48. NAIF

430 54 93
                                    


AGAIN || NAIF

.
.
.

[Kadang apa yang diinginkan hati itu selalu bertentangan dengan logika dan tak jarang pula, apa yang dipikirkan akan sesuai dengan yang dikata.]

[Copyright, 01 Agustus 2021]

.
.
.

PAGI menyambut, sang surya menggantikan tugas sang rembulan. Menyongsong dari arah timur dengan cahayanya yang terang dan hangat. Menyinari sebagian bumi hingga bagian tergelap. Di salah satu kamar apartemen mewah nan berkelas, seseorang yang masih terlelap di balik selimut tebalnya menggeliat. Merasa terganggu karena sinar matahari yang masuk melalui celah gorden tipis jendela dan balkon mengganggu tidurnya.

Mencoba untuk tetap tidur namun, tak bisa. Akhirnya kelopak mata yang ditumbuhi bulu lentik nan lebat itu mengerjap, menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retinanya. Sesaat setelah kedua matanya benar-benar terbuka, ia menyibak selimut yang menutupi seluruh tubuhnya hingga dada sampai akhirnya ia terdiam ketika melihat bra tanpa tali miliknya tergeletak begitu saja di lantai.

Mengedarkan pandangannya, ia membelalak saat mendapati bukan hanya bra saja tapi, juga gaun merah yang semalam ia pakai serta stelan formal laki-laki berwarna merah maroon lengkap dengan kemeja putih dan dasi berserakan di mana, heels putih juga sepatu pantofel kulit pun tak luput dari pandangan.

Ia menelan ludah susah, kemudian mengecek tubuhnya sendiri dan seketika menegang ketika melihat dirinya hanya memakai gaun tidur satin berwarna putih dengan tali tipis yang sebelahnya melorot sehingga sebagian payudaranya yang tak memakai bra terlihat.

"A-apa ... yang terjadi?" tanyanya tak mengerti pada diri sendiri sembari membenarkan tali gaunnya. Ia blank, tak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi padanya sehingga membuatnya berakhir seperti ini bersama seorang laki-laki.

Ceklek!

Terlonjak, ia benar-benar kaget dan dengan terburu-buru menarik selimut guna menutupi tubuhnya saat mendengar suara pintu kamar mandi dibuka. Ia terbelalak, tak percaya ketika melihat sosok laki-laki yang hanya mengenakan handuk di pinggang dengan rambut yang basah itu keluar. Berdiri di ambang pintu sembari mengusak rambutnya dengan sebelah tangan sementara sebelahnya lagi bergerak menutup pintu.

"E-El-derio?" gumamnya yang membuat si empunya nama menoleh.

"Kamu sudah bangun, Alifya?" tanya Elderio sambil berjalan ke arah Alifya yang meringsut mundur hingga punggungnya terantuk sandaran kasur.

"Kamu tidurnya nyenyak banget, aku enggak berani buat bangunin. Kalo kamu masih ngantuk, kamu tidur lagi saja. Lagian hari ini kamu enggak ada jadwal pemotretan, 'kan? Jadi, ya sudah, kamu istirahat saja di apartemen dari pada ke mana-mana tapi enggak ada tujuan." Laki-laki itu berujar sambil memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai.

"Kalo kamu lapar, aku sudah pesan makanan. Sudah aku taruh di kulkas, jadi kamu tinggal menghangatkannya saja." Rio tersenyum, mendekati Alifya kemudian duduk di tepi kasur-tepat di samping Alifya yang bergerak menghindar ketika ia mengulurkan tangan.

Mengerti, laki-laki itu menganggukkan kepalanya lalu menarik tangannya kembali. Menatap Alifya yang sejak tadi terus menatapnya waspada dan ia hanya menanggapinya dengan senyuman. Menghela napas pelan, ia pun berdiri kemudian berjalan ke arah kamar mandi.

"Hah!" Alifya menghela lega saat melihat Rio masuk ke dalam kamar mandi, ia menyibak selimut lalu turun dari ranjang setelah laki-laki itu menutup pintu.

𝐀𝐆𝐀𝐈𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang