Zen menatap Caspian dengan antusias. "Apa info penting itu?"
"Azalea."
Caspian menoleh menatap Zen.
"Keluarga Azalea adalah satu-satunya keluarga yang memiliki hati yang paling tulus. Ketulusan hati mereka tidak berubah dari generasi ke generasi. Berkat ketulusan mereka, banyak hal-hal yang sebenarnya tidak mungkin menjadi mungkin. Begitu juga dengan ramalan kepunahan Narnia. Banyak yang memperkirakan salah satu anggota keluarga Azalea lah yang menjadi Anak Hawa yang terpilih."
"Benarkah?" Tanya Zen. Entah mengapa Zen merasa ada ketakutan di dalam dirinya.
"Ya. Hanya saja, keluarga Azalea sudah lama tak terdengar kabarnya. Ada yang mengatakan keluarga itu sudah tak ada lagi namun ada juga yang mengatakan keluarga itu masih ada namun menyembunyikan identitas mereka."
"Kenapa?" Lagi-lagi Zen bertanya.
"Kau tau kan tentang ketulusan hati mereka yang bisa membuat hal tidak mungkin menjadi mungkin?"
Zen mengangguk.
"Itu menjadi alasan utama mereka menyembunyikan identitasnya. Mereka tak ingin para manusia yang lain memanfaatkan mereka karena ketulusan hati mereka."
Zen lagi-lagi mengangguk.
"Sejauh ini hanya itu yang aku tau."
"Itu sudah termasuk informasi yang akurat." Zen beranjak berdiri dari tempatnya. "Ini sudah larut, aku akan ke kamarku pergi beristirahat."
Caspian mengangguk dan tersenyum. "Selamat malam."
Zen membalas senyumannya. "Selamat malam dan terimakasih."
***
Edmund merebahkan dirinya dikasur berselimutkan rasa bersalah yang teramat besar.
Bekas cairan merah yang digunakan Edmund sebagai darah masih ada di tempat. Edmund tidak membersihkannya, Edmund yakin bahwa gadis itu akan kembali ke kamarnya, membersihkan kekacauan yang Edmund buat sendiri. Dan terlebih lagi, Edmund ingin melihat gadis itu lagi.
Pintu kamar Edmund perlahan terbuka. Edmund dengan segera bangun dan menatap gadis yang sedari tadi dia tunggu-tunggu.
Tak seperti biasa, gadis itu hanya diam dan membersihkan kekacauan yang ada. Tak ada yang berbicara, tak ada yang ingin memulai percakapan. Hingga gadis itu selesai dengan semua pekerjaannya, Edmund memberanikan diri membuka suara.
"Zen."
Zen tak merespon. Bukannya Zen benci dengan Edmund. Zen hanya kecewa. Kau tau bukan kecewa lebih berbahaya daripada benci? Zen berusaha menampung air matanya yang lagi-lagi ingin membasahi pipinya.
"Zen, aku minta maaf." Ucap Edmund yang entah sejak kapan telah berdiri di belakang Zen.
Zen tidak mempedulikan Edmund. Zen melangkah maju dengan pelan, membiarkan Edmund terdiam di tempat dengan rasa bersalah yang teramat sangat.
***
Ditempat lain...
Lucy dengan teliti mengamati sekitarnya. Hutan yang gelap membuat siapa saja takut untuk memasukinya seorang diri. Namun berbeda dengan Lucy. Berkat sedikit pencahayaan dari obor yang dia bawa, dia bisa melaksanakan pencariannya dengan berani di hutan gelap seorang diri. Tak heran dia bisa beri gelar Queen Lucy The Valiant.
Lucy menggigil. Angin malam yang dingin membuat setiap nafas yang dikeluarkannya membentuk embun.
"Padahal ini bukan musim dingin." Guman Lucy sambil menggosokkan salah satu lengannya.
Krak
Lucy mendongak ke arah sumber suara.
"Siapa disana?" Teriak Lucy.
Tidak ada jawaban. Lucy mengangkat bahunya. Mungkin hanya hewan liar yang berkeliaran pikirnya.
Lucy kembali memfokuskan pandangannya. Dalam hati sangat berharap sang penguasa Narnia muncul di hadapannya.
"Kami membutuhkanmu, Aslan." Lirih Lucy menatap sekeliling.
Tatapan Lucy seketika terkunci ketika melihat sesuatu, seperti bayangan hitam yang bergerak di depannya.
"Siapa disana?" Teriak Lucy.
Tidak ada jawaban. Yang ada, bayangan itu menjadi sedikit lebih besar ukurannya dibanding sebelumnya.
Lucy terdiam membatu ketika melihat sorot tajam dari bayangan tersebut. Bayangan itu semakin mendekati Lucy. Lucy tak bisa menggerakkan tubuhnya. Begitu juga dengan kuda yang ditunggangi olehnya.
Aura yang tidak mengenakan sangat terasa ketika Lucy bisa merasa ada sebuah tangan yang memegang lengannya.
Dalam hati Lucy berteriak meminta tolong. Dia tak bisa berteriak dengan mulutnya. Mulutnya terkunci. Ini seperti sihir pikir Lucy saat dia mencoba menggerakkan tubuhnya.
Dan di saat itulah, dia mulai menampakkan dirinya untuk sekian lama.
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•Hai teman-teman! Terimakasih sudah mau meluangkan membaca cerita "Zen In Narnia" ini
Belum tamat kok ceritanya
Aku cuma mau minta tolong nihh
Aku bingung sama cerita ku sendiri, apalagi sama alur ceritanya wkwk terlebih lagi pas scene Zen sama Edmund T-T rasanya kayak aneh banget
Jadi aku mau minta tolong dengan sangattt
Kasih ide dong atau inspirasi buat cerita "Zen In Narnia" ini:(
Ayo, tuangkan ide-ide kreatif kaliannn 🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Zen In Narnia
FantasyZen adalah sosok gadis yang tidak pernah malu mengutarakan perasaannya pada Edmund yang selalu acuh tak acuh dan bersikap dingin padanya. Waktu terus berjalan hingga mereka yakni Edmund, Lucy, dan juga Zen muncul di Narnia berkat sebuah buku milik Z...