Caspian menatap mereka yang tak lain adalah Lucy, Edmund, dan Zen dengan serius.
"Bersiap untuk apa?"
Caspian berdiri dan mengambil pedang yang terletak di mejanya.
"Perang."
Saat ini mereka sedang berada di dalam ruang senjata. Zen menatap kagum dengan senjata-senjata yang tertata rapi di sana. Caspian yang menyadari hal itu tersenyum.
"Kami telah menyiapkan ini sejak lama. Kau tau, untuk berjaga-jaga." Caspian mengambil sebuah pedang dari kotak kaca dan memberikan pedang itu pada Edmund. Edmund menerimanya dengan heran sekaligus kagum dengan pedangnya itu. "Itu pedangmu, kawan. Pedang itu sudah aku lapisi dengan bahan material terkuat di Narnia."
Caspian kemudian mengambil panah dan juga busur dan memberikannya kepada Zen. Zen mengeryitkan dahinya, bertanya dalam hati maksud Caspian memberikan panah dan busur itu padanya.
"Ambillah, aku yakin kau bisa menguasai ini."
Zen dengan ragu mengambil panah dan juga busur dari tangan Caspian.
"Kenapa kau begitu yakin?"
"Kata hati." Caspian tersenyum kemudian menatap Lucy. "Aku rasa sudah seharusnya benda ini kembali padamu Lucy." Caspian mengambil sebuah botol kecil dari sakunya dan memberikannya pada Lucy. Lucy tersenyum dan menerimanya. "Oh, jangan lupa dengan ini." Caspian mengulurkan sebuah belati yang entah dari mana sudah berada di tangan Lucy.
"Bagaimana dengan pasukannya?" Edmund bertanya.
"Oreius akan mengurus itu." Caspian menatap mereka secara bergantian. "Jika kalian mau, kita akan pergi berlatih, memantapkan diri di ruang latihan."
***
Suara dua pedang beradu menggema di ruangan latihan.
"Permainan pedangmu bagus juga." Caspian tersenyum puas dengan Edmund. Sudah lama sekali Edmund meninggalkan Narnia. Namun kemampuannya dengan permainan pedang semakin meningkat. Edmund tersenyum bangga dan mengatur nafasnya yang terengah-engah.
"Zen, apa kau tidak ingin mencoba panahmu?" Lucy menggenggam tangan Zen hendak membawanya ke ruang latihan memanah.
"Aku tak yakin..." Zen sedikit menarik tangan Lucy, membuat Lucy menghentikan langkahnya dan menatap Zen dengan penuh tanya. "Kenapa?"
Zen menundukkan kepalanya. Dia juga tidak mengerti mengapa.
"Yakinlah pada dirimu, Zen. Aku percaya padamu, kau pasti bisa." Lucy memegang pundak Zen dan tersenyum. "Ayolah, Zen." Lucy merengek. "Dan, hei. Dimana senyum manismu itu? Jangan sembunyikan dia. Itu membuatku rindu." Lucy menatap Zen yang sedikit menyunggingkan senyumnya. Lucy tersenyum lebar. Sungguh, jika salah satu dari mereka adalah laki-laki, maka ini akan menjadi cerita yang kadar romantisnya berlebihan.
"Mau mencoba?"
Zen mengangguk kepalanya dengan mantap. Lucy pun menarik tangan Zen dan membawanya ke ruang latihan pemanah. Terdapat banyak sekali sandaran anak panah yang berjejer dengan rapi.
"Ayo, Zen! Kau pasti bisa!" Lucy mengepalkan kedua tangannya, menyemangati Zen. Zen tersenyum dan dengan sigap tangannya mengambil anak panah yang berada di belakangnya dan menempatkan panah itu ke busur. Zen memfokuskan pandangannya pada titik merah pada sandaran anak panah. Setelah yakin dengan arah targetnya, Zen melepaskan anak panahnya tanpa ragu.
JLEB!
"Wah, Zen! Kau hebat!" Lucy tersenyum lebar, bangga dengan Zen. Zen juga ikut tersenyum. "Apakah aku harus mencobanya lagi?" Lucy mengangguk dengan antusias. Zen pun sekali lagi mengambil anak panah dan menempatkannya pada busur.
"Dia seperti Susan."
Lucy mendongak dan menatap orang yang mengucapkan kalimat itu. "Merindukan Susan, Caspian?" Caspian tersenyum dan menatap Lucy dengan tatapan sendu. "Sayang sekali dia tidak bisa kembali lagi ke sini."
Lucy yang tadinya tersenyum jahil menjadi tersenyum sendu mengingat Peter dan Susan tak bisa kembali lagi ke Narnia.
"Kalian suka sekali mengingat masa lalu." Edmund membuka suara, hendak mencairkan suasana.
"Ya ya ya, aku tahu kau sedang fokus dengan masa depanmu." Lucy menunjukkan Zen yang sedang fokus memanah.
"Masa depanku?" Edmund menaikkan alisnya sebelah, bingung dengan perkataan adiknya itu.
"Kau lihat, Caspian?" Lucy menatap Caspian dan kemudian menatap Edmund dengan tatapan kesal. "Entah dia tidak peka atau otaknya memang lemot seperti kukang. Dia tidak mengerti kalimatku sama sekali." Caspian hanya terkekeh.
Edmund membalas tatapan Lucy dengan tajam. Edmund tidak terima dikatai lemot bahkan di samakan dengan kukang. Herannya, apa maksud Lucy dengan tidak peka? Siapa yang tidak peka? Dia kah?
"ZENN!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Zen In Narnia
FantasyZen adalah sosok gadis yang tidak pernah malu mengutarakan perasaannya pada Edmund yang selalu acuh tak acuh dan bersikap dingin padanya. Waktu terus berjalan hingga mereka yakni Edmund, Lucy, dan juga Zen muncul di Narnia berkat sebuah buku milik Z...