Waktu berjalan begitu cepat. Tak terasa tahun akan segera berganti, hanya dalam hitungan jam.
Gadis dengan rambut yang dikuncir duduk di ruang bermain, mengamati adik-adiknya yang tengah bermain di sana.
Salah satu dari mereka mendatangi gadis itu, menarik lengannya, mengajaknya ikut bermain.
"Ayo, kak Zen. Ikut kami bermain."
Zen menggeleng. "Tidak, Lily. Aku tidak mau."
Lily cemberut dan menghentakkan kakinya.
"Ayolah, kak Zenn~" Rengeknya.
Zen tetap tegas menggeleng kepalanya, membuat Lily pergi kembali bermain dengan raut wajah cemberut.
"Lily..." Bibi Hilda, pengurus panti, muncul di depan pintu ruang bermain.
Bibi Hilda tidak sendiri. Tampak di sana ada seorang wanita dan lelaki yang tersenyum hangat menyambut Lily.
Lily menatap kedua orang yang di depannya dengan bingung. Bibi Hilda menunduk dan menjelaskan semuanya pada Lily. Senyum lebar merekah dengan sempurna di wajahnya. Tanpa pikir panjang Lily menoleh pada Zen yang tersenyum kecil dan berlari memeluk dirinya.
"Kak Zen! Aku akan di adopsi!"
"Haha, iya, Lily. Aku tau." Ucap Zen memeluk erat.
"Apa kau mau ikut bersamaku, kak Zen?" Tanya Lily yang telah melepas pelukannya.
"Aku tidak bisa ikut bersama mu, Lily."
Tampak raut kekecewaan di wajah Lily. "Ken-napa?" Mata Lily mulai berkaca-kaca.
"Keluarga itu hanya mengadopsimu, Lily. Bukan kita berdua. Lagipula, aku tidak perlu di adospi sih, aku sudah cukup besar---"
"HUWAAA!" Tangis meledak di depan Zen. "Kak Zen jahat! Jahat! HUWAA!"
Zen hanya tersenyum melihat Lily yang menangis di depannya. Tangannya mengusap air mata yang mengalir di pipi Lily.
"Maafkan aku ya, Lily."
***
Butir salju masih setia turun hinggap di jalanan Inggris yang ramai dengan orang-orang. Banyak sekali anak-anak yang terlihat bermain petasan di sana. Tak jarang juga orang-orang berlalu lalang dari toko-toko membeli persiapan tahun baru.
Zen berjalan dengan langkah pelan menikmati sekelilingnya. Sesekali dia tersenyum hingga tak sadar menabrak orang di depannya.
Senyum lebar Zen muncul seketika.
Kini mereka berada di kursi panjang yang di dekat pohon natal di jantung kota. Zen tak henti-hentinya tersenyum menatap orang di sebelahnya ini.
"Aku kira aku tak akan bertemu denganmu lagi."
"Kau ingin begitu?" Tanyanya.
"Tidak. Aku hanya ingin dirimu, Ed." Zen memangku wajahnya dan menatap Edmund yang kini salah tingkah.
"Gadis aneh." Ucapnya melihat ke atas, mengalihkan tatapannya.
Zen terkekeh dan kembali menegakkan posisinya. "Apa aku boleh bercerita padamu?"
Edmund sekilas menoleh padanya. "Sure."
"Lily.. aku turut bahagia dia di adopsi. Akhirnya keinginannya terwujud setelah sekian lama dia mengharapkannya." Zen menunduk. "Entah mengapa aku merasa hampa. Apa ini karena Lily akan pergi meninggalkan ku? Hah, aku sungguh menyesal tidak menerima tawaran bermainnya tadi. Padahal itu adalah kesempatan terakhirku bermain bersama dengannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Zen In Narnia
FantasíaZen adalah sosok gadis yang tidak pernah malu mengutarakan perasaannya pada Edmund yang selalu acuh tak acuh dan bersikap dingin padanya. Waktu terus berjalan hingga mereka yakni Edmund, Lucy, dan juga Zen muncul di Narnia berkat sebuah buku milik Z...