AGAIN || YANG SEBENARNYA.
.
.[Secara perlahan, lembaran lama yang telah usang dan sengaja ditutup rapat terbuka. Menciptakan luka baru di atas duka lama yang telah bernanah.]
[Copyright, 25 Oktober 2021]
.
.
.AGNI turun dari taksi yang ditumpanginya, berjalan pelan sembari memegang perut ke arah pintu rumahnya yang sedikit terbuka. Setelah mengucap salam meski tak ada sahutan, ia masuk ke dalam. Melangkah menuju tangga dengan ringisan yang terus keluar dari bibirnya kala keram dan nyeri di bagian pinggang juga perutnya semakin menyiksa hingga langkahnya terhenti di tangga terakhir saat samar-samar ia mendengar suara ribut berasal dari kamar kedua orang tuanya.
Mendengus, Agni yang bosan akan pertengkaran mereka pun memilih untuk mengabaikan. Sakit di perutnya tetap menjadi perhatian utama sebelum teriakan nyaring dari Ayahnya ketika ia melewati kamar kedua orang tuanya seketika menghentikan langkahnya.
“MAU SAMPAI KAPAN KAMU MENGUSIK KEHIDUPAN ORANG LAIN, SARAH?! TIDAK CUKUPKAH DENGAN AMBAR YANG SEKARANG PERGI ENTAH KEMANA?!“
“Ambar?“ gumam Agni yang merasa familiar akan nama itu. Mengingat-ingat, ia pun mendengus saat sadar kalau itu adalah nama dari Ibu kandung adik tirinya, Alifya.
“MENGUSIK? AKU HANYA BERUSAHA MEMBERIKAN YANG TERBAIK UNTUK KELUARGA KITA.“ Sarah balas teriak.
“TERBAIK KAU BILANG?!“ sinis Frans dengan nada tingginya, menatap Sarah dengan kabut amarah.
“APANYA YANG BISA DISEBUT TERBAIK KALAU KAU SENDIRI MASIH BERUSAHA MENYINGKIRKAN IBU DARI ANAKKU?!“ bentak pria itu dengan suara yang menggelegar.
Sarah mendengus, berdiri dari duduknya lalu menghampiri Frans yang berdiri di dekat pintu balkon.
“Demi anak kita, Mas. Aku berusaha menyingkirkan duri yang mungkin bisa menyakiti, Agni. Pelacur itu, memang pantas untuk disingkirkan!“
PLAK!
Agni menutup mulutnya tak percaya, dirinya yang kini berdiri di samping pintu kamar kedua orang tuanya dibuat gemetaran saat suara tamparan keras dilayangkan Ayahnya pada sang Bunda yang kini memegang pipinya.
“Kamu menampar aku demi pelacur itu?“ desis Sarah dengan mata berkilat marah, menatap Frans yang terengah-engah karena luapan emosi yang tak bisa lagi terbendung.
“Kenapa? Kau tidak terima?“ balas Frans denhan tatapan tajamnya.
“Ya! Aku tidak terima! AKU TIDAK TERIMA!“ pekik Sarah dengan suara yang memekakkan telinga.
“Dia hanya pelacur, Mas! Berhenti membelanya dan jangan lagi berusaha mencarinya!“ kata Sarah yang semakin membuat Frans naik pitam.
“Dia Ibu dari anakku, Sarah. Sudah wajar jika aku masih mencarinya karena biar—“
“Anak! Anak! Anak!“ potong Sarah dengan nada marah. “ANAKMU HANYA SATU, MAS! HANYA AGNI! SATU-SATUNYA ANAK KITA!“ pekiknya tak terkendali.
“Anakku dua. Agni dan Fralify.“ Ralat Frans menekan penuh kata-katanya, menatap nyalang Sarah yang terkekeh sinis.
“Fralify?“ remeh wanita itu mendengus kasar. “Bukankah dia sudah mati? Kamu yang mengatakannya sendiri padaku kalau kamu tidak pernah memiliki anak bernama Fralify.“
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐆𝐀𝐈𝐍
RomanceKetika ego kembali menyatukan retaknya hati yang hancur berserakan, menyembuhkan luka menganga, membalut duka lara, mengisi kekosongan jiwa, menumbuhkan lagi rasa cinta, dapatkah ia percaya bahwa serpihan-serpihan hidupnya yang telah lama mati akhir...