Gyandra terkejut saat mengetahui ada Juna di depan gerbang rumahnya. Dia tersenyum senang dan segera menghampirinya. "Juna! Kenapa gak bilang mau kesini?"
"Surprise!" Serunya dan merentangkan tangan. Juna memeluk Gyandra singkat dan menariknya menuju motor. "Ayo," ujarnya dengan memakaikan helm pada Gyandra.
Gyandra hanya diam dan tersenyum melihat tingkah Juna yang begitu memanjakannya. Bukan sekali dua kali Juna bersikap manis padanya. Namun, Gyandra tidak ingin menyalah artikan sikap Juna dan membuat kesalahan yang mungkin bisa merusak persahabatan mereka.
"Mau sarapan dulu apa langsung ke kantor?" tanya Juna.
"Soal perut lebih penting. Ayo kita sarapan!" Seru Gyandra.
"Siap! Pegangan yang kuat, nyonya!"
Gyandra memekik saat Juna membawanya dengan kecepatan tinggi. Dia memejamkan mata dan memeluk Juna erat. "Juna, stop!" titahnya dengan memukul helm Juna keras hingga membuat Juna tertawa.
"Cemen! baru segini udah takut," ledek Juna dengan mengurangi kecepatan motornya."Bukan takut, tapi aku masih mau hidup!" Teriaknya.
"Gak ada yang bilang kalo kamu bakal mati hari ini. Heran yah sama kamu, kalo ketemu aku pasti ada aja ngomelnya," ujar Juna.
"Daripada diem disaat gak nyaman, mending bilang," jawab Gyandra tegas.
"Iya deh iya. Cewe mah selalu benar!"
Gyandra tertawa mendengar ucapan pasrah Juna. Dia memeluk Juna kembali hingga membuat Juna meliriknya singkat dan membuat hidung mereka nyaris bersentuhan.Gyandra terkesiap. Wajahnya terasa panas dan hatinya berdebar. Dia memalingkan wajah juga melonggarkan pelukan pada Juna. Dalam hati dia merasa beruntung karena sedang berada di atas motor. Jika tidak, Gyandra pasti sudah sibuk menutupi wajahnya karena takut Juna akan melihat rona merah dipipinya. "Dasar bodoh!" rutuknya pelan.
Motor merapat di pinggir jalan. "Sarapan disini gak apa-apa 'kan?" ucap Juna sambil melepas helm yang dia kenakan.
Gyandra mengangguk. Juna menggandeng tangan Gyandra lembut dan menyuruhnya duduk di salah satu kursi sedangkan dia memesan makanan. Pembeli cukup banyak, tapi beruntung tidak membuat mereka menunggu lama untuk mendapatkan dua porsi bubur sop ayam. "Ini pesanannya," ucap bapak penjual yang dibalas senyum oleh Juna dan Gyandra.
Entah perasaan Gyandra atau memang Juna yang lebih perhatian pada Gyandra. Namun, ketika dia menatap wajahnya, pandangan Juna bukan padanya melainkan pada sesuatu yang berada di belakang. Gyandra menoleh kebelakang untuk memastikan sesuatu, tapi nihil. Dia juga tidak menemukan apapun yang sekiranya menarik untuk dilihat.
"Kamu liat apa sih?" tanya Gyandra dengan mengikuti arah pandang Juna. Namun, Juna mencegahnya dan memaksanya untuk menghabiskan bubur yang ada dihadapannya. "Gak ada apa-apa. Cepet abisin buburnya!"
Tak ingin ambil pusing, juga tidak ingin terlambat, Gyandra melakukan apa yang di titahkan oleh Juna. Dia menghabiskan buburnya dengan cepat. Selesai menghabiskan buburnya, Juna mengantarkan Gyandra ke kantor. "Pulang jam berapa? Biar nanti aku jemput," tanyanya.
Gyandra berpikir. Dia pun tidak tahu akan pulang jam berapa mengingat Bian terkadang menahannya dan sering membuat pusing kepala. "Nanti aku kabarin kalo mau pulang, gih berangkat," katanya dengan mendorong Juna pelan. Juna tersenyum. Dia mengacak surai Gyandra dan berlalu. Saat berbalik, Gyandra bertemu dengan Anisa dan masuk kantor bersama. Tanpa Gyandra sadari jika seseorang sedang menatapnya lekat.
Gyandra baru saja sampai di kantornya. Saat hendak masuk, dia terkejut karena seseorang menahannya. Gyandra menoleh ke belakang dan mendapati Bian menatapnya tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Pelakor
General FictionKebahagiaan yang Gyandra rasakan harus berakhir saat yang dicintainya tunangan dengan kakaknya sendiri. Mampukah Gyandra menjalani kehidupannya kembali? atau terpuruk dalam masalalu?