16. HARAPAN

482 52 59
                                    


AGAIN || HARAPAN

.
.
.

|Tak ada yang bisa diucapkan selain ungkapan yang terus menjurus pada berbagai pertanyaan yang perlahan-lahan berubah menjadi pernyataan.|

|Copyright, 24 Maret 2021|

.
.
.


ELDERIO menghentikan mobilnya di pekarangan rumah, mematikan mesin lalu meraih sebuah paper bag coklat dengan pita putih yang tergeletak di kursi penumpang. Sebelum keluar dari mobil, ia mengecek terlebih dulu isi di dalam paper bag dan seulas senyum kecil terpatri di wajahnya yang nampak lelah.

Melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya sudah menunjukkan waktu dua dini hari dan bersamaan dengan itu suara gelegar dari langit terdengar. Pertanda akan turun hujan. Tak ingin terjebak di dalam mobil karena terlalu lama, ia pun menyambar ponsel dan dompetnya di dasbor lalu keluar dari mobilnya.

Tepat ketika ia menutup pintu, rintik hujan secara perlahan mulai turun membasahi bumi. Ia mengangkat tangan lalu meletakkannya di atas kepala guna menghalau air hujan yang semakin lama semakin deras agar tidak membasahi perbannya dan tanpa menunggu waktu lama, ia pun berlari karena sebagian tubuhnya sudah mulai basah kuyup.

"Sialan!" umpat pemuda itu sesampainya ia di depan pintu rumah. Tangannya mengibas-ngibaskan bajunya yang basah lalu perhatiannya seketika tertuju pada paper bag kemudian mengecek isi di dalamnya.

"Untung aja nggak basah," ucapnya kemudian sesaat setelah ia mengeceknya.

Jeder!

Suara guntur serta kilatan cahaya petir yang memekakkan dan menyilaukan itu sedikitnya membuat Rio terperanjat. Refleks ia menoleh, menatap rinai hujan selama beberapa saat sebelum akhirnya beralih pandang kemudian memilih masuk saat hembusan angin terasa begitu kencang.

Baru saja ia membuka pintu, lampu yang semula mati tiba-tiba menyala. Sebelah alisnya terangkat lalu kepalanya secara perlahan menoleh saat merasakan kehadiran seseorang.

"Lo?" heran Rio mengerutkan alis. "Kok lo bisa ada di sini?" tanyanya kemudian.

Agni, seseorang yang sejak tadi menunggu Rio menghela napas sembari memutar kedua bola matanya. Tangannya yang semula terlipat ia lepaskan lalu setelahnya ia berjalan mendekat ke arah pemuda itu.

"Bisalah," ucap Agni sembari menatap Rio kemudian mengulurkan tangannya. "Bukan cuma gue tapi, anak-anak The Recon juga ada di sini sekarang," imbuhnya dengan tangan yang mulai bergerak mengusak rambut basah Rio.

"Hah? Ngapain? Perasaan gue nggak nyuruh kalian buat datang ke rumah gue," kata Rio dengan ekspresi berpikir.

Agni yang mendengar itu mendengus lalu dengan entengnya ia mengibas rambut Rio hingga kembali berantakan setelah sebelumnya ia rapikan. Ia melipat kedua tangannya sembari memiringkan kepala kemudian menggeleng heran.

"Gue liat-liat luka di kepala lo nggak parah-parah amat deh, Yo. Tapi, kenapa lo jadi amnesia gini, ya? Padahal jelas-jelas kemaren lo nyuruh kita semua buat kumpul." Agni menjelaskan, membuat Rio yang tadi mengacak-acak rambutnya terdiam.

"Hah?" respon pemuda itu beberapa detik kemudian.

"Lo kenapa sih, Rio?!" pekik Agni yang sontak membuat Rio terlonjak.

𝐀𝐆𝐀𝐈𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang