"Happy engagement Ginatri dan Biantara."
Kalimat indah itu terbaca jelas di depan mata. Kedua keluarga sudah berkumpul untuk menyaksikan tunangan anak mereka dengan senyum semringah. Tepuk tangan mengudara saat kedua pasangan berhasil menyematkan cincin pada jari manis mereka.
Gyandra meremas ujung gaunnya, satu tangan lagi memegang buket bunga dengan gemetar. Melihat mereka sama seperti menabur garam pada luka. Sakit. Siapa juga yang tidak sakit ketika melihat kekasihnya bertunangan dengan kakak sendiri. Ah, ralat. Bukan kekasih, tapi mantan kekasih yang akan berubah menjadi calon kakak iparnya.
"Kenapa harus kakak? Kenapa harus kakak yang dipilih Bian?" Lagi-lagi pertanyaan itu terlontar dalam benaknya. Gyandra tahu jika itu tidak boleh. Namun, sisi lain hatinya terus mempertanyakan itu.
Gyandra menghembuskan napas dan melangkah pelan. Memberanikan diri untuk memberikan selamat pada kakaknya.“Kak Gina... Selamat," ucapnya dengan memeluk Ginatri erat. Berusaha setenang mungkin menyembunyikan kegundahan hatinya.
"Makasih, sayang." Ginatri membalas pelukan Gyandra dengan hangat.
Gyandra melepas pelukannya pada Ginatri dan berlalu pada Bian dengan hati berdebar. Hal yang sebenarnya tidak ingin dia lakukan.
Bukan karena benci. Namun, rasa takut dan bersalah itu menahan langkahnya untuk mendekat. Saat pandangan matanya bertemu, rasa sakit itu menyerang.
Gyandra tersenyum, memaksakan diri untuk tegar meski saat melakukannya sesuatu bergejolak dalam hati."Selamat, Kakak," ucapnya tergugu. Banyak doa yang ingin Gyandra ucapkan untuknya. Namun, sekedar mengucapkan selamat saja amat sulit.
Sementara Bian hanya menatap datar dan tersenyum tipis. Tidak ada lagi senyum hangat yang selalu dia berikan pada Gyandra. "Terimakasih," balasnya singkat lalu mengajak Ginatri untuk bergabung dengan keluarga juga para tamu yang diundang.Gyandra menatap punggung Bian yang menjauh dengan perasaan hampa.
"Mereka pasangan yang cocok yah. Serasi sekali." Gyandra menoleh dan mendapati Aida. Bibinya dari keluarga ayah. Dia tersenyum dan mengangguk.
"Gya kapan?" tanyanya lagi. Pertanyaan yang membuat Gyandra malas. "Apa gak sayang, yah? buat tunangan aja sampe di hotel. Udah kaya nikahan aja. Gimana kalo nanti nikah? tapi wajar sih Gina 'kan anak kesayangan Rama."
Gyandra menghembuskan napas. Lelah dengan yang seperti ini. Entah mengapa, Aida selalu saja memprovokasinya, dan Gyandra enggan untuk menanggapi lebih dalam. Bukannya takut, tapi ia tidak ingin menguras tenaga untuk hal yang tidak berguna.
Gyandra pergi tanpa merespon ucapan Aida. Hatinya terlalu lelah hari ini.
"Anak sama ibu sama saja! Gak sopan!"
Gyandra masih bisa mendengar makian yang dilontarkan oleh bibinya. Namun, dia tidak peduli. Baginya mencari tempat untuk membuat pikirannya waras jauh lebih penting saat ini.
Bangku Paling ujung jendela menjadi tujuan Gyandra. Duduk seorang diri menikmati jalanan kota Cirebon yang cukup padat juga kerlap-kerlip lampu dan aktivitas yang terjadi. Pemandangan sederhana yang sedikit mampu mengalihkan pandangan Gyandra dari pasangan yang berbahagia itu.
"Gya!"
Gyandra menoleh saat merasa dirinya dipanggil. Ada Ginatri, Bian juga wanita yang tidak Gyandra tahu namanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Pelakor
General FictionKebahagiaan yang Gyandra rasakan harus berakhir saat yang dicintainya tunangan dengan kakaknya sendiri. Mampukah Gyandra menjalani kehidupannya kembali? atau terpuruk dalam masalalu?