Zen berbaring dengan posisi meringkuk. Tangan Zen masih setia memegang perutnya. Rasa sakit yang menyerang Zen membuat Zen enggan untuk bergerak. Mata Zen terpejam, berharap rasa sakit ini cepat menghilang.
Lucy menatap Zen dengan prihatin. Lucy mengerti betul rasa sakit yang sedang di alami Zen. Edmund duduk tak jauh dari tempat di mana Zen berbaring, merasa sangat bersalah, namun rasa itu tertepiskan dengan rasa yang tak tenang dan khawatir melihat Zen yang sekarang sangat merasa kesakitan. Sedangkan Caspian telah undur diri karena adanya pertemuan penting.
"Aku minta maaf."
"Minta maaflah pada Zen, Edmund." Lucy menjawab Edmund tanpa mengalihkan perhatiannya pada Zen. Hening menyelimuti mereka selama beberapa menit. "Aku ingin keluar sebentar." Lucy berdiri dan berjalan sambil menatap Edmund dengan kesal. Edmund menatap Lucy sekilas dan membuang muka.
Kini hanya ada Edmund dan Zen. Edmund berdiri dan melangkah mendekati tempat duduk yang di duduki Lucy sebelumnya. Edmund menatap Zen yang meringkuk menahan rasa sakit. Edmund heran dan juga khawatir. "Sesakit itukah perutmu saat terkena batu?" Tidak ada respon dari Zen. Edmund menghela nafas dan membelai kepala Zen dengan pelan. "Maaf."
Hening kembali muncul. Edmund sedari tadi terus menatap Zen yang tak kunjung-kunjung mengubah posisi meringkuknya. Tangan Edmund tak lepas dari kepala Zen, jarinya aktif memainkan rambut Zen, sesekali Edmund membelai kepala Zen. Sebenarnya, Zen sudah tidak merasa sakit lagi, malahan merasa nyaman karena belaian Edmund. Zen sengaja tidak mengubah posisinya, Zen ingin merasakan sedikit lebih lama dengan perlakuan hangat Edmund.
"Aku tahu kau sudah tidak merasa sakit lagi, Zen."
Zen terkejut dan dengan pelan menampakkan wajahnya yang kini tersenyum kecil. Edmund menggeleng kepalanya dengan pelan dan menjitak kening Zen.
"Itu sakit!" Zen memegang keningnya dan beranjak duduk.
"Hukumanmu."
"Apa salahku?" Zen menatap Edmund yang ternyata juga menatapnya. Zen sedikit salah tingkah.
"Banyak."
"Kalau begitu maaf."
"Seharusnya aku yang minta maaf." Edmund merubah posisi duduknya sedikit lebih nyaman dan menatap sekilas perut Zen. "Lagipula, kau hanya di lempar batu, kenapa rasanya kau sangat kesakitan?"
Zen tertawa kecil. "Perutku tidak sakit, Ed. Tapi--" Zen menunjuk area perut bawah pusar. "Aku sedang kedatangan tamu."
Edmund mengerjapkan matanya dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Maaf, aku tidak tahu." Ucap Edmund yang sedikit mencuri lirik pada Zen yang tersenyum.
"Kenapa kau tersenyum?"
"Apa kau percaya, Ed? Perlakuanmu hari ini membuatku semakin menyukaimu."
Edmund sedikit menampakkan senyum di bibirnya, namun dengan cepat Edmund menyembunyikan senyum itu. "Kau gila." Zen hanya tertawa. Zen tak peduli apapun kalimat yang dilontarkan Edmund ketika dia mengungkapkan perasaannya. Karena entah darimana Zen mendapatkan keyakinan bahwa Edmund juga mempunyai rasa yang sama dengannya.
***
"Aku tak akan membiarkan hal itu terjadi!"
Frank menundukkan kepalanya, tak berani menatap tuannya yang sedang berada di ambang emosi.
"Sudah cukup lama aku menantikan hari dimana dia akan bangkit." Seorang lelaki dengan sorot mata yang tajam dan aura kegelapan yang kuat menggeram kesal. "Aku tak akan membiarkan seorangpun menggagalkan hal itu!"
***
Malam telah tiba. Caspian, Lucy, Edmund, dan Zen sedang menikmati makan malam mereka.
"Kau sudah tak apa?" Caspian menatap Zen tanpa menghentikan aktivitas makannya.
Zen menggeleng dan tersenyum. "Ini semua karena Edmund. Jika tidak, mungkin sekarang aku masih meringuk kesakitan di kamar."
"Oh ya?" Caspian terkekeh dan menatap Edmund yang cuek, tidak peduli dengan sekitarnya. Padahal kenyataannya, Edmund menahan senyumnya sedari tadi. Sungguh, Edmund aktor yang hebat.
"Aku sarankan jangan berbicara padanya, kau hanya akan merasa seperti berbicara kepada patung." Lucy menatap kesal sekilas pada Edmund. Edmund menatap kembali Lucy dengan bingung. "Apa salahku?"
"Diam atau aku akan membangkitkan penyihir putih untuk menyihirmu menjadi patung!"
Edmund menjadi kikuk dan merinding. Pasalnya, Lucy membawa Edmund kembali ke masa lalu. Sungguh, Edmund benci masa itu. Masa dimana dia mengkhianati saudaranya hanya karena makanan Turki? Yang benar saja kau Edmund.
"Tenanglah, Lucy. Tidak kah kau ingin menghabiskan makan malammu? Ayolah, tersenyumlah. Mana senyum manismu itu?" Zen menatap Lucy dengan tersenyum. Senyum yang sangat manis. Lucy menatap balik, tatapan mata Zen seakan menghipnotis Lucy. Bibir Lucy perlahan menyunggingkan senyum. "Nah, begini kan cantik."
Caspian juga ikut tersenyun melihat kelakuan Lucy dan Zen. Sedangkan Edmund sibuk dengan makan malamnya, menahan senyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zen In Narnia
FantasyZen adalah sosok gadis yang tidak pernah malu mengutarakan perasaannya pada Edmund yang selalu acuh tak acuh dan bersikap dingin padanya. Waktu terus berjalan hingga mereka yakni Edmund, Lucy, dan juga Zen muncul di Narnia berkat sebuah buku milik Z...