02. Sandikala

4.4K 1K 85
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Bayu, rumah Bayu ada di mana?”

   

Melanjutkan perjalanan kembali usai berdiam diri. Kedua pedal sepeda kukayuh lagi. Menikmati embusan angin melayang, dengan sepucuk rasa yang tenang.

   

“Saya jauh dari pusat kota,” jawabku padanya.

   

“Emangnya ada di mana?” tanyanya kembali di boncengan belakang.

   

Sembari mencari-cari penginapan yang ia maksud, aku menjawab pertanyaannya, “Di Kabupaten Kediri, Kecamatan Ngasem situ.”

   
“Jauh apa, nggak?”

   
“Nggak terlalu, kok.”

   

Konversasi terjeda begitu saja. Tak ada pertanyaan-pertanyaan lagi yang dilontarkan. Sedangkan aku mulai membelokkan arah untuk mencapai tujuan.

   

“Terima kasih, Bayu.”

   

Gurat senyum terpatri di bibirku. “Terima kasih kembali.”

   

Kerutan di dahi semakin terlipat, wajahnya yang menggemaskan itu, semakin menjadi pula kala bingung dengan ungkapanku. “Terima kasih kenapa, Bayu?”

   

Berdiri di depan pagar, aku mengusak kecil surai lembutnya. Kuusap hingga terayun-ayun, sebab angin mulai mengalun. “Sudah menemani saya walau mungkin hanya hari ini saja. Tapi saya sudah sangat senang.” Akhir kata lagi-lagi tersenyum lebar.

   


Netranya menghindariku. Ia terlihat sedikit malu-malu. Padahal aku tidak sedang merayu. 

   

“Mungkin, saya bisa menemanimu lagi lain hari?” ucapnya tiba-tiba dan pernah terduga.

   

“Benarkah?” aku terkejut. Kukira ia akan menghindariku, sebab diri ini sangat berharap ia terus ada di sampingku.

Namun nyatanya tidak. Ia justru berucap sesuatu yang bisa membuatku tak mampu bergerak.

   

Kepalanya terangguk-angguk. Nona manis yang bergelar Putri itu tampil dengan kesan yang sederhana. Dengan kemeja berwarna peach dan rok coklat motif di bawah lutut pun membuatku terpesona. “Besok mungkin? Saya besok nggak ada acara. Lengang.”

   

Aku berpikir dengan kernyitan yang semakin nyata. Ia mengajakku berdampingan seperti tadi?

Hm... aku sangat menunggu ia mengungkapkan itu.

   

“Kalau besok ke Car Free Day jalan Dhoho mau nggak?” kuajak dia ke sana.

Posisi masih sama, berhadapan pada sandikala yang melintang di angkasa.

   

Kurva bibirnya melebar. Ia terangguk antusias mendengar penuturanku, hingga surai hitam yang menjuntai, menampilkan gelombang-gelombang indah. “Ih! Boleh-boleh! Aku mau bangett!”

   

Ah... ia mengganti sebutannya menjadi ‘aku’. Menggemaskan sekali.

Aku lupa tidak membawa karung untuknya, agar ia bisa kuajak melanglang buana.

   

“Ya sudah, sekarang kamu istirahat dulu, besok aku jemput pagi-pagi.”

   

Lantaran terbawa suasana, aku sampai tidak sadar menyebut dirinya, ‘kamu’.

Entah mengapa, aku sangat menyukai ketika kami secara tidak sadar menyebut dengan kata yang tidak terlalu formal dan kaku.

Jika diizinkan oleh sang Ayu, bolehkah aku memanggilnya lagi dengan sebutan ‘kamu’?

   

Konversasi telah usai, aku lekas berpamitan pada Ayudisa yang tampak Ayu.

Pas sekali, sudah Ayu, namanya Ayudisa pula. Sengaja aku memanggilnya demikian, sebab ia sangat jelita dipandang mata.

   

Tangan kanannya melambai-lambai padaku. “Hati-hati pulangnya ya, Bayu... keselamatan itu penting!” 

   

“Iya, saya pamit dulu... Assalamualaikum!” usai dirinya menjawab salam, diriku yang hanya memakai kemeja coklat kotak-kotak dengan kaus putih yang melekat terlebih dulu, meniti jalan menuju tempat di mana aku tinggal.

Kini pelataran antariksa sudah aram-temaram, karena hampir malam. 

   

Tapi tak apa, sore itu... rasa hatiku semakin tergugu karena Ayu.





 rasa hatiku semakin tergugu karena Ayu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

a/n

kalian pasti paham
bagaimana mengapresiasi
seorang penulis—!♡

[✔] i. Kediri | JakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang