Butir-butir salju turun perlahan membuat langit di Inggris sangat indah. Tak peduli dengan rasa dingin yang tercipta olehnya, kebahagiaan tak pernah luntur di hari ini.
"Sebentar lagi malam natal."
Gadis itu duduk di teras, mengamati setiap salju yang turun dari langit. Setiap tahun, malam natal dia lalui dengan kesendirian yang selalu setia bersamanya. Terkadang gadis itu berpikir, kapan natal akan membuatnya tersenyum lebar tanpa beban seperti orang lain? Kado natal yang berisikan barang baru yang dia inginkan tidak pernah dia dapatkan selama dia berada di tempat ini. Memang ada kado natal, tapi benda yang berada di dalamnya hanya barang-barang bekas sumbangan orang yang dengan rela hati memberikannya pada panti ini. Gadis itu tersenyum pedih.
"Seharusnya aku harus bersyukur." Guman gadis itu.
Gadis itu beranjak dari tempat duduknya dan pergi berdiri di bawah salju yang turun dari langit. Gadis itu menutup matanya, membiarkan salju turun mendarat di wajahnya. Angin dingin sesekali datang membuat kulit yang tidak dilapisi kain itu menggigil.
"Kak Zen!"
Merasa terpanggil, gadis itu menoleh dan tersenyum tulus.
"Ya? Ada apa, Lily?"
Lily mendaratkan bokongnya di lantai teras, tempat Zen duduk sebelumnya.
"Apa kakak tidak kedinginan? Kakak tidak memakai pakaian hangat."
Zen berjalan ke arah Lily dan tersenyum. "Aku kedinginan sebenarnya. Tapi..." Zen merentangkan tangannya. "Mungkin dengan pelukan aku bisa sedikit merasa hangat."
Lily tersenyum, membuat mata menyisakan garis, dan memeluk Zen.
"Kak Zen." Lily menatap mata hitam milik Zen. "Apa harapan kakak untuk natal ini?"
Zen ber hmn pelan, tampak berpikir sejenak.
"Aku ingin..." Zen membalas tatapan Lily. "Aku ingin secepat mungkin ada keluarga yang baik hati, ramah, penyayang datang mengadopsimu. Aku ingin kau bahagia di natal selanjutnya, bersama keluarga barumu." Zen tersenyum. Lily juga tersenyum.
"Kau juga keluargaku, kak. Aku sangat menyayangimu."
Zen kini tertawa kecil. "Aku juga, Lily."
***
Zen saat ini sedang membantu Bibi Hilda, pengurus panti asuhan, menyiapkan makan malam.
"Zen." Panggil Bibi Hilda.
"Iya, bi?"
"Apa kau ingin menghabiskan malam natalmu di sini?"
Zen terdiam. Zen ingin sekali menjawab dia ingin sesekali keluar dimalam natal, bersama teman-teman. Hanya saja, Zen tidak memiliki teman sama sekali. Latar belakangnya sebagai anak yatim piatu membuatnya sangat sulit menjalin hubungan sosial.
"Ya, Bibi Hilda." Jawab Zen dengan senyumnya yang khas.
"Apa kau tidak ingin keluar? Jalan-jalan misalnya?"
Zen tampak berpikir sambil membersihkan perabotan bekas memasak.
"Kalau kau ingin keluar, tak apa. Bibi juga ingin menitipkan barang belanjaan untukmu."
Zen menoleh pada Bibi Hilda. "Baiklah, Bi."
Bibi Hilda tersenyum. Lesung pipi di pipi kanannya terlihat dengan jelas. "Kalau begitu, sehabis ini Bibi titipkan belanjaannya, ya?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Zen In Narnia
FantasíaZen adalah sosok gadis yang tidak pernah malu mengutarakan perasaannya pada Edmund yang selalu acuh tak acuh dan bersikap dingin padanya. Waktu terus berjalan hingga mereka yakni Edmund, Lucy, dan juga Zen muncul di Narnia berkat sebuah buku milik Z...