RISYAD
Sekembalinya kami ke rumah aku berniat kembali tidur di kamarku sendiri. Jujur saja aku merasa tak enak hati menghadapi Kenanga setelah menyadari betapa dalam luka yang kutorehkan untuknya. Namun seolah mengerti niatku menghindarinya, dia justru mencegahku.
"Kamu tadi minta kita sekamar kan?"
Iya aku yang meminta tapi aku sudah kehilangan muka.
"Na, aku cuma..." Aku bahkan tak menemukan alasan penggantinya.
Dia tersenyum dan memaksaku memasuki kamarnya. Setelah kami masuk dan pintu kembali terkunci, Kenanga mendekatiku dan memelukku erat sekali.
"Aku akan mengatakan sesuatu yang kejam, Mas."
Dengan susah payah aku mengumpulkan tenaga untuk memeluknya dengan erat juga.
"Tidak ada yang lebih kejam dari perlakuanku padamu, Na." Kukecup puncak kepalanya di bawah daguku. Aku suka dengan selisih tinggi badan kami.
"Pertama, aku ingin kita tetap pada rencana kita mencoba serius dengan hubungan ini. Kita coba sampai kita tahu akhir yang kita ingini. Bahagia bersama atau sebaliknya."
"Kamu masih mau denganku, Na? Kamu pasti nggak lupa gimana bejatnya aku kan?"
Dia merenggangkan pelukan dan menatapku. Meskipun keadaan kamar tak begitu terang karena hanya satu lampu nakas yang menyala, aku tahu tatapannya dalam padaku.
"Aku nggak akan lupa. Ingatanku cukup bagus. Hanya saja... Aku ingin Mas Risyad di sisiku. Apa boleh aku menginginkan sesuatu seperti yang Mas Risyad juga pernah katakan padaku? Kita lihat sejauh mana kita bisa melewatinya."
Aku cuma bisa diam, kemana semua stok kata-kataku sih?
"Kedua, bisakah tidak terus-terusan mengatakan maaf? Kata maaf itu seperti pengingat bahwa kamu sudah melakukan kesalahan dan itu... Menyesakkan."
"Ma- Ah, aku benar-benar tak tahu harus mengatakan apa, Na."
Dia mengangguk, "Aku tahu semua terasa mengejutkan sekarang. Ada bagian dari diriku yang masih terkejut mendengar kenyataan yang kamu katakan juga. Tapi... Kurasa ada bagusnya aku sekarang tahu semua. Kuharap Mas Risyad juga."
Ya memang ada bagusnya. Setidaknya sekarang aku tahu dimana salahku. Aku janji akan memanfaatkan kesempatan ini untuk memperbaiki kesalahanku.
Dia kemudian tersenyum dan berjinjit. Bibirnya mendarat di atas bibirku dan mengundangku mencumbunya. Tangan Kenanga terlebih dahulu melepaskan jasku, menyentuh dasi dan kancingku kemudian melolosinya. Tentu saja dia masih kalah cepat dengan tanganku yang tak butuh waktu lama untuk beraksi.
"Tinggalah disini, Mas" bisiknya lagi dengan tatapan sayu.
KENANGA
Jujur saja perasaanku rasanya terkoyak-koyak saat Mas Risyad menuruti kemauanku untuk menceritakan semua hal antara dia dan Tira. Mati-matian aku memasang wajah baik-baik saja ketika dia menceritakan pertemuan mereka, bagaimana pacaran mereka, dan perpisahan. Meskipun sakit, aku jadi tahu semua hal yang mereka lakukan selama bersama. Tadi sebagian egoku sempat berteriak minta Mas Risyad menghentikan ceritanya, hanya saja keras kepalaku tetap memintanya agar melanjutkannya hingga akhir.
Bukan itu saja, aku juga mengatakan alasanku bersikap dingin padanya selama ini. Ya kesalahan sebut nama malam itu yang berdampak besar pada kepercayaanku dan perasaanku padanya. Mengetahui itu, aku merasa dia cukup terpukul. Dia banyak diam dan melamun sepanjang perjalanan kami pulang ke rumah. Padahal aku sudah mencoba mengalihkan topik pembicaraan tapi dia cuma menanggapi dengan anggukan, gelengan, atau senyum simpul.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pemilik Hati
RomanceKenanga dan Risyad tahu bahwa pernikahan mereka adalah mengenai kebahagiaan orangtua mereka. Bukan cuma mengenai balas budi, tapi juga menyelesaikan tugas sebagai anak yang sudah habis masa bebasnya. Ketika keduanya memilih tinggal dalam ikatan pern...