48. Kecewa

578 43 4
                                    

"Jam berapa ini? Kenapa anakmu belum pulang juga, Ma?"

"Sabar, Pa. Apa kita gak bisa kasih Gya kesempatan buat main dulu? Masalah ini kan bisa diselesaikan nanti. Memang harus selesai hari ini juga?"

"Kamu ini! Selalu saja belain anak kamu! Lihat tuh hasilnya. Masa tunangan kakaknya dia ambil. Kamu mau anakmu jadi perebut milik orang, hah!"

Ayu yang mencoba untuk tenang pun mulai terbawa emosi mendengar ucapan Rama. Perebut milik orang katanya? Rama tidak tahu saja siapa yang sebenarnya merebut dan apa yang terjadi. Yang di dengar hanya sebagian, yang salah semuanya. Ayu menatap Rama kesal. "Setidaknya bersikap tenang dulu sebelum menilai. Bukan hanya cuma mendengar dari satu arah, tapi kamu juga belum tahu yang sebenarnya, mas. Jangan sampe apa yang kamu lakukan bikin kamu nyesel! Dan satu lagi. Gya itu anak kita, bukan anakku saja!" Ucapnya dengan berdiri dan meninggalkan Rama seorang diri.

Rama terdiam. Jika istrinya sudah memanggil kamu, maka Rama yakin jika  Ayu sudah benar-benar marah. Ya, lagipula siapa yang tidak akan marah jika anaknya dijelekkan tanpa tahu yang sebenarnya. Lagi-lagi Rama melihat jam. Dia mencoba berkali-kali menelpon Gyandra tapi yang terjadi malah tidak aktif. Rama kesal. Dia melihat Ginatri ke kamarnya, tapi dia tidak menemukan Ginatri di manapun. Khawatir jika anaknya melakukan hal yang tidak-tidak, Rama menelponnya dan merasa lega saat mengetahui Ginatri berada di rumah temannya. Hingga pagi menjelang, Rama masih tidak melihat anak-anaknya dirumah, baik Ginatri maupun Gyandra. Dia memutuskan untuk pergi bekerja. Dia pergi ke ruang makan untuk sarapan dan tidak menemukan istrinya. Hanya ada sepotong roti dan kopi yang sudah tersaji. Rama menghela napasnya. Entah apa yang tengah terjadi pada keluarganya. Baik istri maupun anaknya kini tak ada. Rama merasa sendiri.

Sore hari, setelah pulang dari kerja barulah dia melihat Gyandra. Melihatnya, amarah Rama memuncak. Dia menaruh kedua tangannya di pinggang dan menatap Gyandra. "Dari mana saja kamu?" Teriaknya. Gyandra yang baru bangun tidur dan hendak mengambil air di dapur sontak saja terkejut dengan kehadiran Rama. Entah pasal apa yang membuatnya berteriak pada Gyandra sepulang kerja. "Gy... Gya baru bangun tidur mau ngambil air minum, Pa. Papa baru pulang?" Tanyanya belum mengerti situasi. Rama mengatur napasnya yang kembang kempis sedangkan Gyandra memegang erat gelas yang dibawanya. Takut untuk turun.

"Turun! Papa mau ngomong sama kamu!"

Gyandra meneguk air liur dengan gugup. Bagaimana mungkin perkara mematikan handphone bisa berujung kemarahan Rama? Tahu begitu mungkin Gyandra tidak akan mematikan handphonenya dan pulang dengan segera, tapi bodoh amat. Nasi sudah jadi bubur jadi nikmati saja yang ada di depan mata. Entah mau marah atau apapun, Gyandra tidak peduli. Dia turun perlahan. Namun, dia tidak mengikuti Rama ke ruang tamu melainkan pergi ke dapur terlebih dahulu untuk mengisi gelas dan membasahi kerongkongannya yang kering. Kali saja dibutuhkan berdebat alot dengan Rama. Minimal tenggorokannya tidak kering.
Rama yang melihat keacuhan Gyandra merasa geram. Dia merasa disepelekan oleh Gyandra. "Mau ngapain kamu kesana? Apa itu caramu menghormati orang tua? Hah?!"

"Gya kan udah bilang, kalo Gya haus, Pa. Apa gak bisa Gya minum dulu baru ikutin papa? Toh Gya juga gak akan kemanapun."

"Berani kamu sama orang tua? Bukannya bergegas malah masih ngeyel!"

Gyandra menghela napasnya pasrah. Entah setan apa yang merasuki Rama hingga apapun yang dilakukan Gyandra menjadi serba salah dimatanya. Niat minum pun terpaksa ditunda. Dia kehilangan selera dan mengikuti Rama ke ruang tamu. Belum juga duduk, Rama kembali membuatnya terkejut. "Umurmu berapa sekarang? Masih muda udah berani merebut milik orang. Mau jadi pelak*r kamu?"

Gyandra terdiam. Tidak mengerti maksud Rama yang tiba-tiba menyerangnya. "Maksud Papa apa?"

"Kamu memang gak ngerti apa pura-pura gak ngerti? Kamu pikir papa gak tahu kalo kamu merebut Bian dari Gina? Emang gak ada lelaki lain sampai kamu harus merebut tunangan kakak sendiri?!"

Merebut? Apa maksudnya? Gyandra terdiam. Otaknya mencerna bagaimana dia harus menjawab ucapan Rama. Ingin menjelaskan tapi darimana? Sedangkan Rama terlanjur menuduhnya yang tidak-tidak. Jangankan menjelaskan, Gyandra bahkan tidak tahu dari siapa Rama bisa mengetahui tentang hubungannya dengan Bian. Mana informasinya salah. Gyandra hanya bisa diam dan menundukkan kepalanya. Posisi itu membuatnya serba salah.

"Kenapa diam saja? Sejak kapan kamu menggoda dia,hah? Dasar tidak tahu malu!" Rama mengetukkan jarinya pada kepala Gyandra. Marah membuatnya hilang akal. Dia terus menerus membentak dan menuduh yang tidak-tidak sampai Gyandra tersulut. "Hentikan, Papa! Memang benar kalo aku mencintai Bian, apa aku salah jika mencintai dia? Tapi merebut? Papa... Apa papa pikir Gya setega itu? Gya gak tau kalo selama ini papa memandang Gya serendah itu. Apa papa percaya kalo Gya merebut dia dari kak Gina?"

"Terus? Kamu mau bilang kalo Gina merebut Bian dari kamu? Papa tahu bagaimana sikap Gina. Tidak peduli secinta apa kamu pada Bian seharusnya kamu bisa menahan nafsu dan tidak berbuat serendah itu!"

Sakit. Gyandra menutup matanya. Tuduhan Rama yang tidak berdasar membuatnya benar-benar kecewa. Tanpa sadar Rama telah mengakui bahwa yang dia sayangi hanyalah Ginatri. Serendah itu katanya? Memang Gyandra berbuat apa? Memang benar jika rindu kadang menggebu membuatnya ingin bertemu dengan Bian. Tapi, semenjak Bian pergi dan memutuskan untuk bertunangan dengan Ginatri, tak ada sedikitpun rasa untuk merebutnya kembali. Meski kadang hati masih tak menerima. Ucapan Rama kembali membuat luka hatinya menganga. Gyandra mengepalkan tangannya kuat. Berusaha untuk menahan air mata yang turun. "Pa, apa Gya benar anak papa? Kenapa papa bisa setega itu sama Gya? Gya gak tahu papa dengar kabar itu dari mana, tapi..." Gyandra tercekat. Napasnya mulai berat dan pandangannya mulai mengabur. Dia mendongak dan menatap Rama penuh luka. "Gya gak serendah itu, Pa. Apa sulit bagi papa buat bertanya sebelum memutuskan? Apa sulit bagi papa untuk mendengar penjelasan Gya sebelum papa menuduh yang bukan-bukan tentang Gya? Gya baru tahu kalo selama ini Gya dipandang sebelah mata sama papa."

Malam semuanya. Maafkan selow yah, tapi insyaallah tetep up. Selamat membaca, selamat istirahat. Btw yang punya app hijau boleh mampir ke akun dande ya. Insyaallah nanti mau up cerita baru. 💕

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Anak PelakorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang