BAB 10

49.4K 4.6K 115
                                    

RISYAD

Ada beberapa momen kecanggungan yang memelukku dan Kenanga selama kami menikah. Pertama, saat aku mencium wanita yang tak pernah sekalipun kuajak kencan itu di altar setelah kami mengucap janji nikah. Kedua, setelah malam aku memberikan luka yang tak mungkin bisa dimaafkannya. Untuk yang ketiga, aku memberikan gelarnya kepada saat ini. Aku sedang berdiri di depan kamarnya dan ragu untuk mengetuk pintu. Aku berniat melanjutkan penjelasanku mengenai hubunganku dan Fela beberapa hari yang lalu.

Sebenarnya aku tahu Kenanga tidak akan mendengarkan penjelasanku sebagaimana keras aku mencobanya. Dia memang sudah begitu semenjak aku melukainya dulu. Punggungnya selalu dingin kepadaku, tatapannya datar, dan suaranya juga tak mengandung emosi apapun saat kami berbicara.

Ya, ya, ya aku memang pantas dihukum seperti itu.

Jika dia tersenyum, itu pasti karena menjaga sopan santun atau sekedar basa-basi. Menyedihkan menyadari kalau aku sudah mengubah gadis itu dalam semalam. Kenanga sebelum malam itu jauh lebih ramah daripada sekarang. Tapi aku tetap ingin dia mendengarkan penjelasanku. Aku hanya ingin terlepas dari rasa bersalahku karena membuat Fela memperlakukannya seperti itu. Setelah menghela nafas beberapa kali, aku memutuskan mengetuk pintu.

"Na, ini aku."

Tak lama pintu terbuka sebesar ukuran badannya.

"Ada apa?"

"Na, aku ingin bicara. Kamu bisa keluar? Atau kita bicara di kamarmu?"

"Mengenai apa? Fela lagi?"

Aku menggeleng, "Mengenai kita."

Dia menatapku datar dan melebarkan pintunya. Aku menyusul langkahnya masuk dan menutup pintu di belakangku.

"Katakan, Mas." 

Kami berhadapan disana dan aku bisa melihat gurat kekesalan itu masih ada.

"Na, aku nggak pernah punya hubungan dengan Fela. Sama sekali. Aku hanya pernah minum sekali dengannya, itupun karena dia meminta bantuanku lepas dari pacarnya. Jadi kamu jangan salah sangka."

"Kamu sudah mengatakannya kepadaku, Mas. Aku nggak lupa."

"Iya sih. Hanya saja kamu kelihatan masih marah, Na. Aku nggak nyaman melihat kamu seperti itu."

"Mas Risyad mau aku gimana?"

Aku terdiam. Aku bahkan tidak tahu bagaimana aku ingin Kenanga memperlakukan aku. Aku juga tidak tahu tujuanku mengulang-ulang penjelasanku mengenai hubunganku dan Fela kepadanya. Membuat dia jadi seperti dulu? Ck. Aku memang bajingan.

"Aku akan percaya sama Mas Risyad asal Mas Risyad nggak membuat orang lain tahu mengenai hubunganmu dengan wanita-wanita yang selalu Mas Risyad temui. Bisa?"

"Na, soal itu kita perlu duduk dan membahas lebih jauh. Aku nggak keberatan melakukannya kalau kamu bersedia. Tapi jangan main hakim soal pergaulanku. Demi apapun, aku nggak sebrengsek itu, Na."

Aku tidak percaya aku baru saja menaikkan nada suaraku. Tapi mumpung topik ini diangkatnya, sekalian saja aku masuk. Membuat dia terlalu mempercayai informan sewaannya juga terlalu berbahaya. Ya aku tahu dia memiliki orang yang mengikutiku dan memberi info keseharianku. Aku sudah pernah menangkap orang itu, tapi Kenanga seperti tak kapok melakukannya lagi.

Dia menggeleng, "Tahu semakin banyak bikin aku nggak nyaman, Mas. Aku sudah dengarkan penjelasan Mas Risyad. Sekarang Mas Risyad bisa keluar."

"Gak. Belum. Giliranku bertanya. Siapa laki-laki itu? Laki-laki yang berani menyeretmu keluar dari pesta kemarin. Siapa dia? Apa dia nggak tahu kamu sudah punya suami?"

Pemilik HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang