80. KESEPAKATAN

319 50 68
                                    


AGAIN || KESEPAKATAN

.
.
.

[Dalam cinta, tak ada satupun hal yang bisa dijadikan alasan. Tak ada perjanjian, entah apapun itu. Karena pada dasarnya, hati yang memilih. Jika pun ada, tentu itu bukanlah cinta melainkan logika yang sedang melakukan negoisasi.]

[Copyright, 28 September 2021]

.
.
.

SHILLA tahu, selama ini dirinya selalu berada dalam aturan kedua orang tuanya. Tak pernah sedikitpun ia beri kesempatan untuk memilih apalagi menentukan hidupnya akan menjadi apa? Semuanya telah diatur dan ia dengan terpaksa harus mengikuti segala ketentuan yang telah ditetapkan.

Ingin menolak tapi, apa daya? Dirinya tak punya kuasa. Selalu seperti itu. Jangankan menentang, mengutarakan pendapat saja ia tak mampu.

“Bagaimana kabar Gabriel, Shilla? Akhir-akhir ini Papa jarang lihat Gabriel berkunjung ke rumah. Kalian enggak lagi ada masalah, ’kan?“

Shilla yang saat ini sedang makan malam bersama kedua orang tuanya memandang sang Papa. Kemudian menggelengkan kepalanya yang dibalas kernyitan heran oleh pria paruh baya itu.

“Kenapa? Kok enggak jawab?“ tanya Damian menatap putri semata wayangnya.

“Shilla sama Gabriel baik-baik aja, Pa. Enggak usah khawatir,“ ucap Shilla akhirnya.

“Oh iya, kemarin Mama lihat kamu pulang sama seseorang, siapa?“ tanya Shani ikut menimbrung.

Shilla menghela napas, lelah. Iya, ia lelah dengan sikap orang tuanya yang terlalu mencampuri urusannya. Hidup juga kisah cintanya. Jika ia menjawab kalau kemarin ia diantar pulang Alvin, pasti baik Mama atau Papanya akan menyuruhnya untuk menjauhi Alvin dengan dalih bahwa dirinya sudah bertunangan dan sedang dalam persiapan menuju pernikahan yang akan diadakan bulan depan.

“Shilla?“ panggil Shani saat melihat anaknya hanya diam saja.

“Ma ...“ desah Shilla meletakan alat makannya. “Boleh enggak sekali aja enggak ikut campur sama apa yang aku lakukan?“

“Shilla!“ tegur Damian menatap tajam putrinya.

Shilla memalingkan wajah, “Shilla capek diatur-atur terus. Shilla juga pengen menentukan hidup Shilla sendiri tanpa campur tangan Papa dan Mama. Apa emang Shilla enggak punya hak buat melakukan itu, Ma? Pa?“ ujarnya dengan raut lelah.

Damian dan Shani yang melihatnya tertegun. Nampak jelas sekali di mata mereka bahwa putrinya kini sedang tertekan. Dalam benak mereka bertanya, apakah yang mereka lakukan selama ini salah? Memilihkan pasangan yang menurut mereka adalah yang terbaik untuk Shilla namun, dari apa yang saat ini mereka lihat jawabannya sangat berkebalikan dengan yang mereka pikirkan. Putrinya itu... terlihat tidak bahagia atas pertunangannya.

“Shilla enggak cinta sama Gabriel.“ Shilla bergumam pelan.

Damian dan Shani saling pandang, terkejut dengan apa yang mereka dengar barusan.

“Shilla—“

“Emang benar, kalo Gabriel itu cinta pertama Shilla tapi, apa emang Shilla harus selamanya cinta saat Gabriel sendiri udah nolak perasaan Shilla?“ potong Shilla menatap kedua orang tuanya secara bergantian.

“Enggak, ’kan?“ lirih gadis itu dengan perasaan yang tergambar jelas di wajahnya.

“Lalu sekarang Shilla maunya gimana?“ tanya Shani akhirnya.

𝐀𝐆𝐀𝐈𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang