Buckland menggeram marah melihat Hydra terbang pergi jauh. Frank menunduk gemetar, sesekali jatuh karena pukulan yang diberikan Buckland.
Lucy menatap Frank kasihan, Edmund pun juga begitu.
"You will kill him!" Teriak Lucy ketika Buckland mencekik Frank dengan sihir hitamnya.
Buckland menghentikan aksinya dan dengan kasar melempar Frank sembarang arah. Buckland mendekati Lucy dan menahan wajah Lucy dengan kasar.
"Kau ingin menggantikan dia?" Buckland menyeringai. Lucy menatap tajam padanya.
"Lepaskan tanganmu darinya!" Teriak Edmund dengan tatapan tajam.
Buckland pun melepaskan tangannya dari wajah Lucy dan menatap Edmund. "Well, setidaknya aku punya gadis Azalea itu."
Edmund menggeram marah.
"Kau, makhluk kerdil. Buang mereka, mereka sudah tak di perlukan lagi."
Buckland berjalan mendekati Edmund yang masih terikat dengana asap hitam, dan membisikkan sesuatu. "Maaf sekali, gadis Azalea itu akan menjadi milikku."
"KAU BERANI JANGAN SENTUH DIA!" Edmund meronta memberontak, mencoba lepas dari ikatan asap hitam.
Buckland tertawa. "Yeah, tentu saja aku berani." Dan seketika itu juga Buckland menghilang.
Frank berjalan dengan langkah tergontai ke arah Lucy dan Edmund. Dia mengayunkan tangannya dan asap hitam yang mengikat Lucy dan Edmund menghilang.
"Kalian jangan khawatir, gadis itu sudah bebas."
Lucy dan Edmund menatap Frank dengan heran. Frank membalas menatap mereka dengan malas.
"Kalian terlalu sibuk memperhatikan Buckland yang mengamuk." Frank perlahan berjalan menjauh, meninggalkan mereka. "Dia dibawa terbang bersama dengan Hydra." Ucap Frank sebelum menghilangkan dirinya.
"What? Dia bersama naga kepala tiga itu?" Tanya Edmund. Namun percuma, karena Frank telah menghilang.
Edmund menghela nafasnya, merasa kesal. "Setidaknya dia tidak membuang kita."
Lucy tersenyum tipis. "Dia baik."
"Aku tidak berpikiran begitu."
Lucy menatap Edmund dengan jengkel. Edmund hanya menaikkan alisnya sebelah.
"Jadi kita kembali?"
"Kita akan kembali setelah menemukan Zen."
Pada saat yang bersamaan, ketika mereka hendak melangkahkan kaki mereka, terdengar suara hentakkan kuda yang kian lama kian terdengar.
Edmund memicingkan matanya. "Itu kuda Caspian."
"Caspian!!!" Teriak Lucy ketika sesosok laki-laki muncul dengan kuda putih yang ditunggaginya. Tak hanya itu, ada dua ekor kuda lainnya dibelakang Caspian.
Caspian tersenyum. "Syukurlah, aku menemukan kalian."
Lucy juga tersenyum, begitupun Edmund.
"Kita harus bergegas." Caspian berbalik arah. "Kita harus menyelamatkan Zen."
Mendengar nama Zen, Lucy dan Edmund pun segera menaiki kuda mereka dan pergi ke tempat di mana Zen berada.
***
Zen menatap lamat-lamat batu besar yang berada di depannya. Ada sedikit keraguan di hatinya. Dia ingin menyelamatkan Narnia, namun di sisinya yang lain, dia ingin hidup, ingin mencapai impiannya. Terlebih lagi hati kecilnya terasa sakit ketika mengingat sosok laki-laki yang sangat dia sukai. Bagaimana bisa dia tega meninggalkan dia?
Zen menghela nafasnya. Menatap naga berkepala tiga itu dan menatap Aslan yang setia menunggu keputusannya.
"Apa dengan cara ini Narnia benar-benar akan selamat?"
"Semuanya akan terjadi sesuai dengan ramalan." Aslan menjawab.
"Apa semua orang akan bahagia?"
"Tentu."
Zen lagi-lagi menatap batu besar itu. Senyum Zen muncul di wajahnya.
"Kalau begitu, biarkanlah ramalan itu terjadi."
"Kau yakin dengan keputusanmu, nak?"
"Aku yakin." Jawab Zen dengan tegas.
Aslan mengangguk pelan dan mengaum. Seketika itu juga batu besar yang retak itu menjadi utuh kembali dan Aslan menghilang.
Zen pun tanpa ragu membaringkan dirinya di batu itu. Aura kegelapan seketika memenuhi tempat itu. suara tawa menggema.
"Kau sangat pintar menyerahkan dirimu untukku, Azalea."
Sebuah tangan menyentuh wajah Zen dengan sedikit kasar. Zen hanya tersenyum.
"Demi orang-orang yang aku sayangi, aku rela melakukan apapun."
"HAHAHAHAA, SUNGGUH MULIA HATIMU. TAPI AKU TAK PEDULI!"
Orang itu seketika mengangkat tangannya. Dan kemudian tangannya menggenggam sebuah tongkat hitam yang tajam. Tongkat itu dengan segera terangkat ke atas, bersiap menusuk jantung Zen yang kini berdetak kencang.
"STOP IT!"
Edmund berlari dan berhenti tepat di pintu masuk ruangan batu besar itu. Disusul Lucy dan juga Caspian.
"Hentikan, Buckland!"
Edmund menggeram marah.
"HAHAHA HENTIKAN KATAMU? Tidak akan."
Tangan Buckland dengan cepat menusukkan tongkat hitamnya itu ke jantung Zen dengan kuat dan mencabutnya. Seketika itu juga tawa Buckland menggema dan menghilang.
"No, Zen... NOO!" Edmund menggelengkan kepalanya, berlari ke arah Zen, menahan sakit yang teramat sangat di hatinya, melihat Zen yang kini terbaring pucat tanpa detak jantung, tanpa nafas.
Tangis Edmund pecah.
Lucy datang menepuk pundak Edmund dengan pelan, Lucy juga menangis. Caspian hanya bisa terdiam seribu bahasa.
"No... Zen, wake up.." Lirih Edmund.
Lucy menahan isak tangisnya, menggeleng kepalanya pelan.
"Dia sudah tiada."

KAMU SEDANG MEMBACA
Zen In Narnia
FantasyZen adalah sosok gadis yang tidak pernah malu mengutarakan perasaannya pada Edmund yang selalu acuh tak acuh dan bersikap dingin padanya. Waktu terus berjalan hingga mereka yakni Edmund, Lucy, dan juga Zen muncul di Narnia berkat sebuah buku milik Z...