. 

“Ah, Bayu pasti bahagia... dia tidak akan merasakan penderitaan lagi di sana...” ucapku dari pigura. Bahkan ketiga raga manusia tiada yang bisa menjawabnya. Bersenandika sendiri, seperti mengolah lagi apa yang dikatakan oleh Tuan Putri.

Terduduk di kursi penumpang, Kak Tama masih diam saja. Menatap lurus pada jalan raya yang masih basah. Sempat kutatap dia sebentar, ekor jelaganya jua melirikku nanar. Ia pasti tahu aku sedang mengapa...

Oma di kursi tengah bersama anak pertamanya juga begitu. Tidak merakit rangkaian abjad seru. Pula kedua netra mereka sama-sama memandang ke arah luar jendela. Seolah tidak peduli dengan cucu dan anak gadis satu-satunya.

Masih menatap buliran rahmat yang mengalir pada kaca. “Bayu... aku boleh ikut kamu ke surga, nggak? Aku ingin terus di samping kamu. Aku—”

“Dek...” kakakku menukas tukas. Ia menatapku tajam, terbesit rasa kesal pada adik kecilnya.

“Kalau kamu ikut Bayu, dia nggak akan senang. Dia juga ingin kamu bahagia, bukannya terus meratapinya. Apa kamu nggak mau bikin dia bahagia dengan mendoakan yang terbaik untuknya?”

Prakatanya melintas begitu saja. Hingga teringat ucapan satu anak adam pada gemerlap lampu kota.


“Bayu... apa kamu pernah takut kehilangan seseorang yang sangat dicintai?”

[✔] i. Kediri | JakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang