KENANGA
Lebih baik aku diperlakukan dengan dingin oleh Mas Risyad ketimbang sikap hangat yang penuh pura-pura. Bukan karena aku ada kecenderungan masokis, hanya saja aku tak ingin punya harapan kosong. Sudah cukup tumpukan harapan kosong yang diberikannya dulu kepadaku. Apa yang kukira madu manis hubungan kami dulu tak pernah ada yang tulus dilakukannya. Hm, apa yang kuharapkan sebenarnya darinya?
Bahkan setelah malam itu, malam yang kupikir akan menjadi tolak balik hubungan kami, yang nyatanya adalah kesalahan. Aku ingat saat itu umur pernikahan kami masih dua tahunan. Saat aku masih terhanyut dalam mimpi, sebuah ketukan keras di pintu kamarku mengagetkanku. Ketukannya keras sekali sehingga sulit diabaikan. Belum lagi racauan-racauan di balik pintu yang memanggil namaku.
"Na! Bangun, Na!" teriaknya.
Saat aku membuka pintu, Mas Risyad langsung menabrakku. Dia memelukku erat sekali, hingga kurasa badanku akan patah. Kebisingan itu tentu mengundang perhatian para pekerja di rumah kami, mereka masih melihat kami dari daun pintu namun langsung pergi saat melihat Mas Risyad memelukku. Badanku mengikuti kemana Mas Risyad bergerak, termasuk saat dia mundur, menutup pintu di belakangnya, dan menguncinya lagi.
Alam bawah sadarku sudah mengirimkan peringatan tanda bahaya. Tapi semua itu belum sempat membuatku melakukan perlawanan saat tiba-tiba Mas Risyad menciumku. Tubuhku mematung saat kedua belah tangannya menangkup wajahku dan bibirnya mendarat di atas bibirku. Ketika aku sadar, aku menggeliat resah. Ini bukan dia. Dia tidak akan pernah melakukan ini denganku.
Tapi aku kalah tenaga dan kalah dengan perasaanku sendiri. Ketika aku berusaha menyadarkannya dengan bergerak resah dan memanggil namanya, Mas Risyad justru menjejalkan bibirnya lagi, lagi, dan lagi. Ini bukan lagi gesekan antara dua bibir, ini melibatkan lidah. Dia melumat bibirku dan mengajak lidahku menari bersama miliknya. Runtuh sudah pertahananku sehingga meladeni ciuman itu.
Aku jelas bukan lawan yang imbang untuk pria yang pandai membuat lemas hanya dengan ciuman itu. Jadi aku membiarkan dia menguasai permainan bibir itu dan hanya mendesah pasrah. Tubuhku hanya mampu merespon remasan dan belaiannya dengan gerakan sensual yang makin merangsang gairahnya. Astaga aku bahkan tidak tahu sejak kapan tanganku menggelayut di tengkuknya, bibirku ikut mencercap, atau apapun yang kulakukan saat itu.
Meskipun terhanyut, aku masih sadar dan tak menolak ketika jemari Mas Risyad membuka helai demi helai bajuku dan bajunya. Dia terlalu mabuk untuk menyadari kegugupanku saat itu. Dengan matanya yang berselimut gairah dan nafsu, dia menciumku, membelaiku, dan menyentuhku dimanapun dia mau. Kadang lembut, kadang kasar. Hingga kemudian terjadilah. Setelah membuatku terhipnotis dengan sentuhannya, Mas Risyad masuk ke dalam diriku melalui dimensi hubungan badan secara utuh. Aku mendesah, mengerang, berujar mesra, dan terakhir gemetaran dalam pelukannya. Tak lama diapun mengerang dan menarikku dalam pelukannya yang hangat.
Hanya nafas kami yang beradu berisik setelahnya. Kupikir saat itu Mas Risyad sudah menyadari bahwa aku menginginkan dia menjadi suamiku seutuhnya. Memiliki tubuh dan rohaninya dalam hidupku. Tapi mimpi itu terlalu tinggi dan kebetulan dia sendiri juga yang menyadarkanku.
"Bangunin aku dua jam lagi, Tir" ujarnya sembari berguling ke sampingku.
Tir? Tira?
Aku merasa sudut mataku basah ketika menyadari bahwa ini adalah kesalahpahaman. Dia salah mengira aku sebagai wanita itu. Akupun salah menilai dirinya. Semuanya memang salah.
Mabuk yang menuntunnya kemari, Kenanga. Bukan hatinya.
Kenapa bercumbu dengannya seperti itu tidak membuatku tertular mabuk oleh alkohol di mulutnya? Kenapa hanya aku yang menyadari kesalahan ini sekarang? Kalau saja aku juga mabuk, mungkin semua akan terasa jauh lebih mudah. Setidaknya aku tidak akan mengingat setiap detail yang kami lakukan malam itu. Sampai akhirpun, aku tetap hanya orang ketiga dalam hubungan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pemilik Hati
RomanceKenanga dan Risyad tahu bahwa pernikahan mereka adalah mengenai kebahagiaan orangtua mereka. Bukan cuma mengenai balas budi, tapi juga menyelesaikan tugas sebagai anak yang sudah habis masa bebasnya. Ketika keduanya memilih tinggal dalam ikatan pern...