AGAIN || AWAL DARI SEGALANYA.
.
.|Aku terlalu sibuk dengan duniaku hingga tanpa sadar mereka perlahan telah beranjak pergi meninggalkanku.|
[Copyright, 26 Desember 2020]
.
.
.PAGI yang cukup sibuk. Seperti itulah yang terlihat pada salah satu kamar milik seorang gadis cantik bersurai coklat yang selalu dicepol. Terdengar gerutuan pelan mengalun di bibir mungilnya, secarik kertas di tangannya yang mulai lecek karena beberapa kali dibolak-balik guna memastikan apa-apa saja yang tertulis dibaca ulang. Bibirnya menggumam pelan, mendikte tulisan lalu kepalanya menoleh ke arah kasur yang sedikit berantakan.
"Senter?" gumamnya dengan mata menyipit, mencari benda yang memiliki fungsi untuk memberi penerangan kala gelap menyerang itu tak tertangkap manik karamelnya. Mendesah pelan, ia pun berjalan ke arah nakas di samping tempat tidurnya lalu membuka satu persatu laci untuk mengambil senter.
"Kok, nggak ada?" tanyanya entah pada siapa. Tangannya terus bergerak mengorek isi laci, membuka laci lainnya dan hasilnya tetap sama. Ia tak menemukan benda penerang itu.
Beralih dari nakas, ia pun berjalan ke arah meja belajar di sudut kamar dengan harapan bisa mendapatkan benda yang ia cari. Dan voila, senter yang sejak tadi dicarinya ternyata terselip di antara meja dan dinding.
Ia mengulurkan tangannya sembari membungkukkan sedikit badannya agar bisa masuk ke kolong meja setelah menyingkirkan kursi. Entah siapa yang menaruh senter itu di sana namun yang pasti ia cukup kesulitan untuk mengambilnya hingga akhirnya benda yang sejak tadi diincarnya berhasil ia dapatkan. Tepat saat ia hendak keluar dari kolong, tiba-tiba suara pintu yang dijeblak secara tak manusiawi terdengar memekakkan telinga disusul teriakan cempreng seseorang.
Brak!
"IFY, AYO CEPE—"
JDUG!
"—tan," seseorang yang secara sembarangan membuka pintu kamar seketika membolakan matanya saat melihat gadis yang ia teriakan namanya membentur meja karena refleks dan tanpa sadar berdiri—melupakan fakta bahwa ia sedang dalam posisi merunduk di bawah meja.
"YA AMPUN, IFY!?" pekikan keras itu terasa mendengung di telinga Ify yang kini merintih di bawah meja sembari memegang kepalanya yang berdenyut sakit. Manik karamel madu itu melirik ke arah temannya yang kini sudah berjongkok di depannya.
"Lo ngapain sih, di bawah meja, gini? Main petak umpet?"
Ify yang mendengar pertanyaan tanpa dosa dari temannya ini mendengus, menatap sinis ke arah gadis berpipi chubby yang hanya memamerkan deretan giginya yang rapi.
"Peace!"
Lagi, Ify mendengus. "Bisa nggak sih, kalo mau masuk tuh, permisi dulu? Minimal ketuk pintu, kek."
"Hehe, abis Bu Irene udah ngomel-ngomel, Fy. Tuh, sama Pak Mikha juga, dari tadi koar-koar mulu nyuruh anak-anak buat buru-buru kumpul di lapangan." Jelas gadis chubby itu sembari membantu Ify berdiri. Mata bulatnya menatap Ify yang masih mengelus kepalanya. "Sakit, ya?" tanyanya polos.
Ify tak menjawab. Hanya memandang datar teman chubby-nya itu. Rasa ingin memutilasi seketika meningkat kala wajah polos itu terpampang jelas di matanya. Sementara yang dipandang hanya tersenyum—meringis—saat menyadari raut asam Ify yang memang cukup menyeramkan ketika sedang diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐆𝐀𝐈𝐍
RomanceKetika ego kembali menyatukan retaknya hati yang hancur berserakan, menyembuhkan luka menganga, membalut duka lara, mengisi kekosongan jiwa, menumbuhkan lagi rasa cinta, dapatkah ia percaya bahwa serpihan-serpihan hidupnya yang telah lama mati akhir...