13. Tidak berguna

1.5K 156 20
                                    

Gyandra memijit kepalanya yang pening. Dia sudah bisa menebak jika Bian tidak akan membuatnya mudah. Namun Gyandra tidak menyangka akan separah ini dihari pertama.

Tumpukan kertas yang menggunung di depannya harus dia selesaikan tanpa kecuali. Yang Gyandra tahu, Bian akan mengarahkannya. Namun, ekspektasi tidak selalu sama dengan kenyataan.

Diluar dugaan, Bian hanya memberikan tugas tanpa mengarahkan apapun. Dia hanya berkata selesaikan ini, bereskan itu, lakukan ini, lakukan itu dan berbagai hal yang tidak masuk akal sama sekali, dan hal yang paling Gyandra benci adalah dia harus melakukan hal yang biasanya tidak dilakukan oleh seorang asisten. Seperti mengambil kopi atau sarapannya. "Sekalian!"  Itulah kata andalan Bian saat Gyandra protes padanya. Mau tak mau, Gyandra harus mengalah.

Disatu sisi dia bersyukur. Karena Bian, Gyandra bisa berkenalan dengan orang-orang yang ada dia kantor tanpa sulit.

Gyandra menghela napas dan Meregangkan otot-ototnya. Dia melirik jam, tidak terasa sudah waktu makan siang. Ingin rasanya untuk pergi ke bawah dan sekedar mengganjal perut, tapi melihat tumpukan yang belum dia selesaikan membuatnya urung. Gyandra melirik meja Bian. Bisa dia lihat Bian tertidur dengan menopang dagu. "Dia terlihat tenang saat tidur," batinnya.

Gyandra menatap Bian dalam diam. Bisa dia lihat raut lelah dalam wajahnya. Melihatnya membuat amarah Gyandra meluruh. Bisa dia bayangkan bagaimana repotnya Bian saat melakukan semua sendirian.

"Mba Gya, mau istirahat bareng?"

Gyandra tersentak. Dia menoleh dan mendapati Annisa, staf bendahara mengajaknya untuk istirahat bersama. Gyandra tersenyum kikuk. Malu karena tertangkap basah mengamati Bian meskipun tidak sengaja. Gyandra menimbang, apakah dia harus menyelesaikan masalah perutnya atau menyelesaikan dokumen yang menggunung di hadapannya. Ingin menolak, tapi dia tahu bahwa saat perut kosong bisa membuatnya tidak konsentrasi saat bekerja. Ingin pergi, dia bingung karena Bian belum keluar dari ruangannya. "Apa gak apa-apa? Gimana kalo Bian nyari? tapi 'kan ini waktu istirahat. Pasti dia ngerti."

"Mbak?"

Gyandra tersadar dari lamunannya. Dia menghela napas dan tersenyum. "Aku ikut," ucapnya memutuskan untuk menerima tawaran dari Anissa.

Gyandra  mengikuti Anisa ke kantin dengan mengingat setiap sudut kantor. Meskipun tidak besar, tapi cukup membuat orang tersesat mengingat dirinya yang suka lupa jalan. Sampai di kantin, Gyandra melihat banyak orang yang mengantre untuk makan. Meskipun banyak sebagian yang memilih untuk pesan makan online atau makan disekitar kafe terdekat. Annisa membaca daftar menu yang ada di mading yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri. "Hari ini menunya empal gentong. Mba suka gak?" tanya Anisa padanya.

"Suka sih, tapi...."

"Kenapa?"

"Aku lagi pengen lotek. Disekitar kantor ada yang jualan gak yah?" tanyanya pada Anisa.

"Ah, aku tahu tukang lotek yang enak disini. Mau aku pesenin?" tawar Anisa.

Gyandra mengangguk antusias. Menerima tawaran Anisa dengan senang hati. Meskipun hari pertama dia bekerja dikantor Bian, dia bersyukur mempunyai teman yang peduli padanya.

"Sebentar, aku telpon dulu mbaknya."

"Eh, gak bisa makan di tempat?"

Anisa menahan tangannya untuk memesan, tampak menimbang usul Gyandra.

"Bisa sih mba, mau kesana aja?" tanyanya.

"Iya."

"Tapi...."

"Kenapa?"

"Jalan kaki gak apa-apa?"

"Kenapa enggak? Ayo!"

Anak PelakorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang