AGAIN || KEPANASAN DALAM KEDINGINAN [18+].
.
.|Sentuhmu bagai candu, regukan manis di bibirmu bagaikan madu. Mencumbumu adalah inginku agar kau terhanyut dalam dekapku. Seringai setan menggoda imanku, memaksaku untuk segera memilikimu.|
[Copyright, 27 Desember 2020]
.
.
.IFY merapatkan jaket tebal yang dikenakannya, sarung tangan berlapis yang dipakainya pun tak mampu menghalau dingin yang melanda kala angin menghembus. Padahal hari masih petang tapi, udara sudah sedingin ini. Ia tak bisa membayangkan bagaimana dinginnya nanti malam. Apalagi kini dirinya—beserta murid kelas XI lainnya—sudah ada di puncak bukit Alesano. Ya, tepat pukul 3 sore tadi, mereka sampai dan langsung membangun tenda setelah beristirahat selama setengah jam.
"Nih," Ify menoleh saat merasakan ada seseorang duduk di sebelahnya.
"Biar anget," kata orang itu sembari menggedikkan dagunya ke arah tangannya yang tengah memegang secangkir teh hangat.
"Thanks," Ify menerima cangkir itu dengan seulas senyum tipis.
"Via kemana, Shill?" tanya Ify setelah menyesap pelan teh buatan Shilla, mendekap erat cangkir dengan kedua tangan guna merasakan kehangatan untuk mengusir dingin.
"Nggak tau, gue." Shilla mengangkat bahu, ia memeluk kedua lututnya lalu menumpu dagu. Matanya menatap lurus ke arah depan di mana Cakka kini sedang bersenda gurau dengan seorang gadis yang juga merupakan anggota kelompok F.
"Samperin sana," celetuk Ify tanpa menoleh. Ia sibuk menatap kumpulan awan yang nampak cantik diterpa sinar mentari yang membiaskan gradasi jingga keungu-biruan, pertanda bahwa malam akan segera tiba.
Helaan napas berat terdengar, Ify melirik sekilas ke arah temannya dan dapat ia lihat wajah cantik teman sejak SMP itu menyendu. Ia menggeleng pelan, tak mengerti dengan jalan pikiran temannya yang sedang galau tapi, gengsi.
"Gue diputusin."
Ify sontak menoleh dengan cepat, sebelah alisnya terangkat. Matanya sedikit membelalak meski pada akhirnya kembali normal. Ia menatap Shilla yang kini menenggelamkan wajahnya diantara kedua lututnya. Bahu gadis itu bergetar samar, pertanda bahwa temannya ini menangis.
"Diputusin kenapa?" tanya Ify pelan seraya meletakkan salah satu tangannya di kepala Shilla yang kini mulai terisak.
"Nggak tau," Shilla menggeleng.
Ify jadi bingung harus apa. Ia tak memiliki pengalaman apapun soal cinta. Apalagi pacaran. Bisa dibilang, dibandingkan dengan kedua temannya, hanya dirinya yang tak begitu tertarik dengan masalah hati. Jadi, hal yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah mengelus kepala Shilla, sesekali menepuknya pelan. Ya, setidaknya ia ada usaha untuk menenangkan temannya ini.
"Gue mau move on," cetus Shilla tiba-tiba mengangkat kepalanya. Dengan kasar mengusap wajah, tak menyadari jika Ify tersentak kaget akibat gerakannya yang terkesan buru-buru.
"Iya, move on." Sahut Ify menanggapi. Tak ingin membuat mood Shilla semakin buruk, jadi ia memutuskan untuk mengiyakan saja.
"Fy," panggil Shilla yang dijawab deheman pelan oleh Ify. "Enak ya, jadi, lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐆𝐀𝐈𝐍
RomantizmKetika ego kembali menyatukan retaknya hati yang hancur berserakan, menyembuhkan luka menganga, membalut duka lara, mengisi kekosongan jiwa, menumbuhkan lagi rasa cinta, dapatkah ia percaya bahwa serpihan-serpihan hidupnya yang telah lama mati akhir...