54. MEREDAM KONTROL

367 58 246
                                    

AGAIN || MEREDAM KONTROL

.
.
.

[Iblis dalam diriku selalu berbisik, memintaku untuk terus melakukan hal-hal yang tak terpikirkan namun, aku berusaha untuk tak mendengarkan.]

[Copyright, 05 Agustus 2021]

.
.
.

ELDERIO menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah rumah mewah nan megah dengan design dan eksterior yang memanjakan mata berkat full cat berwarna putih bertema klasik. Laki-laki itu mematikan mesin mobilnya, mencabut kunci dari lubangnya lalu keluar. Kaki yang dibalut pantofel itu menginjak lantai bebatuan alam berkualitas tinggi.

Tungkai panjangnya melangkah, menapaki satu persatu tangga teras rumahnya hingga saat dirinya berada di depan pintu ganda setinggi 2,5 meter dan berniat membukanya ketika tiba-tiba saja pintu terbuka terlebih dulu. Memperlihatkan sosok kekasihnya yang cantik tengah tersenyum dengan manisnya lalu berlari manja menghambur peluk ke arahnya.

"Kok, kamu bisa ada di sini?" tanya Rio menangkap pelukan Agni yang saat ini melingkarkan kedua tangan dan kakinya di tubuhnya seperti Koala.

"Nungguin kamu, lah." Agni mendusel manja, mengangkat kepalanya yang sempat menyusup ke ceruk leher Rio. Menatap laki-laki itu dengan cengiran khasnya.

"Udah kangen banget ya, sama aku?" goda Rio menggesekkan hidungnya dengan hidung Agni. Menatap gemas kekasihnya yang kini terkekeh geli.

"Kangen," cicit Agni mengecup kilat bibir Rio. "Abis kata Om katanya kamu pulang dulu ke apartemen," ucapnya memiringkan kepala.

"Iya, tadi ada urusan sebentar." Rio tersenyum, merapikan helaian rambut Agni yang menutupi wajah gadisnya lalu membawa tubuh mungil dalam gendongannya itu masuk.

"Sebentar kok, sampai seharian sih, sayang? Bahkan ini udah petang, loh. Mau magrib," kata Agni cemberut. Rio tertawa pelan, mengusak gemas pipi Agni dengan pipinya.

"Iya, tadi jalan dulu sama Alifya." Rio menjawab jujur, tanpa beban dan sangat, sangat, sangat santai.

"HAH?!?" pekik Agni tanpa sadar, menarik punggungnya ke belakang hingga tubuhnya yang tadi menempel dengan Rio membentangkan jarak.

"Ssttt," Rio mendesis pelan sembari menggelengkan kepala. "Jangan teriak-teriak, ih." Bisiknya yang dibalas pelototan galak oleh Agni.

"Kamu ngapain jalan sama cewek itu?" Agni mulai menginterogasi.

Rio hanya memutar kedua bola matanya malas lalu berjalan ke arah ruang tamu yang bersebrangan dengan ruang tamunya yang lain-di tengah-tengah kedua ruang tamu itu ada satu tangga yang terbagi dua, menjadi akses untuk menghubungkan balkon dan ruangan lainnya di lantai 2.

"Yang namanya jalan udah pasti ngapa-ngapain lah, sayang." Rio mengerutkan hidung dan bibirnya, menatap gemas Agni yang kini menatapnya curiga.

"Ngapa-ngapain maksudnya?" tanya gadis itu memperhatikan wajah Rio yang nampak berseri-seri.

"Kamu mau denger jawabannya mengarah ke konteks mana, nih? Hem?" goda Rio dengan usilnya yang justru membuat Agni menggeram.

"Ri-"

"Aduh, enaknya calon pengantin yang lagi gendong-gendongan."

Suara halus nan lembut itu seketika mengurungkan niat Agni yang baru saja hendak mengomel. Gadis dalam gendongan Rio itu melotot, menatap ke arah Mama Rio yang saat ini sedang menuruni tangga bersama suaminya yang berjalan mengikuti beberapa langkah di belakangnya.

𝐀𝐆𝐀𝐈𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang