20. Gelap

1.4K 167 32
                                    

Hidup adalah pilihan. Bahkan diam pun adalah pilihan. Namun, ada hal-hal yang tidak bisa dipilih dalam hidup. Seperti kita tidak bisa memilih dari rahim siapa dan orang tua mana yang akan melahirkan kita. Seperti Gyandra. Dia tidak bisa memilih siapa yang akan jadi orang tuanya. Dari perempuan mana dia akan lahir. Yang Gyandra tahu, setiap anak yang baru lahir begitu putih, suci, terlepas dari kesalahan orangtuanya.

Meskipun dari orang hina sekalipun, tidak ada anak yang menanggung kesalahan orangtuanya. Tidak ada anak yang akan menanggung dosa orang tuanya. Namun, kenapa semua orang melimpahkan kesalahan yang bahkan tidak pernah Gyandra lakukan? Jika saja dia tahu akan seperti ini, maka lebih baik dia tidak pernah dilahirkan.

"Kamu memang anak yang gak tahu malu! Sudah tahu dia tunangan kakakmu, kamu masih sempat mencari kesempatan. Memalukan!" serunya saat melihat Gyandra kembali pulang bersama Bian.

Gyandra menunduk. Bukan tidak berani membalas, tapi karena Bian masih berdiri disampingnya. Dia juga tidak menyangka jika kepulangannya bersama Bian akan berdampak seperti ini. Jika saja dia tahu, mungkin dia akan memaksa untuk pulang bersama Juna. Bian yang melihat kebisuan Gyandra menatap Aida jengkel. "Kami hanya pulang bersama, tidak ada apapun diantara kami, tante," jelasnya pada Aida.

Aida melotot. "Kamu mungkin tidak mencintainya, tapi dia." Aida menunjuk Gyandra. "Dia melihat mu seperti orang yang dimabuk cinta!"

Gyandra menghela napas. Jika sudah begini, urusannya akan panjang. Dia menarik ujung jas Bian. Berharap Bian akan mengerti dan mengalah. Lebih baik membiarkannya berlalu hingga dia bisa istirahat. Jujur saja, tubuhnya benar-benar lelah. Bahkan dia sendiri tidak tahu akan...

"Kenapa kamu diem aja, hah?" Gyandra tersentak saat Aida membentaknya. "Memang bener kata orang. Sekali anak haram tetep anak haram. Mau gimana pun baiknya, pasti...."

"Cukup!"

Muak! Gyandra balik membentak Aida. Semua orang mungkin bisa menghinanya, tapi tidak dengan ibunya. Dia tidak akan memaafkan orang yang telah menghina ibunya. Bukan hanya Aida yang terkejut. Bian pun sama. Dia tidak percaya jika Gyandra akan murka.

"Memang kenapa kalo aku mencintai Bian? Memang kenapa kalo aku anak haram? Kakak baru tunangan 'kan? Yang menikah saja bisa bercerai apalagi tunangan! Bukankah bibi kemari juga karena suami bibi selingkuh? Hanya karena bibi disakiti oleh orang, hanya karena bibi tidak mampu marah pada suami bibi, bukan berarti bibi berhak melampiaskan kemarahan bibi pada mama," sewotnya dengan tatapan tajam.

Telak! Aida tertohok dengan ucapan Gyandra. "Berani sekali kamu mengatakan itu!" Bentaknya dengan menunjuk Gyandra.

"Kenapa aku harus takut?"

"Dasar anak jalang!"

Gyandra terhuyung saat Aida menamparnya kasar. Kejadian itu begitu singkat hingga membuatnya tidak bisa menghindar. Dia memegang pipinya yang panas dan menatap Aida nyalang.

"Apa? Kamu pikir hanya kamu anak mas Rama, aku tidak berani melukai kamu, hah? Kamu sama saja dengan ibumu yang tidak tahu diri! Kalian sama-sama rendah!"

Aida kembali melayangkan tangannya ke udara. Namun, Bian menahannya dan menepis tangan Aida kasar. Dia menarik Gyandra dan menyembunyikannya dibelakang punggung. Dia menatap Aida tajam. "Kalo tante mau marah, lebih baik marah sama om Rama karena beliau yang nyuruh Bian buat pulang bareng sama Gya."

Napas Aida memburu. Dia menatap mereka bergantian. "Tunggu sampe mereka pulang, jangan harap kamu masih bisa menginjakkan kaki di rumah ini!"

Tepat saat Aida mengatakannya, Ginatri datang. Dia turun dari mobil dan melihat mereka bergantian. "Kenapa pada diluar?" tanyanya tidak mengerti.

Anak PelakorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang