Tak lama setelah kejadian di ruang latihan, Edmund undur diri karena ada panggilan dari Caspian. Jadi, tersisalah Zen dan Lucy di ruangan itu.
Zen melirik risih pada Lucy yang sedari tadi menatapnya, tak lupa dengan senyum jahilnya.
"Jangan tatap aku seperti itu, Lucy."
Lucy tidak menghiraukan Zen yang risih. Dia malah semakin geram menggoda kekasih saudaranya itu.
"Lucy, ku mohon hentikan." Zen berjalan pergi ke luar ruang latihan. Lucy menyusul dengan tertawa kecil.
"Aku tak bisa berhenti. Aku terlalu bahagia!" Ucapnya.
"Aku malah merasa malu." Lirih Zen.
Sontak Lucy berhenti. "Kenapa?"
Zen tidak menjawab pertanyaannya. Namun dengan segera Lucy mengerti.
"Well, akan ku beritahukan pada Edmund untuk melakukannya di tempat sepi."
"Ha?" Zen menatap tidak mengerti pada Lucy yang terkekeh dan berlari meninggalkan Zen.
Satu detik...
Dua detik...
Tiga det---
"LUCY!"
***
Di ruangan Caspian...
Edmund memasang wajah kesal ketika Caspian terus menerus memancing emosinya. Caspian hanya terkekeh.
"Akan ku pastikan dia menjadi partner dansaku." Ucap Caspian.
"No. You can't."
"Of course, I can."
"She is mine, Caspian. Jangan rebut dia dariku."
Caspian tak bisa menahan senyumnya. "Jatuh cinta padanya, hm?"
"Ya."
"Akhirnya kau mengaku."
"Tentu saja. Untuk apa aku menyangkal?"
Saat itu juga suara pintu yang terbuka dengan kasat terdengar. Sontam Edmund dan Caspian menoleh dan mendapati Lucy yang tersenyum menampakkan deret gigi putihnya.
"Sorry..."
"It's okay." Jawab Caspian.
Dan juga terdengar suara langkah kaki yang terburu-buru.
"LUCY!"
Lucy menoleh ke arah sumber suara dan tersenyum menatap Edmund. Edmund menaikkan alisnya, bingung.
Kini Zen berada di belakang Lucy. Tampak Zen sedang mengatur nafasnya yang terengah-engah.
"Kenapa kau berlari?" Tanya Edmund padanya.
"Dia mengejarku." Jawab Lucy. "Ada hal yang perlu ku sampai--- Ummm!"
Zen membungkam mulut Lucy dengan tangannya.
"Kami hanya bermain kejar-kejaran." Jawab Zen tersenyum. Edmund ber oh pelan, tidak curiga.
Lucy meronta, meminta Zen melepaskannya, tapi Zen tidak menghiraukannya. Lucy pun menghela nafasnya dan berhenti melakukan hal yang sia-sia.
***
Malam pesta dansa pun datang.
Zen sedang melihat pantulan dirinya di cermin. Sesekali dia menggerakkan kakinya ke sana ke mari.
"Sepertinya aku mulai terbiasa memakai gaun." Zen menoleh pada Lucy.
"Kau memang cocok memakainya." Lucy menatap Zen dari atas sampai ke bawah. "Aku yakin Edmund pasti tidak berkedip ketika melihatmu."
Tanpa membuang waktu lagi, Zen dan Lucy pergi menuju ke ruang pesta.
Mereka melihat sekeliling, mencari Edmund dan Caspian.
"Here!" Caspian mengangkat satu tangannya, memudahkan Zen dan Lucy pergi ke tempat mereka berada.
Edmund sedari tadi menatap Zen yang duduk di sebelahnya. Lucy yang menyadari hal itu pun berdeham. Zen menoleh pada Lucy.
"Ada apa?" Tanyanya.
"Aa itu..." Lucy memanggil Caspian. "Mau berdansa?"
"Sure." Caspian berdiri dan menunduk, mengulurkan tangannya pada Lucy. Lucy pun menerima uluran tangannya dan pergi berdansa bersamanya.
Kini tinggallah Zen dan Edmund.
"Kau bisa berdansa, Ed?" Tanya Zen tanpa mengalihkan tatapannya dari orang-orang yang berdansa di depannya.
"Sedikit." Jawabnya.
"Benarkah? Aku tak bisa berdansa sama sekali."
"Kalau begitu mau ku ajarkan? Aku memang bukan seorang pro tapi mungkin dengan ini bisa sedikit membantumu."
Zen tersenyum ketika Edmund mengulurkan tangannya padanya.
Pesta dansa berlangsung dengan lancar namun belum selesai. Masih ada acara lain di pesta itu.
Zen yang merasa lelah dan juga malas untuk ikut serta dalam acara tambahan itu pun mengundurkan diri dan pergi ke taman kastil.
Edmund yang melihat Zen pergi pun mengikutinya.
Zen pergi ke taman rahasia yang terletak di labirin. Edmund masih setia mengikutinya dari belakang.
Sesampainya di sana Zen duduk di kursi yang tersedia dan terkejut ketika melihat Edmund ikut duduk di sampingnya.
"Kenapa?" Tanya Edmund.
"Kau mengikutiku?"
"Kenapa? Salah?"
"Emm tidak sih." Ucap Zen tertawa kecil.
"Kau sangat cantik." Edmund menjepit pelan hidung Zen. Zen reflek memukul tangannya pelan.
Saat Zen menurunkan tangannya, Edmund dengan sergap menggenggam tangannya.
"Tanganmu nakal. Jadi harus aku hukum." Jawab Edmund ketika melihat Zen yang menatapnya bingung.
Mendengar perkataan Edmund, Zen menendang kaki Edmund.
"Hei hei..." Edmund menatapnya. "Kau memancingku ya?"
"Untuk apa aku memancingmu? Emang kau ikan?"
Sebuah kecupan mendarat di bibir mungil Zen.
"Ed---"
"Apa? Mau lagi?" Tanya Edmund memotong perkataan Zen.
Zen menjadi salah tingkah. Apalagi mengingat kini hanya ada dia dan Edmund, berdua...
"Zen."
Zen ber hmm pelan.
"Bagaimana jika saat kita kembali ke dunia asli aku malah melupakanmu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Zen In Narnia
FantasyZen adalah sosok gadis yang tidak pernah malu mengutarakan perasaannya pada Edmund yang selalu acuh tak acuh dan bersikap dingin padanya. Waktu terus berjalan hingga mereka yakni Edmund, Lucy, dan juga Zen muncul di Narnia berkat sebuah buku milik Z...