PROLOG 2

65.6K 5.3K 18
                                    

RISYAD

Kenanga. That's it. Namanya hanya terdiri dari satu kata bernama bunga, Kenanga. Tanpa embel-embel nama pria di belakangnya atau marga dari ras tertentu, marga suku tertentu, atau apapun itu tak ada selain satu kata itu. Ketika aku mengetahui bahwa aku akan diperkenalkan dengan wanita dengan nama satu kata, aku tahu ada yang tidak biasa mengenai wanita ini. Ya tentu saja perkenalan ini bukan sekedar perkenalan, tapi perjodohan. Setelah tahun-tahun, akhirnya masa 'bebas'-ku berakhir, tiba saatnya untuk aku menjadi anak baik bagi orangtuaku. Maksudnya ya mau dijodohkan dengan wanita pilihan orangtuaku. Percayalah, hal seperti ini biasa di circle-ku.

Ternyata benar wanita ini istimewa. Asal usulnya tak biasa. Dia adalah salah satu anak yatim piatu di panti asuhan milik Bu Ningsih, mantan pegawai terlama di perusahaan orangtuaku. Hubungan orangtuaku dan Bu Ningsih masih baik setelah wanita itu memutuskan resign dan mengelola panti asuhan warisan orangtuanya. Bahkan orangtuaku menjadi donatur untuk beberapa anak disana, salah satunya Kenanga.

"Kenang ini pandai banget, Ris. Wajahnya cantik juga kan," ujar Mama terang-terangan setelah kami berkenalan.

Terus terang hampir setiap hari aku menemui wanita cantik, tapi Kenanga bukan salah satu jenis wanita cantik yang pernah kutemui. Tidak jelek juga. Sebenarnya dia cukup menarik dan manis, apalagi tanpa effort berarti ada dua lesung pipi yang timbul saat dia menggerakkan bibir mungilnya. Ukuran tubuhnya juga rata-rata. Ya kamu tahu kan pria memperhatikan daerah mana saat melihat wanita? Kecuali otaknya, dia memang terlihat cerdas dan anggun. Dan di antara tumpukan wanita cantik yang tadi kusebutkan, isi kepala mereka tentu tak ada yang sama dengan si kenanga-kenanga ini.

"Gimana, Ris?" tanya Mama di akhir percakapan itu.

Aku mengalihkan mata menatap gadis yang juga kelihatan tak menikmati pertemuan kami itu, "Kamu mau menerima perjodohan ini?"

Ada sedikit kilatan keraguan sebelum dia mengatakan, "Ya, Mas."

Salah besar. Inilah awal mula sebuah kesalahan besar yang kulakukan, aku mengiyakan pernikahan itu. Menikahi wanita yang terlewat konservatif itu membuatku terjeblos dalam dunia baru yang seharusnya tak ada aku disana. Pernikahan tidaklah buruk, hanya saja aku merasa tak cocok dengan ekosistem hubungan itu. Pada akhirnya, aku hanya menyakiti wanita itu. Lagi, lagi, dan lagi hingga kami kebas dengan kesakitan.

***

Pemilik HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang