01. Nabastala

9.1K 1.2K 215
                                    

Hai, ini aku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hai, ini aku...

Pemuda biasa, dengan apa adanya. 

   

Menapak pada butala sudah menginjak notasi delapan belas. Pula dengan titik kehidupan sebesar telapak tangan, berdetak seirama. Dengan kayuhan roda dua yang mulai punah, mengikuti arah dan tujuan hidup. 

Pernah aku berjalan dengan sepeda tua milikku, menyusuri pelataran sore di Kota Kediri. Adimarga pun tampak sedikit ramai, dengan rasa damai.

Rasa yang sudah menjadi candu akan itu, bertambah pula dengan adanya sesuatu. Kutepikan sepeda yang sudah menemani perjalanan hidupku, dan mulai melangkahkan tungkai besarku.

“Permisi, butuh bantuan?”

   

Nona manis yang sedang sesat arah, menjawab dengan gelisah, “Ah, itu...”

   

Aku tau apa isi pikirannya. 

Kusimpulkan kurva lengkung melebar dengan melawan gravitasi. “Tenang... saya tidak akan berbuat macam-macam. Saya hanya menawarkan bantuan,” ucapku menenangkan ia.

Sempat kulihat di bawah pepohonan yang rindang, hati kecilnya tampak kurang senang. 

   

“Saya tersesat...”

   

“Anda dari luar kota?” kutanya ia, sebab di daerah sini, termasuk jajaran pusat kota.

   

Mengangguk lucu, aku hampir tersipu, dengan gurat senyummu itu. “Saya dari Ibukota.”

   

Di bahu adimarga kami sempat berbincang ringan. Konversasi itu sangatlah singkat, hingga rona biru dan jingga tampak adiwarna. Dengan lajak nona manis yang sesat arah, kubantu untuk mencari penginapan.

   

Sebabnya aku belum tau, ia tak mau memberitahu.

   

Aku tak pernah menyangka akan melewati hari seperti ini. Di mana aku akan menjadi pemimpin, dan seorang nona manis yang menjadi pendamping. Sedikit tertawa akan isi kepala, lajak tergugah oleh suara.

   

“Kalau boleh tau, nama kakaknya siapa?”

   

“Saya nggak punya kakak...” ucapku jenaka. 

“Maksud saya, anda ini namanya siapa? Haduh.. masa nggak peka,” ia berujar kesal, sempat-sempatnya nona ini mencubit pinggangku.

Ah... aku jadi menghalu jika ia menjadi kekasihku.

Aku tertawa lagi melihat tingkahnya.

   

Turun dari sepeda berwarna coklat usang itu, kuberikan segelas penyegar dahaga untuk si Ayu.

   

“Terima kasih.”

   

“Nama kakak siapa?” kini kutanya ia.

   

Terduduk berdua di taman Kediri Memorial usai membeli dua gelas air, ia tidak menjawab pertanyaanku. Sibuk dengan ramainya lalu lalang yang membelah adimarga. Manik hitamnya terpantul sinar-sinar kendaraan di hadapan kami. 

   

“Saya Ayudisa Putri. Panggil Ayu atau Disa, nggak apa-apa.”

   

Manik kami bersitemu, pualam hitam miliknya seakan menjadi palung bagiku. Dan lengkungan sabit yang serta merta, pun membuat garis wajahnya semakin menarik, hingga aku tak mampu menelisik secara spesifik.

   

Uluran tangan yang mengudara, kusambut apa adanya. Kurva sabit di bibirku, kutampakkan itu. “Salam kenal Ayu, saya Bayu Renjana.”

   

Usai menggapai, ia terkejut. “Wah, nama kita sekilas sama ya! Ayu dan Bayu...” 

   

Mengangguk setuju akan ucapan si Ayu seraya tertawa kecil mendengar pekikannya. “Benar, akan lebih mirip lagi, jika isi hati kita punya rasa yang sama.”

   

Terkedip-kedip kecil layaknya bintang gemintang, ia lajak terdiam mendengarkan penuturan spontan dari diriku.

   

Menyadari atmosfer di sekitar berubah, aku langsung mengubahnya kembali seperti semula. “Saya hanya bercanda...”

   

Berdua di bawah sinar sang Baskara yang mulai meredum, diriku hanya maklum. Kami baru saja bertemu, tapi entah mengapa isi hati tak menentu.

 Kami baru saja bertemu, tapi entah mengapa isi hati tak menentu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

a/n
Halo, adakah yang baca ulang Kediri?

[✔] i. Kediri | JakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang