Zen kini berada di balkon kamarnya. Kejadian sebelum makan malam benar-benar membuat Zen merasa bahagia.
"Aku sangat merindukan Edmund sekarang. Hah, padahal baru sebentar berpisah."
"Kau rindu padanya?" Lucy berjalan menuju tempat dimana Zen berdiri. Zen tersenyum malu, pipinya memerah, namun tidak terlalu tampak karena cahaya malam yang redup.
"Kau sungguh hebat karena tetap tahan dengan patung itu." Lucy menatap bintang-bintang yang berkelap-kelip dengan indah di langit malam. Zen tertawa pelan. "Kau lebih hebat karena tahan bersamanya selama ini."
"Dia sangat menyebalkan, kau tahu?"
Zen berhmm pelan.
"Aku sungguh kesal ketika dia melempar batu padamu walau aku tau itu tidak sengaja." Lucy menyilangkan tangannya dan menatap Zen yang hendak membela Edmund. "Jangan membelanya, Zen. Lihatlah dia betapa tidak pekanya dia saat kau meringuk kesakitan karena menstruasi dan juga karena ulahnya. Dan bisa-bisanya dia bertanya 'sesakit itukah perutmu saat dilempar batu?' Dia menyebalkan sungguh. Rasanya ingin sekali aku membenturkan kepalanya di meja batu pengorbanan." Lucy menggeleng kepalanya pelan saat otaknya memutar kembali percakapan Edmund dengan Zen saat dirinya hendak kembali ke kamar. Sungguh saudara yang tidak peka.
"Sudahlah, Lucy." Zen tertawa pelan. "Seperti apapun dia, aku tetap memyukainya."
Lucy menatap Zen yang kini menutup matanya, membiarkan angin malam mengibaskan rambut panjangnya yang terurai dan tak lupa juga senyum manis yang selalu terukir di bibirnya.
"Demi apapun, Ed. Aku ingin dia menjadi kakak iparku." Batin Lucy dengan senyum yang penuh arti.
***
Edmund sedari tadi sibuk mencari posisi tidur yang nyaman. Pikirannya sedari tadi memikirkan seseorang yang selalu dianggapnya pengganggu, pembuat masalah. Edmund menggeleng kepalanya dan beranjak dari kasurnya dan pergi ke arah balkon.
Malam ini, di Narnia, sangat indah. Bintang-bintang bersinar begitu indah di gelapnya langit malam. Angin sepoi-sepoi malam dengan pelan melalui Edmund yang kini hanyut dalam lamunan. Gadis yang baginya sangat menyebalkan terus memanggil namanya dipikirannya. Senyum manis gadis itu terukir dengan jelas diwajahnya. Bahkan kalimat 'aku menyukaimu' dari mulut gadis itu membuat Edmund tanpa sadar menyunggingkan senyum.
"Edmund!!"
Suara teriakan membuat Edmund tersadar akan lamunannya.
"Apa yang aku pikirkan barusan?" Edmund kembali menggelengkan kepalanya. Rasa-rasanya belakangan ini Edmund merasa selalu ingin tersenyum saat melihat tingkah random dari gadis itu. Edmund menghela nafas. "Padahal dia sangat resek." Guman Edmund.
"EDMUND!!!"
Edmund mendongak dan mencari sumber suara. Terlihat di sebelah kiri, dengan jarak dua balkon yang kosong, terdapat gadis ,yang sedari tadi menghantui pikirannya, melambaikan tangan padanya dengan senyum yang selalu merekah di bibirnya. Edmund menatap sekilas gadis itu dan kembali masuk ke dalam kamar. Bibir Edmund seketika menampakkan sebuah senyuman.
"Aku rasa aku telah gila selalu tersenyum sendiri."
***
"Kau sungguh nekad." Lucy bertepuk tangan dengan pelan tanpa suara dengan menggeleng kepalanya. Zen hanya terkekeh. "Aku curiga lain kali kau akan memanjat dan melewati dua balkon itu untuk menemui Edmund."
"Itu ide bagus, Lucy." Zen melihat dua balkon yang memisahkan balkonnya dan Edmund.
"Kau jangan aneh-aneh, Zen. Itu berbahaya." Lucy seketika panik melihat Zen yang bersiap-siap melompat ke arah balkon sebelahnya. Zen lagi-lagi terkekeh. "Sudahlah, Zen. Berhentilah terkekeh. Lebih baik kita tidur, aku mengantuk."
Zen mengangguk pelan dengan senyumnya. Mereka berdua pun pergi menuju ke kasur mereka masing-masing.
"Mimpi indah."
Zen tersenyum menatap Lucy dengan penuh kasih sayang. "Kau juga."
Sedangkan di lain tempat, Edmund terus mencoba menutup mata untuk tidur. Namun terurung karena setiap kali dia menutup mata, Zen selalu terbayang di pikirannya. Hal itu menbuat Edmund merasa kesal.
"Aku benar-benar gila." Batin Edmund mengacak rambutnya frustasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zen In Narnia
FantasyZen adalah sosok gadis yang tidak pernah malu mengutarakan perasaannya pada Edmund yang selalu acuh tak acuh dan bersikap dingin padanya. Waktu terus berjalan hingga mereka yakni Edmund, Lucy, dan juga Zen muncul di Narnia berkat sebuah buku milik Z...