Sesosok naga berkepala tiga muncul dari tanah. Naga itu menggoar membuat tanah yang dipijak kembali bergetar. Ketiga kepalanya yang berada dalam satu tubuh menggeliat ke sana ke mari.
Wajah Lucy pucat. Edmund meneguk ludahnya dengan kasar.
"Akhirnya! Selamat datang, Hydra! Kesayanganku!"
Buckland berjalan mendekati Hydra, naga kepala tiga itu. Selangkah lebih dekat lagi, Hydra tiba-tiba mengamuk dan menyemburkan nafas api.
"Hei, tenang.. tenang.." Buckland mencoba menenangkan Hydra. Bukannya tenang, Hydra malah semakin mengamuk. Buckland pun dengan segera memundurkan langkahnya, menjauh dari Hydra yang mengamuk tak terkontrol.
"Ada apa dengan Hydraku?!" Buckland menatap tajam pada Frank yang kini menunduk ketakutan.
"Dia itu mayat hidup! Dia tidak akan mendengarkan siapa-siapa!" Edmund berteriak, melawan suara goar Hydra yang keras.
Buckland hanya tertawa mendengar jawaban yang diberikan Edmund.
"Mayat hidup? HAHAHA SUNGGUH LUCU."
Edmund memutar bola matanya malas. Sedangkan Lucy menggeleng kepalanya pelan. Sudah dikasih tahu malah ngeyel batin Lucy.
Buckland kembali lagi mendekati Hydra setelah Hydra sedikit lebih tenang.
"Percayalah, naga itu akan menendangnya." Ucap Edmund yang membuat Lucy dan Frank menatapnya. Edmund membalas menatap mereka secara bergiliran dengan dahi yang mengeryit. "What?"
Tepat seperti yang dikatakan Edmund, Buckland di tendang oleh Hydra. Buckland pun mendarat dengan menabrak salah satu pohon kering yang ada di sana. Buckland meringis kesakitan dan marah. Dia pun bangkit berdiri dan kembali lagi mendekati Hydra.
"HYDRA! KUPERINGATKAN KAU! AKULAH YANG MEMBANGKITKAN MU! AKULAH TUANMU!"
Hydra tidak menghiraukan Buckland. Hydra mengepakkan sayapnya dan terbang pergi menjauh.
***
"Ayolah, terbukalahhh kumohonnn."
Tangan Zen lincah memainkan jepit rambut pada gembok yang menahan pintu tahanan. Sudah sejam berlalu, Zen tak berkutik sama sekali dengan jepit rambutnya. Dia terus berusaha untuk bisa keluar dari tahanan beraura gelap ini.
KRAK
Zen menatap jepit rambutnya tidak percaya.
"Kenapa kau patah di saat genting begini?"
Zen membuang jepit rambutnya yang patah itu ke sembarang arah. Dia pun menghempaskan bokongnya dengan kasar di lantai. Helaan nafas yang terdengar pasrah membuat Zen tidak berdaya.
"Aku tak berguna sekali." Zen menatap langit-langit yang diselimuti asap hitam.
"Lagipun kenapa sih aku tidak membawa busurku?" Zen menyilangkan tangannya, kesal dengan dirinya sendiri.
Flashback on
Sarapan selesai. Mereka berempat pun dengan segera berjalan menuju ke kandang kuda. Namun sebelum benar-benar sampai di tempat tujuan, Zen menghentikan langkah mereka.
"Kita tidak membawa senjata?"
Mendengar pertanyaan Zen, Caspian mengeluarkan pedang dari saku pedangnya. "Kami bawa." Caspian menatap Edmund. Edmund menepuk-nepuk saku pedangnya.
"Kalau begitu aku ingin membawa busurku juga." Zen berbalik arah, hendak mengambil busurnya. Sayangnya langkah terhentikan oleh Edmund.
"Aku akan melindungimu." Ucap Edmund yang kemudian disambut oleh suara batuk Lucy dan kekehan Caspian.
Zen yang tersenyum salah tingkah itu pun mengangguk mengerti dan tidak membawa busurnya sama sekali.
