Menara

1.1K 167 5
                                    

Lucy dan Caspian fokus pada perjalanan mereka mencari Aslan. Sesekali Lucy mempercepat laju kudanya, disusul Caspian. Caspian bingung dengan Lucy yang selalu tiba-tiba mempercepat laju kudanya.

"Caspian, entah mengapa aku merasa seperti ada yang mengikuti kita." Kini Lucy menghentikan kudanya dan menatap sekitar dengan was-was. Caspian ikut mengamati sekitar.

"Maybe itu Edmund dan Zen." Ucap Caspian.

"No, Caspian." Lucy menatap Caspian. "Tidak bisakah kau merasakan itu?"

Caspian diam. Memfokuskan dirinya merasakan sesuatu yang Lucy maksud.  Seketika itu juga, raut wajah Caspian berubah.

"Kita harus pergi dari hutan ini segera." Caspian membawa kudanya berbalik arah. "Kita harus mencari Edmund dan Zen terlebih dahulu."

Lucy mengangguk dan menyusul Caspian. Namun di saat Lucy membawa kudanya berbalik arah, sebuah asap hitam mengelilingi Lucy.

"Lucy!"

Caspian hendak menyusul Lucy, namun sayangnya Lucy menghilang bersama asap hitam tersebut.

***

"Ed, tempat ini menyeramkan sekali. Kita sudah jauh sekali berjalan, tidak ada yang menarik di sini."

Edmund mengangguk pelan. Zen benar, tidak ada yang menarik di sini.

"Jadi? Kita berbalik arah?"

"Tidak."

Zen cemberut. Kesal dengan Edmund yang tidak mau mendengar permintaannya.

"Kau marah, Zen?"

"Gatau."

Edmund menghela nafas. PMS batin Edmund.

"Tersenyumlah. Aku janji kita akan kembali setelah melewati dua batu besar itu."

Zen ber hmm pelan.

Setibanya di tempat yang Edmund maksud, Zen turun dari kuda, disusul Edmund. Mereka berdua berjalan, mengamati setiap detail tempat itu.

"Ed! Lihat ini!" Zen berteriak memanggil Edmund. Edmund pun bergegas lari menuju Zen. "Ada apa?"

"Lihat ini." Tangan Zen memetik sebuah tanaman.

"Flower." Edmund menatap Zen. "Bagaimana bisa ada bunga yang hidup?"

Zen mengangkat bahunya.

Tiba-tiba, bunga yang berada di tangan Zen melayang disusul bunga lainnya. Bunga-bunga itu berbaris dengan rapi seakan memberi petunjuk jalan.

Edmund dan Zen saling bertatapan. Zen yang sedari tadi merengek ingin kembali, menjadi sangat penasaran dengan tempat itu dan saat itu jugalah mereka berjalan mengikuti bunga itu.

***

"Tuanku." Frank menunduk, memberi hormat.

Suara tawa menggema dimana-mana. Aura kegelapan sangat terasa.

"Bagus, makhluk kerdil."

"Siapa kau!"

"Aku?" Sorot mata yang tajam menatapnya. "Buckland." Dan juga senyum menyeringai di wajahnya.

"Lepaskan aku!"

"Well well gadis kecil. Aku hanya ingin meminta darahmu untuk menyelamatkan makhluk kesayanganku. Dia tidur bagai tak bernyawa. Tidak bisakah kau membantuku menyelamatkan dia?"

Gadis kecil itu menatap tajam dan berusaha lepas dari asal hitam yang mengikatnya.

"Kita akan kedatangan tamu lagi, makhluk kerdil." Buckland berjalan menuju tempat yang biasanya dia duduki.

"Layani mereka dengan baik. Terutama gadis Azalea itu."

***

"Zen!" Edmund berlari kecil menyusul Zen yang berada jauh di depannya. Zen tidak mendengar, dia fokus pada jalannya, perasaannya tak enak.

"Zen." Edmund menarik lengan Zen. Zen sontak terkejut dan menatap Edmund. "Ada apa?"

Edmund menggenggam tangan Zen. Zen menatapnta bingung, dan juga hmm jantungnya berdetak kencang.

"Kau meninggalkan aku jauh di belakang." Edmund menarik Zen kembali berjalan.

"Oh, kau takut?"

"Siapa yang takut? Aku hanya tak ingin jauh darimu."

Zen terkekeh.

Mereka berdua terus berjalan hingga tiba di sebuah menara tinggi. Menara itu tampak tua, aura di sekitarnya tak bersahabat.

"Apa ini menara rapunzel?"

"Rapunzel di Narnia?" Edmund menatap Zen dengan heran.

"Memangnya kenapa? Ini Narnia bukan? Bisa saja dia ada di sini." Zen melangkah dua langkah lebih maju dari Edmund.

"RAPUNZELLLL, TURUNKAN RAMBUTMU!"

Edmund membelalakan matanya dan menggeleng kepalanya pelan. Tak habis pikir mengapa Zen selalu bertingkah random dan juga aneh.

Dan disaat yang bersamaan, sebuah rambut panjang muncul dari puncak menara. Rambut itu panjang sekali hingga menyentuh tanah.

Mata Zen menatap tak percaya dengan apa yang di lihatnya. Sedangkan Edmund was-was.

"Ternyata memang ada Rapunzel di Narnia!" Pekik Zen.

"Kau percaya itu?"

"Memangnya kenapa?" Zen berbalik bertanya.

"Aku punya firasat buruk dengan menara ini."

"Buang jauh-jauh firasat burukmu itu, Ed. Dan ayo kita naik ke menara. Rapunzel butuh pertolongan kita." Zen dengan sigap melompat dan memeluk erat rambut yang panjang itu. "Ayo, Ed."

Edmund menghela nafas. Begini toh yang dirasakan Zen ketika dia merengek ingin kembali namun dirinya bertekad ingin menyelidiki tempat ini.

"Tunggu aku."

Zen In NarniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang