RISYAD
"Halo," sapa suara lembut itu.
"Na, kamu dimana?" todongku.
Dia tertawa kecil, "Venue. Sebentar lagi pulang."
"Bohong. Kamu pasti belum niat melakukannya."
Hendy tadi memberitahuku bahwa Kenanga masih meeting final sekaligus cek venue acara peluncuran brand barunya padahal ini sudah jam sepuluh malam. Meskipun disana masih ada Diana dan banyak orang lain, tapi tetap saja aku mengkhawatirkan kesehatannya. Sudah sering dia pulang malam seperti ini, padahal dia seorang atasan. Kalau saja aku tidak sedang menghadiri acara penting di luar kota, aku pastikan aku akan menyeretnya pulang sekarang juga. Sialnya, aku terjebak di Palangkaraya dan baru besok pagi bisa pulang.
"Iya nanti aku akan pulang diantar Diana," timpalnya lagi.
"Kok Diana?"
"Hendy kusuruh pulang, Mas. Kasihan. Lagian besok dia juga sibuk di kantor."
"Baiklah," ujarku pasrah, "Besok saat aku tiba di rumah, kamu harus masih di rumah, Na. Kamu hanya akan keluar untuk pergi ke acara launching denganku."
"Kok gitu?"
"Luangkan waktu untukku, Na. Aku sudah terlihat menyedihkan karena kamu sering mengabaikanku," rayuku.
Dia tertawa lagi, "Kita lihat besok. Aku tutup teleponnya dulu ya?"
Setelah menutup telepon Kenanga, aku tak berniat langsung tidur. Belum ngantuk, jadi mending aku jalan-jalan di sekitaran hotel saja. Semenjak berhenti merokok, aku memang lebih susah untuk ngantuk. Entah kenapa. Tapi positifnya, aku jadi lebih fresh setiap harinya. Aku sudah merokok semenjak remaja, tidak setiap hari sih. Sesekali saat aku benar-benar membutuhkannya untuk keluar dari stress. Tapi kebiasaan tidak sehat itu akhirnya kuakhiri karena permintaan Kenanga malam itu.
"Jangan ngerokok lagi ya," ujarnya malam itu.
Iya hanya begitu saja bisa membuatku benar-benar memutuskan berhenti. Dia tidak bilang mulutku bau atau apapun, tapi perkataan itu juga yang membuatku berhenti. Dia sudah tahu juga, bahkan kelihatan mendukung keputusanku untuk berhenti merokok. Beberapa kali aku menggunakan alasan mulutku tak nyaman karena tak merokok untuk menciuminya. Awalnya dia kaget, tapi sekarang sudah terbiasa bahkan sedikit malu-malu. Hubungan kami memang sekarang sudah jauh lebih mesra. Kata dia kami sedang pacaran, well apapun namanya ini menyenangkan.
Setelah berjalan-jalan malam sebentar, aku memutuskan kembali ke kamarku. Semua urusanku di kota ini sudah beres, besok aku akan pulang dengan penerbangan pagi. Sebelum terlelap mimpi aku menyempatkan diri mengirim pesan ucapan selamat malam pada Kenanga. Aku harap dia sudah pulang sekarang.
***
RISYAD
Pesawat landing di bandara Cengkareng pukul sembilan pagi. Sebelum kami meninggalkan bandara, Rudi, asistenku, meminta waktu untuk ke toilet. Aku mengijinkannya dan melayangkan pandanganku ke media reklame di sekitarku yang memuat berbagai jenis iklan untuk membunuh waktu. Iklan disitu didominasi oleh iklan asuransi jiwa, dari sisi analisaku ini sedikit mengerikan. Iklan itu seperti mengingatkan bahwa terbang dengan pesawat bisa sangat membahayakan dan memiliki asuransi jiwa adalah pilihan terbaik. Padahal mau berkendara apapun selalu ada resikonya kan?
Di tengah pengamatan, tatapan mataku jatuh kepada seseorang. Seorang wanita yang berdiri tak jauh dariku. Dia sedang menggunakan terusan berwarna biru laut dengan rambut pendek. Seingatku dia tidak pernah memotong rambutnya jadi sependek itu. Dia masih sama seperti dulu, maksudku wajahnya. Mungkin karena merasa diamati, wanita itu menoleh dan tatapan kami bertemu. Selama beberapa menit kami saling menatap seolah meyakinkan bahwa memang kami saling mengenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pemilik Hati
RomanceKenanga dan Risyad tahu bahwa pernikahan mereka adalah mengenai kebahagiaan orangtua mereka. Bukan cuma mengenai balas budi, tapi juga menyelesaikan tugas sebagai anak yang sudah habis masa bebasnya. Ketika keduanya memilih tinggal dalam ikatan pern...