17. Rupa Kota Pada Sang Daksa

867 294 32
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Dan di sini lah kami, berdua pada redumnya jumantara pusat kota. Aram temaram pada bumi yang sudah menggelap malam. Beserta konversasi yang belum lekas terjadi, di antara kami. Masih bersemayam, dengan kurva lengkung yang terasa masam. 

Ah, Kediri... bolehkah aku terus di sini? Sebab ranah kelahiran sudah tak sama lagi, aku tak ingin kembali...

Pemuda adiwarna yang gemar tersenyum, merangkai aksara dari bibir ranum plum, “Sudah berkenan untuk cerita?”

Mengembuskan nafas yang lagi-lagi menguar sarat, kepalaku tertunduk berat. Netraku tertutup erat, tak lagi menatap sepasang sepatu yang terikat jerat. 

Bayu, andai kamu tahu sepelik apa anca kehidupanku yang teramat serat...

Katanya, hidup itu penuh misteri dalam sebuah teka-teki. Sedang setiap orang pun memiliki intensitas yang berbeda-beda. Lalu apa gunanya aku kembali, jika intuisi lara masih membekap atma ini?

Dekapan hangat yang selalu kunanti, hadir dalam gelap yang menyepi. Aroma arum wangi lekas menenangkan diri bagai afeksi. Bahu selebar angkasa yang pernah aku damba, menjadi tempatku bersandar pada awalnya. Jemari besarnya yang lembut, mengusap suraiku amat teratur.

Kalau sudah begini, Bayu benar-benar bisa membuatku tertidur... 

“Eh, Ayu jangan tidur dulu...” untaian kata lagi-lagi terlontar. Ia menatapku dengan nayanikanya yang tertampak samar. “Kalau kamu mengantuk, pulang saja tidak apa, nanti aku antar. Besok-besok saja jika kamu belum ingin bercerita.”

Tidak Bayu... aku harus memberitahumu cepat atau lambat. Sebab pada akhirnya ... aku yang akan meninggalkan ranah Adipura ini.

Menegakkan daksa, posisiku lekas berubah arah. Sedikit menyamping, dengan gurat sungging yang menyingsing. Walau ia tahu itu hanya tedeng aling-aling.



“Bayu... apa kabarmu?” 



Ayudisa, apa itu benar-benar terlontar dari relung hatimu yang teramat dalam? 

[✔] i. Kediri | JakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang