08. MENARIK DIRI

737 66 72
                                    


AGAIN || MENARIK DIRI

.
.
.

|Inginku mengadu, namun saat aku melihat bahagiamu, seketika aku membisu.|

[Copyright, 03 Januari 2021]

.
.
.

SEBULAN sudah waktu berlalu sejak insiden diusirnya Ify oleh kedua orang tuanya dan selama itu pula ia tak lagi pergi kemana pun termasuk sekolah. Setiap hari ia hanya mengurung diri di dalam kamar kosnya bahkan untuk makan saja ia lakukan dengan delivery lewat aplikasi Go-Jek. Mungkin, adakalanya ia akan keluar dan itu pun hanya sebatas membuang sampah  atau sekedar membeli air minum di warung terdekat untuk persediaan.

Ada rasa ingin pergi menjauh namun ia tak tahu akan melangkahkan kakinya kemana. Menghubungi kedua temannya pun tak bisa ia lakukan karena ponsel lamanya tertinggal di rumahnya yang dulu sehingga semua nomor telepon di kontak ponselnya tak bisa ia pindahkan ke ponsel yang baru ia beli seminggu setelah ia mengekos. Ya, terima kasih pada Papanya yang masih berbaik hati memberinya uang saku meski tak seberapa namun uang itu cukup untuk ia makan dan membayar uang kos selama beberapa bulan ke depan.

Dan sekarang, ia tengah dilanda bingung karena uang yang ada di tabungannya semakin hari semakin menipis. Apalagi kini ia bukan hanya menghidupi dirinya sendiri, ada janin di perutnya yang perlu ia perhatikan pula meski terkadang pikiran untuk mengabaikan selalu terlintas di benaknya.

Pernah suatu hari ia datang ke klinik dengan niat untuk melakukan aborsi. Rasa frustasi dan depresi yang begitu besar membuatnya gelap mata hingga memutuskan untuk melakukan dosa itu tanpa memikirkan penyesalan apa yang sedang menunggunya nanti di masa depan. Namun, hal itu urung ia lakukan setelah ia mendengar detak jantung janin dalam rahimnya yang berdetak sesaat sebelum aborsi dilakukan.

Saat itu, air matanya menetes tanpa bisa ia tahan. Rasa bersalah serta penyesalan yang tak terpikirkan seketika mengambil alih kesadarannya hingga akhirnya ia pun menerima dengan ikhlas kehamilan serta anaknya.

Tak apa, meski anaknya harus lahir tanpa seorang Ayah, setidaknya masih ada dirinya yang bisa menjadi Ibu sekaligus Ayah untuk anaknya kelak. Dan ia akan berjuang sekuat yang ia mampu untuk tetap bertahan hidup. Melupakan segala kejadian buruk yang sudah terjadi serta mengobati luka-luka di hatinya secara pelan-pelan sampai ia bisa kembali merasakan hidup yang sebenarnya.

Sama halnya seperti hari-hari sebelumnya, hari ini pun sama. Dimana Ify hanya duduk termenung sembari menyandarkan tubuhnya di dinding dengan bantal sebagai penyangga agar punggungnya tidak sakit. Tangannya sibuk mengelus perutnya yang mulai terlihat membuncit. Meski tak ada lagi senyum di wajahnya tapi, perasaan hangat yang menelusup di hatinya tak bisa ia pungkiri saat menyentuh permukaan perutnya yang sudah memasuki usia empat bulan.

"Sepertinya aku udah nggak bisa tinggal di sini lebih lama," Ify menggumam, matanya menatap lurus ke arah dinding di depannya dengan tatapan tak terbaca.

"Cepat atau lambat, aku pasti akan menjadi bahan gunjingan dan cemoohan orang-orang. Aku belum siap dan mungkin nggak akan pernah siap." Tanpa terasa, air mata yang ia pikir sudah kering kembali menggenang di pelupuk mata. Memikirkan dirinya yang akan menjadi bahan omongan dan hinaan seketika membuat sudut hatinya berdenyut sakit.

𝐀𝐆𝐀𝐈𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang