Gyandra terus menerus melihat ke dalam layar ponselnya. Berharap ada pesan atau telpon masuk. Namun, hampir setengah jam dia menunggu, yang ditunggu tak kunjung datang."Menyebalkan! Tahu begini aku gak akan datang on time!" rutuknya.
Namun, tanpa Gyandra sadari jika yang ditunggu ternyata sudah sampai lebih dulu hanya saja dia tidak berada di kafe yang sama melainkan kafe lain yang ada diseberangnya. Dalam hati dia menertawakan penglihatan Gyandra yang sudah rabun seperti orang tua. Merasa kasihan, dia memutuskan untuk menelpon yang langsung diangkat oleh si empu pada dering pertama."Kamu dimana?"
Pertanyaan dengan nada ketus terdengar di telinga Juna. Senyumnya merekah saat dia bisa melihat wajah kesal Gyandra yang berada tidak jauh dari tempatnya berada.
"Santai bos. Gak usah ngegas gitu dong cantik. Aku di depan kamu kok," balas Juna.
"Mbah mu! Kalo kamu di depan aku udah aku jitak dari tadi tau gak! Ini udah tiga puluh menit dari waktu yang kamu janjiin. Kenapa belum dateng aja?" Gyandra melepas emosi yang tertahan pada Juna.
"Siapa bilang aku gak on time? Orang aku dateng sebelum kamu, kok. Kamu aja yang gak liat kalo aku ada di depan kamu."
Demi Tuhan, rasanya Gyandra benar-benar ingin meledak saat ini. Bagaimana mungkin Juna berada di depannya sementara dia tidak melihat batang hidungnya.
"Sumpah yah. Kalo kamu cuma niat ngerjain aku, aku gak bakal maafin kamu," ancam Gyandra pada Juna yang sukses membuat Juna tertawa.
"Kamu tuh yah, coba liat depan kamu baik-baik. Pasti bakal liat kalo aku ada di depan kamu."
Gyandra tahu jika Juna adalah orang yang paling menyebalkan, sinting, juga besar mulut, dan dia tidak ingin percaya padanya, sungguh. Namun, Gyandra tetap mengedarkan pandangan dengan teliti. Jengkal demi jengkal tempat yang ada dihadapannya sampai dia melihat seorang pria dengan setelan santai sedang melihatnya geli dan melambaikan tangan.
Juna segera mematikan telpon dan menghampiri Gyandra secepat dia bisa saat melihat tatapan maut Gyandra. Dengan santai dia menarik kursi dan duduk di depan Gyandra tanpa dosa.
Satu menit, dua menit hingga lima menit berlalu. Sampai seorang pramusaji datang untuk mencatat dan membawa pesanan mereka. Namun belum ada percakapan berarti dan membuat Gyandra mulai jenuh. Dia menaikkan kedua alisnya dan menatap Juna malas.
"Kamu nyuruh aku nemuin kamu cuma buat duduk doang? Serius?" tanya Gyandra sinis.
Mendapat tatapan skeptis dari Gyandra tidak membuat Juna ciut. Justru dia lebih tergoda untuk menggoda lebih. Juna menyandarkan diri senyaman mungkin dan melipat tangan di dada. Dia menatap Gyandra dan tertawa kecil.
" Oke, aku minta maaf karena bikin kamu kesel. Maafin aku, oke?" ucapnya mengalah.
Gyandra masih diam menatapnya sinis. "Jadi, mau ngapain ngajak ketemu?" tanyanya langsung ke inti.
Juna menghela napas. Memang sulit untuk bergurau dengan Gyandra yang selalu serius. Namun sialnya hal itu tidak berlaku untuk satu orang. "Santai dikit napa sih. Kita 'kan baru ketemu. Gak kangen apa sama aku?"
Gyandra mencebik. "Gak perlu basa basi. Cepet kasih tau ada apa?"
"Ya elah neng, galak amat. Aku mau tanya soal kerjaan kamu. Gimana? Udah dapet?"
Gyandra meminum jusnya dengan cepat. Entah memang tidak tahu atau pura-pura tidak mengetahuinya, tapi satu hal yang pasti. Bagi Gyandra pertanyaan Juna benar-benar menyebalkan.
"Nihil," ucapnya putus asa dan membuat Juna terbahak. Ditertawakan Juna membuat Gyandra kesal. Dia mengambil kotak tisu dan melemparnya. Namun, berhasil ditangkap oleh Juna dengan mudah.
"Sogokannya kurang gede kali, makanya ditolak," celetuknya dengan nada geli.
Lagi-lagi ucapan Juna membuat Gyandra gemas. Dia mengangkat sendok di tangannya untuk memukul Juna. Namun, buru-buru Juna melindungi kepalanya dengan tangan hingga membuat Gyandra urung untuk memukulnya. "Mulut kamu tuh yah. Perlu banget aku sumpel pake cabe sekilo. Lagian aku cari kerja buat dapet duit bukan kasih duit. Kalo kudu nyogok ngapain kerja. Udah aja bikin usaha sendiri," terang Gyandra sebal.
Wajah Gyandra yang sedang marah menjadi pemandangan indah bagi Juna. Semakin Gyandra marah, dia semakin manis.
"Ya ampun, Gy. Kamu tuh polos apa bego sih? Jaman sekarang tuh udah serba duit. Mau apa aja pake duit. Orang mau BAB aja bayar, apalagi kerja."
Gyanda menyadarkan kepalanya pada meja. Meskipun kesal, ucapan Juna ada benarnya. Jaman sekarang memang serba uang dan kenyataan itu membuatnya frustasi .
"Lagian kenapa sih gak ambil perpanjangan kontrak aja, bukannya kerja disana udah enak? bokap juga nawarin buat hendle kerjaan beliau 'kan? Kenapa gak diambil aja sih? Enak 'kan kalo kerja bareng bokap sendiri. Mau apapun gak masalah."
"Gak mau! Aku butuh suasana baru."
"Yakin? Bukan untuk menghindar 'kan ?"
Gyandra melirik Juna dari ujung matanya. Ucapan Juna menohok hatinya. Nasib sial memang jika punya teman kelewat peka.
"Benerkan?" tanyanya lagi memastikan dan hanya dibalas desahan berat dari mulut Gyandra.
"Kerja di tempat ku mau gak?"
"Berani bayar berapa kalo aku kerja di tempatmu?"
Jika saja yang ada dihadapan Juna adalah teman lelakinya, Juna mungkin akan memaki keras karena tidak tahu terimakasih. Namun, Juna harus menahan diri karena yang ada dihadapannya adalah wanita kesepian yang sedang membutuhkan pertolongannya.
Dengan sengaja dia menopangkan dagu dan menatap Gyandra dengan tatapan paling manis. "Seperangkat cinta," ucapnya membuat Gyandra meringis jijik.
Asik dengan perdebatannya, mereka tidak sadar jika sedang diperhatikan.
"Cie yang lagi asik. Kita boleh gabung gak?"
Gyandra dan Juna sontak menoleh ke sumber suara dan tersentak saat melihat siapa yang menghampiri mereka.
"Aku sih keberatan, tapi kayanya yang di samping aku oke aja kalo kalian gabung. Jadi gak masalah," ucap Juna memecahkan keheningan diantara mereka.
"Maaf, sebenernya aku gak ada niat buat ganggu, tapi sebagai kakak yang baik tentu saja harus tahu siapa pria yang deketin adiknya 'kan?" balas Ginatri dan mereka tertawa.
"Jangan dengerin dia kak. Otaknya emang rada kurang," ejek Gyandra dengan melirik Juna judes.
" 'Kan kamu yang melengkapi," goda Juna.
"Amit-amit!" Tolak Gyandra tanpa ragu dan membuat Ginatri tertawa.
"Maaf, kamu...."
"Ah, aku Juna. Temen Gya."
"Temen? Kukira pacar. Aku Gina dan ini tunangan aku, Bian."
Berbeda dengan Juna yang langsung akrab dengan Ginatri, Bian lebih menjaga jarak dari Juna.
Sebenarnya, saat dia membuka pintu kafe dan melihat Gyandra sedang bersama pria, Bian sudah mencoba untuk menghindar dengan mengalihkan perhatian Ginatri dengan mengajaknya ke kafe lain. Namun, sialnya Ginatri terlalu jeli dan menyadari kehadiran Gyandra.Sebisa mungkin untuk tidak mendekat dengan alasan tidak ingin mengganggu mereka. Namun, tetap saja Ginatri adalah orang yang selalu memiliki seribu alasan untuk mendapatkan keinginannya. Jadilah mereka terjebak di meja yang sama. Hal yang paling Bian benci.
"Sial!" Makinya dalam hati.
Selamat sore buat semua. Semoga sehat selalu. Jangan lupa buat jaga kesehatan. Maapkan aku yang belum maksimal buat bales komen dan rada telat karen jaringan yang suka bermasalah. Selamat membaca🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Pelakor
General FictionKebahagiaan yang Gyandra rasakan harus berakhir saat yang dicintainya tunangan dengan kakaknya sendiri. Mampukah Gyandra menjalani kehidupannya kembali? atau terpuruk dalam masalalu?