31. Mimpi indah

1.2K 134 11
                                    

"Ayo kumpul."

Bian membaca pesan singkat yang Leo kirimkan padanya. Dia melirik Gyandra yang masih fokus membuka beberapa dokumen yang belum selesai.
Sadar dirinya di tatap, Gyandra menoleh. "Kenapa?" tanyanya.

Bian menggeleng. Dia menatap jam di pergelangan tangan dan berdiri. "Aku harus pergi. Bereskan saja semua dokumen jika sudah selesai! Taruh di meja dan kunci pintu jika kau pulang," titahnya dan pergi meninggalkan Gyandra.

Gyandra berdecak. Dia menatap punggung Bian yang berlalu dengan hati bertanya-tanya. Namun, tidak bisa mengatakan apapun karena enggan memperburuk suasana hati atasannya dan kembali pada tumpukan tugas yang harus dia selesaikan. "Lebih cepat lebih baik!" serunya menyemangati diri sendiri meskipun hati dongkol setengah mati.

Sementara Gyandra berkutat dengan tumpukan dokumen, Bian membawa mobilnya menuju kafe untuk bertemu Leo. Jujur saja, tidak ada yang menarik saat Leo mengajaknya keluar, tapi hatinya berkata lain. Mungkin saja keluar bisa membuat hatinya sedikit lega dan penatnya hilang.

Bian memarkirkan mobilnya perlahan. Menatap sekitar dengan malas. Kafe selalu ramai saat hari minggu. Tidak peduli jika besok mereka barus sekolah ataupun kerja. Bian mengedarkan pandangan, mencari dimana Leo berada. Matanya menyapu kafe dengan teliti.

"Bian!" Seorang pria berseru memanggilnya. "Sini!" titahnya dengan menggerakkan tangan menyuruh Bian mendekat.

Bian menurut. Dia berjalan melewati meja-meja dan duduk tidak jauh dari pria yang memanggilnya. Tersenyum dan merangkulnya. Senang karena bertemu kawan lama dimana itu menjadi hal yang paling sulit saat mereka sibuk.

"Mana Leo?" tanyanya langsung.

"Gak perlu cari yang gak ada! kita udah lama gak ketemu. Emang kamu gak kangen sama temen yang paling tampan ini?" Guraunya dengan nada yang dibuat kecewa.

Bian terkekeh. Dia menaruh kunci mobilnya sembarang dan menatap Andre. Salah satu teman karibnya. "Gimana kabar?"

"Stuck! Cukup bosen dengan hal yang itu-itu aja, " jawab Andre sekenanya. "Kamu sendiri gimana?" Andre bertanya balik pada Bian.

"Gak buruk juga gak baik."

Andre menggeleng. "Lama gak ketemu, tetep aja masih gak jelas," celetuknya yang langsung dihadiahi pukulan pelan di bahunya.

"Kemana si Leo? Kebiasaan! Dia yang janji, dia yang telat!"

"Paling juga masih betah sama Gina. Makanya telat!" ucap Andre.

Bian terdiam. Dia menghentikan tangannya yang akan mengambil minum yang sudah dipesan dan menatap Andre penuh tanya.

"Gina? Sama Leo? Ngapain?"

"Biasalah! Namanya juga orang pacaran. Nasib sial aku kerumahnya. Baru dateng udah diusir. Kamu sendiri kenapa gak sama bocah?" tanya Andre yang masih belum menyadari wajah Bian yang berubah.

"Dia lagi sama kamu! Itu artinya dia gak sama Gya dan berhenti panggil dia bocah karena dia bukan anak kecil!"

"Nah, tuh anaknya nongol!" Andre menunjuk Leo yang berada di belakang Bian dengan semringah. Dia bertos ria dan merangkul Leo. Begitu juga Bian.

"Aku pikir kamu gak bakalan dateng karena lagi anteng ngapelin Gina!"

Lagi-lagi Andre berkata tanpa memperhatikan keadaan kedua karibnya. Dalam hati Leo memaki Andre yang begitu tidak peka menilai situasi. Leo melirik Bian singkat. Terbesit rasa bersalah di hatinya apalagi dia masih bisa merasakan hangat kecupan Ginatri di bibirnya, tapi melihat Bian yang acuh dan tidak peduli, rasa bersalah itu menguap. Berganti menjadi amarah. Leo tahu, ada sesuatu diantara Bian juga Ginatri yang tidak dia ketahui. Namun, apapun itu dia tidak ingin ikut campur selama apa yang mereka lakukan tidak melibatkannya.

Anak PelakorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang