Orang bilang, tidak ada yang murni dari pertemanan antara perempuan dan laki-laki. Diantara mereka pasti akan ada yang menyimpan rasa. Apalagi sebuah persahabatan. Namun, bagi Gyandra itu adalah hal yang mustahil. Setidaknya itulah yang dia pikirkan sebelum Juna menyatakan cinta. Meski jauh dari kata romantis bahkan dia yakin jika itu adalah pernyataan cinta yang tidak direncanakan sama sekali, Gyandra bisa melihat raut serius dalam ucapan Juna.
Jujur saja, bodoh jika dia menolaknya. Tampan, mandiri, dan pengertian. Sangat idaman untuk dijadikan sebagai suami. Namun, dibandingkan berdebar dan juga senang, Gyandra malah merasa dongkol. Bagaimana mungkin dia mengatakan semua dengan lancar tanpa menilai situasi. "Setidaknya kalo mau bilang agak romantis dikit kek, nyebelin!" Gumamnya.
"Kan kamu sendiri yang bilang mau makan dimana aja," sahut Bian.
Gyandra tersentak. Dia merutuki kebodohannya sendiri yang bisa-bisanya melamunkan Juna saat sedang bersama Bian.
"Kamu gak suka tempatnya?"
Gyandra menggaruk kepalanya pelan. Bingung harus menjelaskan apa. Makan siang bersama Bian tidak ada dalam daftarnya. Namun, karena dia harus ikut menghadiri pertemuan Bian bersama pihak J-Store mau tidak mau dia harus menemaninya ke Bandung.
Bian menatap Gyandra yang masih belum menyantuh makanannya sama sekali. Dia menaruh sendok dan menatapnya datar. "Coba lihat aku. Katakan! Kamu maunya apa dan kemana?" tanyanya.
Gyandra menyipitkan matanya curiga. Dia yakin jika Bian tidak salah makan atau tertimpa musibah. Namun, jujur saja, perubahan sikap Bian yang tiba-tiba membuatnya merinding. "Pengen pulang!" jawabnya asal.
Bian mengambil kembali sendoknya dan memakan makanannya. " Habiskan dulu makananmu, setelah itu kita pulang."
Gyandra tidak menggubrisnya. Malah memainkan garpu juga sendok yang ada di depannya. Sengaja membuat Bian tidak suka. Namun, rencananya gagal karena Bian sama sekali tidak menanggapinya dan tetap memakan makanannya dengan santai. Hingga membuat Gyandra menyerah dan menyantap makanan yang ada di depannya. Lapar.
Bian tersenyum saat melihat Gyandra memakan makanannya. Dia menggelengkan kepala melihat kebiasaan Gyandra yang suka merajuk tidak berubah sama sekali dan itu menarik bagi Bian. Dia menaruh sendok dan garpunya lantas memperhatikannya. Pemandangan didepan lebih menarik dibandingkan makanan yang dia santap.
Sadar jika dirinya di perhatikan oleh orang lain, Gyandra menaruh sendoknya dan menatap Bian ketus. "Apa? Belum pernah liat aku ma...."
Gyandra berdiri dan mencondongkan tubuhnya. Dia menunduk dan refleks menyentuh pipi Bian saat melihat ada sesuatu yang lain di sudut bibirnya. Bian tersentak. Dia mundur, tapi Gyandra menahannya. "Kamu berkelahi?"
Bian bungkam. Enggan menjawab. Dalam hati dia mengeluhkan soal kepekaan wanita didepannya yang begitu tajam tapi dia juga menikmati wajah panik Gyandra yang sudah lama tidak dia lihat. Meskipun begitu, dia menepis tangan Gyandra dan menatapnya datar. "Gak usah lebay! Itu bukan urusan kamu!"
Gyandra terdiam. Kaget juga sadar dengan penolakan Bian padanya. Benar! Semua bukan lagi urusannya. Untuk apa dia khawatir?
Gyandra mundur. Dia kembali duduk dan meminum jus strawberry nya sekali tandas. Mengabaikan makanannya yang masih setengah porsi. Tak lagi bernafsu.
Bian melirik Gyandra sekilas. Raut wajahnya terlihat kesal juga tidak berselera. Bian menghela napasnya pelan. Menyesal. "Maaf," gumamnya lirih.
Gyandra mendongak pelan. Dia mengalihkan tatapannya pada Bian dan menatapnya penuh tanya hingga membuat Bian salah tingkah. Bian mengusap tengkuknya yang tidak gatal. Bodoh sekaligus bingung dengan situasi yang dia hadapi. Kenapa juga dia harus minta maaf pada Gyandra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Pelakor
General FictionKebahagiaan yang Gyandra rasakan harus berakhir saat yang dicintainya tunangan dengan kakaknya sendiri. Mampukah Gyandra menjalani kehidupannya kembali? atau terpuruk dalam masalalu?