KENANGA
Dress yang kugunakan untuk ke acara puncak pameran furnitur perusahaan Gunawan adalah gaun panjang berwarna hitam dengan sedikit hiasan kain emas. Baju yang seperti ini jelas sudah dipesan jauh-jauh hari dan diatur oleh Mama serta Diana. Aku tinggal mengenakan apa yang disiapkan. Inilah satu job desk yang menyita waktu Diana hingga meninggalkan pekerjaan seputar brand baruku, mengurus fashion kami sekeluarga. Dan tentu saja gaun itu indah dan melekat sempurna di tubuhku. Selera Diana yang pernah menjadi fashion advisor memang tidak perlu diragukan.
Semua anggota keluarga sudah berangkat terlebih dahulu dan kemudian aku menyusul. Semenjak tadi pagi bayangan aku dipermalukan Fela terputar kembali di kepalaku. Ya aku khawatir tatapan orang-orang akan aneh padaku. Semacam, 'eh ini yang kemarin itu', 'wah siap-siap tontonan lagi', ya seperti itulah. Mas Risyad pun tahu kekhawatiranku itu, dia meyakinkanku semua akan baik-baik saja dan dia akan menjemputku. Jadi disinilah aku, menanti dengan khawatir apa yang akan terjadi begitu aku turun dari mobil yang nyaris tiba di lobby museum.
Dan pria itu disana, Mas Risyad. Dia menggunakan setelan berwarna senada denganku dan berdiri di ujung karpet merah. Ketika mobilku berhenti, dia disana menyambutku. Tangannya terulur dan menggandengku masuk. Aku tahu banyak jepretan media mengabadikan momen itu. Tapi sesungguhnya otakku bisa lebih teliti mengingat detail ini. Aku tidak akan melupakan saat ini seumur hidupku.
Genggaman tangannya hangat. Ukuran tangannya bisa menangkup semua jemariku dan menguasainya. Sesekali kurasakan ibu jarinya mengusap punggung tanganku. Ini semua makin sempurna setiap tatapan kami bertemu. Tatapan tajam itu lembut dan terarah hanya padaku. Apa Mas Risyad merasakan getaran aneh ini juga? Atau aku yang terlalu norak?
"Semua akan baik-baik saja, Na" bisiknya menenangkanku.
Mau tak mau aku tersenyum karena ucapan itu. Mas Risyad menepati janjinya, sepanjang acara dia selalu menemaniku. Dia tidak berjauhan dariku dan matanya selalu memantauku, seolah ingin memastikan bahwa aku dalam pengawasannya. Aku baiknya harus tetap sadar bahwa apa yang dia lakukan saat ini adalah karena khawatir padaku, tidak lebih.
Untungnya acara berjalan lancar dan tidak ada sesuatu yang buruk terjadi. Semua berjalan mulus. Setelah pesta usai, kami harus langsung terbang ke Surabaya bersama Papa dan Mama. Mengenai liburan itu, orangtua kami benar-benar khawatir aku dan Mas Risyad kabur. Mereka jadi sengaja memaksa kami naik private jet yang sudah disiapkan begitu acara pameran selesai.
Aku dan Mas Risyad sudah tahu bahwa kami tidak lagi bisa menghindar jadi kami menurut saja.
"Dia nggak apa?" tanya Mama ketika kami sudah duduk di dalam pesawat kami.
Tangannya menunjuk Mas Risyad yang duduk diam di bangkunya. Begitu kami take off, aku menghampirinya dan duduk di bangku di sampingnya. Private jet seperti ini memang terasa seperti di rumah sendiri. Aku tidak akan bohong, uang mendatangkan kenyamanan.
"Capek?" tanyaku.
Dia menyingkirkan tangannya yang digunakan menopang kepala dan mengangguk.
"Aku akan balas dendam tidur selama di rumah nanti," ujarnya.
Dia kemudian menyandarkan kepalanya dan terlelap. Aku harap dia baik-baik saja.
***
RISYAD
Sudah lima hari aku dan Kenanga pulang ke Surabaya. Parahnya, aku cuma bisa terlentang di kamar sehari-harinya karena kelelahan. Persiapan pameran yang lalu memang menguras tenaga dan menyita waktu istirahatku. Alhasil, aku tumbang setelah semua acara selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pemilik Hati
RomanceKenanga dan Risyad tahu bahwa pernikahan mereka adalah mengenai kebahagiaan orangtua mereka. Bukan cuma mengenai balas budi, tapi juga menyelesaikan tugas sebagai anak yang sudah habis masa bebasnya. Ketika keduanya memilih tinggal dalam ikatan pern...