Flashback off
Zen mengacak rambutnya frustasi. Kepalanya penuh dengan ancaman bahaya yang menyerang Narnia. Dia tak ingin Narnia punah. Narnia tempat yang sangat indah, tempat yang layak di kagumi, penuh dengan orang-orang hebat. Zen tak bisa membayangkan jika Narnia benar-benar punah, Narnia benar-benar akan menjadi dongeng semata.
Zen menundukkan kepalanya, pasrah dengan keadaan. Hatinya sangat ingin keluar dan menyelamatkan Narnia, hanya saja keadaannya tak memungkinkan dirinya melakukan hal itu.
Disaat Zen berdebat dengan isi kepalanya, sebuah cahaya kecil muncul di depan Zen. Cahaya itu kian lama kian membesar dan membuat Zen mendongakkan kepalanya, terkejut dengan cahaya yang didepannya itu.
Cahaya itu perlahan bergerak, seperti menuntun arah. Zen pun mengikuti cahaya itu. Dan yang benar saja, cahaya itu menuntunnya pada sebuah jalan rahasia.
"Apa ini jalan keluar?" Zen menatap jalan rahasia itu.
Sebagai jawaban, cahaya itu kembali bergerak masuk ke jalan rahasia itu dan Zen mengikutinya.
Dan ya, itu jalan keluarnya.
Zen pun memekik kegirangan karena bisa keluar. Namun pekikannya berubah menjadi kejut dan takut.
Sebuah makhuk membawanya terbang tinggi di langit. Zen menutup matanya, tak berani melihat ke bawah. Tangannya berkeringat dingin, kakinya gemetar.
Tak lama terbang di langit, Zen pun di daratkan oleh makhluk terbang itu dengan pelan. Zen terduduk, kakinya masih gemetar, matanya juga masih terpejam.
Setelah merasa cukup baikkan, Zen pun membuka matanya perlahan. Sedikit buram awalnya namun sekarang bisa terlihat dengan jelas.
"Aku dimana?" Tanya Zen bermonolog.
Matanya melihat sekitar hingga tatapannya terkunci pada makhluk besar berkepala tiga. Zen memundurkan jaraknya.
"Na- nagaa." Zen menunjuk naga itu dengan gemetar.
Naga itu hanya diam, dengan tiga kepalanya yang bergerak-gerak tak tentu arah. Zen menelan ludahnya, tak habis pikir dengan nasibnya.
Cahaya yang menuntun Zen keluar dari tahanan Buckland pun muncul di depan Zen, hal itu membuat perhatian Zen teralih. Cahaya itu bergerak menuju pada tempat dimana ada dua tiang di kiri kanannya, didepannya ada sebuah batu besar, batu itu retak, dengan ukiran tulisan di tepinya.
Cahaya itu tiba-tiba berubah menjadi sesosok singa. Zen mengerjapkan matanya berulang kali.
"Aslan?" Zen sontak mengucapkan nama tersebut. Entah darimana Zen bisa memikirkan nama itu saat melihat singa yang berada di depannya ini. Zen pun berdiri dan memberi hormat.
Aslan tersenyum. "Narnia akan sangat berterimakasih padamu, anakku."
Zen terdiam.
"Tidak hanya Narnia. Tapi naga ini juga."
Zen dengan pelan menoleh ke arah naga yang dimaksud Aslan.
"Dia sudah tenang beratus-ratus tahun lamanya, bebas dari perintah. Sekarang dia bangun, dan kembali di perintah."
Naga itu pun hanya menggoar sebagai jawaban setuju.
Zen pun menatap Aslan lamat-lamat.
"Apa yang harus aku lakukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Zen In Narnia
FantezieZen adalah sosok gadis yang tidak pernah malu mengutarakan perasaannya pada Edmund yang selalu acuh tak acuh dan bersikap dingin padanya. Waktu terus berjalan hingga mereka yakni Edmund, Lucy, dan juga Zen muncul di Narnia berkat sebuah buku milik Z...