22. Sanak Beruntai Riak

676 262 37
                                    

mari kita mencoba
untuk mengatur
napas kita dulu..

tarik napas dalam
dalam, lalu embus
-kan perlahan...

“Bayu, jika aku bilang tidak usah pergi, kamu mau menuruti?”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Bayu, jika aku bilang tidak usah pergi, kamu mau menuruti?”

Helaan napas terdengar, ia lekas merakit kata dengan gusar, “Ayu, mau sampai kapan kamu terus begini? Keluargamu hendak bertemu kamu nanti. Apa kamu tidak merindukan mereka yang sedang bertandang ke mari?”

Bukan begitu maksudku, Bayu... Mungkin Mama, dan Kak Tama akan kebal, namun Oma saja yang suka menyangkal. Aku takut jika... Oma akan bicara yang tidak-tidak tentang dirimu, kasih...

“Dengarkan aku, Ayu. Keluargamu datang jauh-jauh ke sini hanya untukmu, sayang... Apa tidak kasihan, mereka mencari-cari hingga ke pelosok bumi? Jika semua sanak keluarga mencarimu, tandanya... mereka sayang kepadamu.”

Bumi pertiwi, apa ini waktu yang tepat untukku benar-benar meninggalkan ranah Kediri? Apa ini waktu yang tepat? Sebab selama ini ragaku seperti diikat seuntai tambang yang kuat, hingga terikat hebat sampai tercekat erat.

“Sepuluh menit lagi aku datang, kamu siap-siap, ya. Nanti kuantar ke sana.”

Selain suka menyanggah, Bayu tidak bisa dibantah, walau aku terus berkilah, konstelasi aksara tetap akan membuncah.





























   

Pada redumnya mayapada, serta linting lengan pada pinggang sang Cinta, kehidupanku laiknya diterpa papakerma. Gurat lukis pada bibir pun tak ada daya, kehilangan semangatnya, mungkin hampir mati kurasa.

   

Sang Bumiputra dengan pakaian formalnya, tengah mengantar si Wanodya. Ucapnya pernah sekali saat itu, bilang semuanya akan baik-baik saja padaku. 

   

Memangnya betulan, ya? Jika aku nanti baik-baik saja tanpa dirinya? Entahlah, aku tak mengerti ujar kata dari sang Aditama.

   

“Bayu, kita pulang saja, ya?” aksara lekas terucap sepenuhnya, benar-benar mengatakan yang sebenarnya. “Aku takut...”

   

Menapak pada butala, anak adam ini tengah menatap aksa. Dari netranya pun terlihat lelah dengan semua tutur gadisnya. “Apa yang kamu takutkan?”

   

Takut jika Omaku mengatakan yang tidak-tidak kepadamu... 

   

Aku pernah bilang, Bayu... firasat itu selalu benar. Dan kini, firasatku sedang berkata buruk.

   

[✔] i. Kediri | JakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang