Iseng

1.3K 190 8
                                    

Lucy dengan segera berlari meninggalkan Caspian menuju ke kandang kuda. Dengan lincahnya Lucy menaiki kuda yang hendak di ajak jalan oleh salah satu pengurus kuda.

"Sorry, aku ada urusan penting."

Lucy pun dengan segera pergi bersama dengan kudanya.

Disaat yang sama di sisi lain,

Zen sedari tadi kalang kabut dengan kondisi Edmund, sedangkan Edmund hanya diam menahan tawa melihat kelakuan Zen.

"Edmund, kau jangan ke mana-mana. Aku ingin mengambil kain dan air hangat dari dapur kastil." Zen memerintah Edmund seperti memerintah anak kecil yang sedang dihukum. Edmund ber hmm pelan dan Zen dengan cepat pergi keluar kamar mengambil barang yang diperlukan.

Jarak antara kamar dan dapur kastil lumayan jauh, butuh sekitar 10 atau 15 menit. Hal itu membuat Edmund merasa bosan. Dan terlintas ide untuk mengusili Zen. Ya, Edmund ingin mengusili Zen.

Edmund diam-diam keluar dari kamar menuju ke dapur mini dari kamar Caspian. Ya, Caspian memiliki dapur sendiri untuk bereksperimen. Caspian tak ingin terus merepotkan orang lain dalam hal makanan, terlebih lagi jika berada dalam kapal selama berbulan-bulan. Walaupun dia adalah seorang Raja.

Edmund mengambil sebuah mangkok kecil berisikan cairan merah dan sebuah pisau kecil. Dengan segera Edmund kembali ke kamar dan menata semua rencananya dengan baik.

20 menit berlalu, Zen kembali ke kamar dengan sebuah benda berbentuk seperti mangkok namun dalam porsi yang besar yang berisikan air hangat dan kain bersih. Zen membuka pintu dengan perlahan dan alangkah terkejutnya Zen ketika melihat Edmund terbaring sekarat dengan cairan merah di kepala dan perut. Terlihat sebuah pisau dengan tertempel cairan merah. Tangan Zen reflek melepaskan wadah yang berisikan air hangat tadi. Kakinya langsung berlari ke arah Edmund. Mata Zen tak kuasa menampung air mata, air matanya dengan cepat mengalir di pipinya ketika Edmund tidak merespon panggilan nya sama sekali.

Edmund yang sebenarnya hanya berakting menahan tawa karena berhasil mengelabui Zen. Edmund tak tahu Zen sedang menangis, pasalnya Zen menangis tanpa suara.

"Ed.. Bangun, Ed.." Lirih Zen dengan terisak-isak.

Edmund terdiam mendengar suara isakan Zen.

"Bangun, Ed.. Ku mohon.." Zen menggocangkan tubuh Edmund dengan pelan. "Bangunlah, aku janji tak akan mengganggumu lagi..." Zen menggenggam tangan Edmund yang sedari tadi menahan luka palsu di perutnya. "Bangun, Ed.. hiks, ku mohon.. maaf.. seharusnya aku tidak meninggalkanmu... bangun Ed, please.." Zen menyandarkan kepalanya di tangannya yang menggenggam tangan Edmund. Edmund seketika merasa sangat bersalah, aku terlalu berlebihan pikir Edmund.

"Maaf.."

Zen mendongakkan kepalanya dan melihat Edmund yang kini menatapnya dengan penuh rasa bersalah. Senyum terpancar di wajah Zen.

"Ed!!!" Zen reflek mencium kening Edmund dan hal itu membuat Edmund membeku. "Aku harus memanggil Caspian dan Lucy." Zen beranjak bangun namun tertahan karena Edmund.

"Aku tak apa, Zen." Edmund beranjak duduk. Zen panik. "ED! JANGAN BERGERAK! KAU MASIH LEMAS!"

Edmund menatap Zen yang panik itu. Edmund memperhatikan detaik wajah gadis itu. Matanya merah karena menangis. Tak ada akting pada Zen.

"Maaf..." Edmund segera berdiri. Zen menatap Edmund dengan keheranan. "Kau tak apa, Ed?" Edmund menggeleng. Wajah Zen seketika muram, menahan kesal karena dipermainkan. Edmund menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Zenn..."

"Bersihkan dirimu." Ucap Zen tanpa menatap Edmund sama sekali. Hal itu membuat Edmund merasa janggal. "Biarkan mereka disana, aku akan membersihkan mereka nanti." (mereka = cairan merah)

Zen dengan segera berjalan dengan langkah cepat meninggalkan Edmund. Edmund sempat menahan lengan Zen namun dia melepaskannya karena tatapan Zen yang kosong saat menatapnya.

Kini tinggallah Edmund di kamar sendiri. Awal rencana isengnya yang hanya ingin mengerjai Zen kini menjadi sebuah bencana.

Zen In NarniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang