17. Jangan pikirkan

1.3K 152 8
                                    

Aida menatap Bian juga Gyandra bergantian. Dia terlihat kesal karena mereka pulang bersama. "Kamu sengaja nganterin dia?" tanyanya curiga.

Gyandra menatap Bian kesal. Bagaimana tidak? Dia dengan sengaja menarik Gyandra paksa. Beruntung keadaan kantor sepi. Jika tidak, entah mau di taruh dimana wajahnya. Belum lagi, pulang bersama adalah hal yang tidak pernah terpikirkan sedikit pun oleh Gyandra.

"Bian mau ke Gina, tante. Kebetulan Gya juga mau pulang . Jadi sekalian," terang Bian pada Aida.

Gyandra melirik Bian lalu berlalu meninggalkan mereka setelah Ginatri datang. "Dasar pembual. Ada saja alesannya!" rutuknya.

Gyandra masuk ke kamar dan mandi. Dia juga enggan turun untuk berkumpul bersama karena ada bibinya juga Bian. Udara panas membuat Gyandra membuka jendela kamar dan membiarkan udara malam masuk melalui pintu jendela yang terbuka. Dengan pelan dia duduk di sisinya dan melihat bulan sabit dilangit malam.

Gyandra menghela napas. Malam begitu tenang dengan bintang yang bertaburan. Sesaat, pikirannya melayang. Membawa Gyandra pada saat bersamanya.

"Lihat! Cantik 'kan?"

Bian menatap bulan singkat dan memalingkan wajah pada Gyandra. "Cantik. Sangat cantik."

Tatapan Bian yang mengarah padanya membuat Gyandra memalingkan wajah. "Kenapa? Kamu memang cantik kok. Pantas kalo aku bilang begitu. Coba senyum, pasti sama kaya bulan yang kamu tunjuk itu," ujarnya meyakinkan.

Gyandra tersenyum miris. Rasanya baru kemarin dia mereguk manisnya cinta. Hari ini dia sengsara karenanya. Dia bangun dan menutup jendela. Meski sudah berusaha untuk lupa, selalu ada saat dimana dia mengingat semuanya. Hal yang justru dia coba untuk lupakan, malah sengaja datang tanpa diundang.

Lelah. Gyandra memutuskan untuk berbaring di kamarnya. Langit-langit kamar dengan hiasan bintang justru malah membuatnya semakin sesak. Besok-besok mungkin dia harus mengganti hiasan langit-langit kamarnya.

"Gya!"

Gyandra menoleh saat mendengar suara ketukan dan panggilan dari seseorang. "Iya," balasnya dan berdiri. Dia membuka pintu dan mendapati Ayu telah berada di depan pintu kamarnya dengan membawa makanan.

Tersenyum, Ayu menatap Gyandra hangat. "Makan dulu, mama bawain makanannya kesini," ujar Ayu.

"Padahal gak usah dibawain, Ma. Gya udah kenyang," dustanya.

"Biarpun begitu, coba makan sedikit. Mama gak mau kamu sakit," balas Ayu penuh perhatian.

Gyandra mengambil nampan yang dibawah Ayu dan tersenyum hangat. "Makasih, Ma. Gya makan ini di dalem yah. Mama mau masuk?" tawarnya pada Ayu saat melihatnya tak kunjung pergi.

Gyandra mengira Ayu akan menerima tawarannya dan masuk dan menemaninya makan. Meskipun dia terpaksa harus menghabiskan makanan yang tidak ingin dia makan jika bersama Ayu. Namun, diluar dugaan, Ayu hanya membelai surainya dan berkata lirih. "Mama gak nyangka kalo anak mama udah gede. Mama yakin, apapun yang Gya alami bisa Gya lewati dengan mudah karena doa Mama selalu ada buat anak-anak Mama," ucapnya dengan senyuman penuh perhatian dan berlalu.

Gyandra terpaku. Dia tidak mengerti mengapa Ayu mengatakan hal yang begitu sentimen. Seolah dia mengerti apa yang Gyandra rasakan, seolah dia mengetahui apa yang Gyandra sembunyikan. Perkataan Ayu menohok hatinya. Membuatnya benar-benar lemah sekaligus bersyukur.

Gyandra menatap kepergian Ayu dengan mata yang berkaca. Dia menutup pintu dan meletakkan makanan pemberian Ayu diatas meja tanpa menyentuhnya. "Mama," lirihnya dengan sesak. Gyandra menangis. Tidak kuasa menahan semua perasaan lelahnya yang terpendam. "Gak apa-apa. Semua pasti baik-baik saja. Aku kuat! Aku bisa melewati ini," ujarnya menyemangati diri sendiri.

Anak PelakorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang