47. Gila

311 21 0
                                    

"Jadi konsepnya gimana?"

"Intinya aku mau bikin usaha disini, aku pengen kamu bantuin cari tempat yang kira-kira strategis dan deket kemanapun," ucap Gyandra.

Asha tampak berpikir serius. Wajahnya berkerut. Sedikit malas memikirkan apa yang harus dilakukannya. Terkesan repot, tapi jika dia berhasil dalam bisnis yang dilakukan bersama Gyandra, Asha yakin dirinya tidak perlu lagi untuk berkecimpung dalam malam yang penuh kubangan hitam. Keduanya larut dalam pikiran masing -masing. Namun, dering telepon membuat lamunan keduanya buyar. Dengan cepat Gyandra mengangkat telepon dari mamanya dan menutupnya dengan heran. "Cepat pulang hari ini!"
Hanya satu kalimat tanpa pertanyaan apapun, tapi cukup membuat hati Gyandra bertanya-tanya.

"Siapa?" tanya Asha

"Mamah."

"Ngapain? Suruh pulang?"

Gyandra mengangguk.
Asha mendesah. Ada sedikit rasa iri, juga mengejek pada Gyandra. Namun, Asha enggan untuk bergurau. "Gih balik, orang tua lu pasti khawatir banget sama lu," ucapnya.

Gyandra mendesah. Dia benar-benar jengah dengan perlakuan keluarganya yang masih menganggap dirinya seperti anak kecil. Gyandra menggeleng. "Aku gak mau pulang! Rasanya males ketemu sama orang rumah," ucapnya.

Asha menggeleng. "Syukurin aja apa yang ada. Gak semua orang seberuntung lu yang masih punya keluarga utuh," ucapnya menasehati.

Dahi Gyandra mengkerut. Dia melihat Asha sekilas lalu terdiam. Meskipun dibenaknya banyak pertanyaan, tapi dia menahan diri untuk bertanya. Gyandra kembali mendesah panjang. "Nanti deh. Aku lagi males. Lagi pula aku sengaja kesini buat jernihin pikiran aku, tapi boro-boro buat jernihin pikiran yang ada tambah mumet karena ditelepon terus. Berasa kaya ditagih rentenir," keluhnya.

"Emang pernah?"

"Kagak," jawab Gyandra dan keduanya tertawa. Tanpa menghiraukan telepon yang mendesak, Gyandra memutuskan untuk  mengajak Asha untuk berbelanja. Entah apa yang akan dia hadapi nanti, yang jelas hari ini dia ingin bersenang-senang. Dia mengajak Asha untuk mengelilingi kota Bandung dan sekalian untuk melihat-lihat lokasi mana yang sekiranya memungkinkan untuk bisnisnya. Asha menyetujui keinginan Gyandra. Dia mengajak Gyandra untuk segera bergegas mengingat dirinya tidak punya banyak waktu. Selesai berdandan dan bersiap, mereka meninggalkan kosan Asha dengan riang. Asha membawa Gyandra untuk menggunakan angkutan umum.

"Gak apa-apa 'kan pake angkot?"

Gyandra mengangguk. Justru dia merasa nyaman menggunakan angkutan umum daripada menggunakan kendaraan lain karena dia bisa melihat aktivitas kota kembang dari jarak dekat. Dan benar saja, baru maju beberapa meter, angkutan yang mereka tumpangi sudah berhenti. Ngetem. Menunggu beberapa orang untuk memenuhi tempat. Gyandra menatap kesibukan dari balik jendela angkutan umum, banyak muda-mudi yang mengantri di sekitar bundaran yang kemarin tadi pagi mereka lalui. Membuat Gyandra penasaran. Apa yang mereka tunggu hingga rela untuk mengantri. "Mereka nungguin apa, Sha??"

Asha mengikuti arah pandang Gyandra. "Oh, mereka lagi nunggu bus yang langsung ke kota," balasnya.

"Kok sampe antri begitu?"

"Maklum, baru buka jadi gratis sampe tujuan. Makanya antri," terang Asha. Gyandra hanya manenggukkan kepala.

"Eh, Gy, lu nanti pulang dijemput apa sendiri?"

Gyandra mengangkat bahunya pelan. "Gak tahu. Bodo amat ah, gak mau mikirin itu. Sempet ya pulang, gak sempet ya nginep gak mau bikin ribet!"

Asha mendesah. "Bukan gue mau ngusir lu, cuma kalo misal lu mau pulang malam ini, lebih baik kalo sekarang lu nikmatin aja suasana ini, besok lusa baru cari tempat yang bagus. Tapi kalo lu mau nginep lagi, gue bisa kenalin temen gue. Kebetulan dia tahu banyak soal yang begitu," usulnya.

Angkutan yang mereka tumpangi mulai maju meskipun jalan merayap, sayup-sayup Asha dan Gyandra mendengar keluhan si sopir karena kurangnya penumpang. Mobil pun kembali melaju dengan pelan. Baik Asha dan Gyandra tidak ingin memusingkan soal kecepatan mobil ataupun macet yang melanda. Mereka asyik dalam pikiran masing-masing. Dering telepon Gyandra tak henti berbunyi. Gyandra enggan mengangkat. Dia meraih handphone dan melihat nama yang tertera di layar. Tak ingin mematikan juga tak ingin mengangkat. Gyandra memilih untuk mengabaikan hingga dering telepon pun berheti baru dia mematikan handphone nya.

"Gy, emang lu gak khawatir?"
Gyandra mengangkat bahu. "Khawatir kenapa? Paling juga nyuruh cepet pulang," ucapnya kalem.

"Emang biasanya begini kalo lu main?"

Gyandra mengangguk. " Makanya aku males. Bukan sok berani atau apa. Aku tahu mereka sayang sama aku,aku juga tahu mereka gak mau aku kenapa-kenapa, tapi kalo tiap pergi jauh kaya gini, kesannya aku letoy banget jadi cewe dan jujur aja, aku ngrasa gak dipercaya sama keluarga aku sendiri. Anak kemarin sore aja udah main jauh masa aku masih dikurung terus sih. Justru kalo kaya gini kapan aku bisa mandiri," ucap Gyandra. Padahal dalam lubuk hatinya dia merasakan sedikit kejanggalan, tapi semua itu dia abaikan.

Angkutan yang mereka tumpangi mulai berjalan normal. Tak ada lagi acara ngetem. Sang supir memilih untuk mempercepat laju kendaraan. Berharap mendapat yang lebih baik saat dia pulang nanti. Asha dan Gyandra turun di terminal kecil. Dia melangkahkan kakinya pelan ke sebuah pusat perbelanjaan. Tak peduli pada apa yang terjadi nanti, Gyandra bersenang-senang. Dia membeli apa yang ingin dia beli dan memakan apa yang ingin dia makan. Hari semakin malam, keadaan pun makin ramai. Gyandra yang baru menikmati keindahan malam enggan untuk pulang saat Asha mengajaknya untuk pulang. "Gy, ayo balik. Udah malem nih. Angkot juga udah gak ada."

"Ngapain di bikin sulit sih. Kita bisa naik taksi atau naik bus yang tadi siang itu, nanti aja pulangnya."

"Ya udah beres lah. Baik bus atau angkutan itu cuma sampe jam sembilan malam tahu. Ini udah mau tengah malem. Lagian juga kita udah muter-muter dan belanja banyak. Lu mau cari apalagi? Makin malem disini emang rame tapi jangan lupa banyak preman juga. Lu mau dikira wanita gak bener?" Omel Asha.

"Aku lapar, Sha. Beli makanan yuk."

Asha hanya menggeleng. "Gue udah pesen taksi online. Beli makannya nanti aja di gang deket rumah."

Gyandra memanyunkan bibirnya, tapi dia tetap menurut. Dia berdiri dan menunggu taksi yang sudah Asha pesan hingga taksi pun datang dan mengantarkan mereka untuk pulang ke kosan Asha. Mereka sampai di kosan Asha. Asha langsung masuk dan menyiapkan makakan yang dia beli bersama Gyandra sementara Gyandra menunggu di ruang tamu. Dia mengambil handphone dan menghidupkannya. Alangkah terkejutnya saat dia melihat berapa panggilan dari kedua orang tuanya. Dan dia lebih terkejut lagi saat melihat pesan yang di kirimkan oleh ibunya.

"Gila!" Gumamnya.

Hallo. Minal aidzin wal faidzin. Mohon maaf lahir dan batin. Semoga amal ibadah puasa kita diterima.. selamat membaca.

Anak PelakorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang