"Ih, Bayu jangan jauh-jauh atuh!"
Dia terus berkilah menghindari. Langkah besarnya terayun-ayun dari sang Taruni. Takah-takahnya Bayu tak ingin dipotret walau sekali.
"Aku nggak mau difoto!" ia terus mengelaknya. Merajut sanggah lari dari gadisnya. Dia tampak menggemaskan walau terkadang pernah membuat kesal Ayudisa.
Aku tetap menodongkan ponselku ke rupa wajahnya. Hendak memotret lelaki tampan tanpa duaja. Kenapa sih dia tidak mau kufoto walau sekali saja? Dia, 'kan sudah tampan paripurna, tak ada yang bisa menandingi sang Aditama.
Diriku terus mengejarnya di antara pepohonan yang rindang. Berusaha menggapai ujung kausnya tuk kuhentikan barang sejenak. Adimarga yang tak terlalu luas ini menjadi saksi antara aku dan Bayu. Melempar cinta kasih tiada peduli pacu kepada asmaraloka yang t'lah menggebu.
Berada di gunung Klotok-yang mana-aku dengannya tiba pada pagi hari saat Mentari bangkit dari peraduan. Kami sudah di sana untuk merasakan suasana sunrise di Kota Adipura. Embusan angin melayang yang merasuk raga, serta bulir-bulir embun dingin mendekap atma dan secarik cakap dengan sang Pujangga.
Hari itu memanglah yang terindah, bahkan rasanya aku seperti wanodya yang paling beruntung bisa bersanding dengan Bayu.
Akhirnya ia berhasil kutangkap. Dari radius bermeter-meter jauhnya, Bayu sekarang tak bisa menghindar. Terlihat pasrah seakan berkata, Ya sudah aku kalah...
"Ayo sekali saja, Bayu! Aku benar-benar tidak punya fotomu walau itu satu..." ujarku keluar dari pigura. Ranumku sedikit menggempal sebab ia sangat anti dengan kamera. Padahal foto ini, 'kan bisa untuk kenang-kenangan...
Lalu kupotret ia dengan tawa sumringah. Sebelumnya ekspresinya sangatlah kaku. Tapi aku berkali-kali mengatakan untuk rileks saja di depan lensa kamera.
Gambar satu, dia terlihat malu. Gambar dua dan tiga, lumayan membuatku dewana. Dan yang ke empat... benar-benar indah. Senyum manisnya mampu menggetarkan intuisi hati yang berbunga-bunga...
"Aku akan selalu ada di sampingmu..."
Bayu bohong. Kamu pembohong besar, Bayu...
Perlahan genggaman hastaku mengerat seiring bulir tirta mengucur deras. Melihat ia yang sudah tidak lagi bernapas. Aku sungguh tidak pernah menduga Bayu akan meninggalkanku secepat ini. Dia tidak menepati janjinya untuk selalu berada di sampingku...
"Bayu ayo bangun! Kalau nggak bangun aku nggak mau temenan sama kamu lagi!" suaraku menggelodar. Berteriak seperti orang gila sekarang. "Ayo Bayu, bangun! Kita makan bolu coklatya sama-sama..." akhir kata memelan bersamaan luruh derai pada kedua pipiku.
"Ayo bangun, Bayu! Aku nggak mau jalan-jalan lagi ke Car Free Day kalau kamu nggak mau bangun!" aku terus memaksa ia untuk bangkit dari tidur lelapnya. Mengguncang tubuhnya yang sudah pucat pasi. Suhu daksanya juga telah berubah dingin laiknya ubin.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] i. Kediri | Jake
Fiksi Penggemar[TELAH TERBIT] ❝ kala semesta menciptakan kamu, sungguh teramat candu bagiku. gemintang pada manik indahmu, meruntuhkan jagat dan seisi kalbu. kudengar, kamu sedang bersemu, sebab katanya, aku hanya milikmu ❞ ✧ ft. 제이크 ENHYPEN...