KENANGA
Kepalaku serasa ingin pecah karena kurang tidur. Semalam aku menangis sampai terlelap. Jadi setelah aku meminta mengakhiri hubungan dengan Mas Risyad, aku langsung masuk ke kamar. Dia mengetuk pintuku terus menerus untuk meminta penjelasan. Aku terlalu pengecut untuk menerimanya, jadi aku berkeras membiarkannya disana. Nyaris dua jam dia berusaha. Sesekali mengetuk, pergi, dan berulang terus.
Aku rasa mengatakan alasan permintaan mengakhiri hubungan bisa merusak harga diriku. Itu berarti aku mengakui kekalahanku dari Tira kan? Tidak. Itu terlalu berat. Tapi jauh di lubuk hatiku paling dalam aku menyadari kekalahanku.
Oh, Kenanga kamu memang naif. Ayolah, mereka itu punya hubungan selama belasan tahun. Apa yang kuharapkan dari hubungan kami yang seumur jagung? Dia bertekuk lutut? Tentu tidak.
Yang dilakukan Mas Risyad dari semalam adalah tindakan impulsif dia saja. Aku sudah memutuskannya lebih dahulu, dia pasti merasa harga dirinya terluka. Bukan kecewa. Dia tak pernah disisihkan wanita, siapa aku sampai berani memperlakukannya demikian? Aku cuma wanita naif yang sedang melindungi hatinya sendiri.
Aku sengaja bersiap-siap ke kantor lebih lama dengan harapan tidak akan berpapasan dengannya. Hanya saja caraku itu sepertinya terlalu mudah ditebak. Saat aku membuka pintu, Mas Risyad berdiri di depan pintu kamarku. Dia sudah rapi, tapi jenis penampilannya bukan jenis penampilan biasanya saat dia akan ngantor.
"Aku antar, Na" ujarnya.
Aku mundur selangkah dan berniat kembali bersembunyi di kamarku, namun dia mencegah pintu yang hendak kututup.
"Kamu kenapa sih? Nggak gini caranya menyelesaikan masalah, Na! Jelaskan secara jelas padaku apa salahku!" teriaknya sembari menghempas pintu.
Aku tak memaksa dia keluar, lebih baik aku yang keluar. Tapi lagi-lagi kekuatannya menghalangiku. Dia mencegahku keluar kamar, mengunci pintu, dan menyeretku semakin dalam ke kamar.
"Katakan apa yang mengusikmu?" Kedua tangannya beralih menyentuh kedua sisi lenganku.
Aku memalingkan wajah, "Aku ingin kedekatan kita berakhir. Bukankah sudah kukatakan kita nggak cocok?"
"Kenapa kita nggak cocok?"
Hati kita tidak pada potongan yang tepat.
"Kejujuranmu tidak seimbang dengan komitmen yang kujaga."
Dia menatapku tajam dengan ekspresi yang menjelaskan ketidakpahamannya.
"Apa lagi? Kamu menyelidiki aku, Na? Iya? Apa penemuanmu? Aku kepergok dengan wanita lain atau apa?"
Aku menyingkirkan kedua tangannya dan mundur selangkah. Kuusap rambutku yang kuikat tinggi pagi ini.
"Ya aku bertemu dengan wanitamu," ujarku akhirnya.
"Siapa, Na? Siapa lag-"
Ucapannya terhenti. Hal itu membuatku menatapnya.
"Kamu ingat?" tanyaku dingin.
"Tira? Kamu bertemu dengan Tira?"
"Aku melihatnya. Dia sudah kembali, Mas. Cinta sejatimu itu."
"Astaga, Na" ujarnya frustasi, "Ayolah, Na. Kita bahas ini, aku nggak keberatan. Jangan dengarkan informanmu yang payah itu."
Informan yang payah? Apa mata kepalaku sendiri terlihat payah?
"Apa yang harus kudengarkan? Cerita reuni romantis kalian yang difasilitasi Mas Dewa? Gitu?"
Dia mengernyit, "Informanmu melihat kami di restoran?"
Aku menggeleng, "Aku sendiri yang melihat kalian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pemilik Hati
RomanceKenanga dan Risyad tahu bahwa pernikahan mereka adalah mengenai kebahagiaan orangtua mereka. Bukan cuma mengenai balas budi, tapi juga menyelesaikan tugas sebagai anak yang sudah habis masa bebasnya. Ketika keduanya memilih tinggal dalam ikatan pern...