12. Alun-Alun Kota Kediri

1.1K 360 9
                                    

Kalian suka ngga,
aku sering update?

Anw, aku tau kalian banyak yang sider
Jadi tolong banget... apresiasi karyaku🤗

Daun-daun yang meluruh jatuh, lantaran tertiup oleh sang Bayu, mendesir perlahan menerpa suraiku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Daun-daun yang meluruh jatuh, lantaran tertiup oleh sang Bayu, mendesir perlahan menerpa suraiku.

Pada dahina yang menyapa dengan terangnya. Sang Surya masih berada tepat di atas kepala. Sedang pelataran bumantara nampak cerah, sebab Mentari sudah lebih baik dari sebelumnya.

Kursi marmer milik rumah sakit menjadi tempatku bersinggah. Dentang-denting notasi dua belas lebih seperempat, menelisik sepi lorong-lorong bagian barat. Pun tak ada yang berlalu lalang, sebab belum waktunya bertandang.

Sudah lebih dari tiga hari, aku belum berkonversasi lagi. Sedang apa, ya, ia disana? Apa kabar dengannya?

Benda persegi panjang kuambil dari saku baju, menyegerakan jemari tuk mengetuk pada kalbu milik Bayu. Ah, tidak... aku hanya bercanda.






Nona Ayu, milik Bayu

Ayu|
Aku ingin bertemu|

|Iya boleh
|Ingin bertemu dimana?

Di penjual |
nasi pecel tumpang biasanya?
Pukul enam petang|
selepas maghrib


|Iya bisa
|Aku akan ke sana

Terima kasih|

   

























Indurasmi Sabtu Pahing, menyapaku dengan sering. Candra rembulan menampak pada jumantara pusat kota, laiknya lentera yang terlihat nyata. Menyinari di gelapnya malam, tak mau dibuat padam oleh suram yang selalu muram. 

   

Padatnya pengendara di sepanjang adimarga, gemintang yang tersebar di antariksa, harsa kembali merasuk dalam raga.

Notasi enam kurang sepuluh, aku telah sampai pada jarak tempuh. Bertandang kemari dengan perasaan semarak, sebab dirundung oleh perasaan lesak.

   
“Hai, Bayu! Menunggu lama?” 

   
Gestur pada hasta kanan melambai damai, sebab menatap irisnya bak permadani yang menyamai. “Aku baru saja datang,” jawabku kepadanya. Tak lupa menampilkan lengkung sabit tersemat serta merta.

   

Ia terduduk di sampingku, menatap sekitarnya dengan perasaan semu. Aku tak tahu apa pikirmu, Ayu.

   

“Ini...” kuberikan sepincuk Nasi Pecel Tumpang pada sang Puan yang sudah kupesan. 

[✔] i. Kediri | JakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang