Zen membuka matanya perlahan, tampak padanya cahaya redup yang entah dari mana asalnya. Zen memegang kepalanya, terasa pusing.
"Penyihir itu!" Zen menggeram kesal.
"Seharusnya aku tidak meninggalkan Edmund sendiri." Zen menundukkan kepalanya.
"Aku harus bagaimana?"
"Semua ini salah buku ini." Zen mengeluarkan buku kecil bersampul hitam itu dari sakunya. "Kenapa kau membawa kami ke sini sih?" Tanya Zen kesal pada buku itu.
"Aku memang bodoh berbicara pada buku." Sontak Zen melempar buku itu.
"Aku heran, dari mana aku mendapatkan buku itu." Zen menatap lamat-lamat buku itu. "Aku memang suka membaca, tapi buku itu kosong tak ada tulisan ataupun gambar. Kenapa aku punya buku seperti itu? Mana sering aku bawa kemana-mana lagi." Zen mendengus kesal. "Kenapa nama Azalea selalu terngiang-ngiang di kepalaku? Kenapa aku ketakutan ketika mendengar nama itu?"
"Kenapa aku jadi banyak omong? Kenapa aku jadi banyak bertanya?" Zen kesal dengan dirinya sendiri.
"AAA TOLONG SESEORANG JELASKAN PADAKU!"
Seketika Zen merasa ada yang bergerak disampingnya.
"Buku itu..."
Buku kecil bersampul hitam itu seketika berubah menjadi besar ukurannya seperti ukuran pada saat Zen pertama kali menginjakkan kakinya di Narnia.
"Jangan bilang buku ini adalah sumber jawabanku."
Tangan Zen meraih buku itu. Zen pun langsung membuka buku itu halaman demi halaman.
"Tidak ada apa-apa disini. Hanya lembar kosong." Zen menatap kesal pada buku itu. Tapi sebentar, buku itu perlahan memunculkan sebuah tulisan dan disusul dengan tulisan yang lain. Rasa senang muncul pada diri Zen, namun itu hanya sebentar.
"Tulisan apa ini?"
Zen berusaha membaca tulisan itu namun nihil. Perlahan air mata Zen jatuh. Suara isakan menggema di ruangan Zen berada.
"Ayolah, aku benar-benar kesulitan saat ini. Aku butuh bantuan." Lirih Zen.
Beberapa menit berlalu. Zen menghentikan tangisnya.
"Tak ada gunanya menangis, Zen. Kau harus berusaha mencari jalan keluarnya sendiri." Ucap Zen pada dirinya sendiri.
Saat Zen hendak menutup bukunya, matanya terkunci pada setiap tulisan tulisan yang ada pada buku itu.
"Aku bisa membaca?" Zen mendekatkan bukunya pada wajahnya. "WAW AKU BISA MEMBACA!" Pekik Zen.
Zen mulai membaca tulisan demi tulisan, halaman demi halaman.
"Ini cerita tentang ramalan 2 anak adam dan 2 anak hawa yang menyelamatkan Narnia dari penyihir putih." Zen membuka halaman demi halaman. "Aku butuh cerita tentang ramalan tentang anak hawa yang menyelamatkan Narnia dari kepunahan."
Tangan Zen seketika berhenti di halaman yang kosong.
"Kosong lagi?"
Tidak. Halaman itu perlahan memunculkan tulisan.
Mahkluk keji akan datang
Dunia akan punah, namun..
Seorang anak hawa akan mengorbankan dirinya demi menyelamatkan dunia
Mengorbankan diri?
Meja pengorbanan akan menjadi saksi ketulusannya
Sang Penguasa memilihnya sendiri
Dia yang bersama dengan Raja dan Ratu terdahulu
Akan datang
Zen terdiam. Mencoba mencerna setiap kata demi kata.
Meja pengorbanan? Sang Penguasa? Raja dan Ratu terdahulu?
Wait.
Bukankah Edmund dan Lucy adalah Raja dan Ratu terdahulu? Dan ini...
Dia yang bersama dengan Raja dan Ratu terdahulu
Aku kah?
***
Suasana mencekam terasa kuat di tempat ini. Awan hitam tetap setia berada di langit. Pohon-pohon kering nampak menunduk lemas. Tapi tidak dengan Buckland yang tertawa dengan penug kemenangan.
"Pss... Lucy." Panggil Edmund pada Lucy yang tak jauh darinya. Lucy menoleh. "Sampai kapan orang gila itu akan berhenti tertawa? Tawanya sungguh tidak enak di dengar."
Lucy tersenyum kecil. "Memangnya tawamu sangat enak didengar?"
"Mungkin menurutmu tidak, tapi Zen menyukainya."
Lucy tertawa kecil. Namun saat itu juga dirinya di tarik paksa oleh Frank, kurcaci jahat itu, dengan sihir hitam. Disusul dengan Edmund.
"Berikan aku darah mereka."
Frank mengeluarkan belati dari saku kecilnya dan mengiris telapak tangan Lucy dan Edmund. Mereka berdua menjerit kesakitan. Darah segar mengalir dari telapak tangan mereka berdua. Frank pun menarik paksa tangan mereka berdua dengan sihir hitam pada Buckland.
Buckland mengarahkan tangannya pada tangan mereka berdua yang berdarah. Setetes demi setetes darah melayang di udara dan terjatuh di tanah yang tak lain adalah tempat dimana tubuh Hydra terbaring.
Tak lama setelah darah itu terjatuh ditanah, petir dengan kuat muncul dilangit, langit yang tadinya gelap menjadi semakin gelap, tanah yang mereka injak bergetar kuat, suara tawa Buckland kembali terdengar. Lucy merasa panik, Edmund hanya diam melihat sesosok makhluk besar muncul dari tanah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zen In Narnia
FantasyZen adalah sosok gadis yang tidak pernah malu mengutarakan perasaannya pada Edmund yang selalu acuh tak acuh dan bersikap dingin padanya. Waktu terus berjalan hingga mereka yakni Edmund, Lucy, dan juga Zen muncul di Narnia berkat sebuah buku milik Z...