Hari beranjak sore, Zen menghabiskan waktunya duduk di kursi yang berada di taman bunga rahasia di labirin. Zen tidak sendiri, dia bersama Lucy tentunya.
"Bagaimana kau bisa tahu tempat ini, Zen?" Lucy menatap kagum bunga-bunga Azalea yang bermekaran.
"Caspian waktu itu membawaku ke sini."
"Benarkah? Hanya sekali?"
Zen mengangguk.
"Dan kau tidak pernah lagi ke sini setelah itu? Bagaimana bisa kau ingat jalannya?"
"Entahlah, feeling maybe?"
Lucy tersenyum menanggapi Zen. Sedangkan Zen menatap ke depan dengan tatapan kosong. Pikirannya sekarang punya banyak pertanyaan sejak melihat bunga Azalea di taman ini.
"Zen?" Lucy melambaikan tangannya di depan muka Zen, memecah lamunannya.
"A--? Ya Lucy?"
"Kau melamun."
Zen menggaruk tengkuknya tak gatal. "Maaf, aku hanya memikirkan kapan kita akan pulang."
"Pulang? Ke dunia kita?"
Zen mengangguk.
"Tenang saja, Zen. Selama apapun kita disini, waktu di dunia kita tidak akan berubah."
"Benarkah?"
Kini giliran Lucy mengangguk. "Kita akan di antar pulang oleh Aslan. Tenang saja."
Zen tersenyum. Mungkin tak apa jika tinggal sedikit lebih lama.
"Dan apa kau tahu?" Tanya Lucy dengan antusias.
Zen menaikkan alisnya. "Tahu apa?"
Lucy mendekat ke telinga Zen dan berbisik."Aku dengar akan ada pesta dansa di kastil." Dia pun menatap Zen dan tersenyum.
"Ha? Pesta dansa?"
***
"Kau memanggilku, Caspian?" Edmund berdiri di depan Caspian yang sedang duduk tersenyum.
"Ayo kita bersiap-siap." Ajaknya.
"Bersiap-siap? Untuk apa?"
"Pesta dansa."
"WHAT?"
Caspian terkekeh. "Bersikaplah biasa saja, Ed."
"Kapan?" Tanya Edmund.
"Besok malam."
Edmund terkejut.
"Firasatku mengatakan kalian akan pulang besok malam, jadi aku putuskan menggelar pesta dansa sebagai acara mengantar kepulangan kalian."
Edmund ber oh ria. "Apa ini butuh pasangan?"
"Tentu saja. Apa artinya pesta dansa tanpa pasangan?" Caspian menatap Edmund dan kemudian berdiri. "Maybe aku akan mengajak Zen sebagai patner dansaku."
Mata Edmund membesar. "Don't you dare. She is mine."
Caspian mendekatkan wajahnya pada telibga Edmund. "Siapa cepat, dia dapat." Bisik Caspian. Caspian pun tersenyum dan menatap Edmund yang kelihatan seperti dilanda ketakutan. Caspian pun pergi meninggalkan Edmund seorang diri di ruangannya itu.
***
Zen masih setia duduk di kursi taman. Lucy tidak bersamanya karena Lucy kini berada di kastil, dia kelelahan dan sedang beristirahat.
"Aku dengar akan ada pesta dansa di kastil."
Pesta dansa ya? Berarti harus ada pasangan.
Apa Edmund akan mengajaknya menjadi partner dansanya?
Flashback on
"Akan ku tunggu kabar baik dari kalian berdua. Jangan kecewakan aku."
Sebuah pukulan mendarat di paha Lucy. Lucy hanya terkekeh. Zen hanya bisa menggeleng pelan. Merasa malu. Padahal mengapa harus malu? Bukankah ini yang Zen mau? Perasaannya di balas oleh Edmund?
Edmund menatap Lucy yang terkekeh. Lucy yang tak sengaja menatap Edmund pun terdiam dan mengangguk kepalanya dengan pelan.
"Zen, aku baru ingat aku punya sedikit urusan dengan Caspian." Lucy berdiri hendak pergi meninggalkan mereka berdua.
"Urusan apa?" Tanya Zen tanpa rasa curiga sama sekali.
"Akan ku ceritakan setelah masalahnya selesai." Teriak Lucy sambil melambaikan tangannya. Tak lupa Lucy menatap Edmund dan memberi isyarat jangan membuat Zen menangis.
Setelah Lucy benar-benar pergi meninggalkan mereka. Edmund duduk di tempat di mana Lucy duduk sebelumnya. Zen merasa canggung ketika Edmund duduk di sebelahnya.
"Kau kenapa?" Tanya Edmund.
"Aa-- tidak. Aku tidak kenapa-napa." Zen tersenyum dan merapikan rambutnya yang tidak berantakan itu.
"Kau yakin?" Tanya Edmund memastikan. "Katakan saja, Zen. Itu lebih baik."
Zen menatap Edmund yang kini tersenyum padanya.
"Tidak, Ed. Aku tidak apa-apa. Hanya saja..." Zen menggantungkan kalimatnya. Ragu apakah dia harus mengatakannya atau tidak.
"Hanya saja apa?" Edmund menatap Zen, terlihat antusias.
"Hanya saja..." Mulut Zen terasa sangat berat.
"Bilang saja."
Zen menelan ludahnya kasar. "Aku merasa.." Zen menundukkan kepalanya. "Tak yakin dengan perasaanku."
"Maksudmu?" Tampak dahi Edmund mengeryit.
"Aku tak yakin dengan perasaanku, Ed." Kini Zen memberanikan diri menatap Edmund.
"Aku tak yakin perasaanku akan dibalas olehmu, Ed."
"Apa kau benar-benar menyukaiku, Ed?"
Edmund terdiam. Begitu pun dengan Zen.
Flashback off
Air mata Zen perlahan jatuh membasahi pipinya.
"Aku bodoh! BODOH!"
![](https://img.wattpad.com/cover/251451295-288-k62740.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Zen In Narnia
FantasíaZen adalah sosok gadis yang tidak pernah malu mengutarakan perasaannya pada Edmund yang selalu acuh tak acuh dan bersikap dingin padanya. Waktu terus berjalan hingga mereka yakni Edmund, Lucy, dan juga Zen muncul di Narnia berkat sebuah buku milik Z...