Part 27 - Keraguan

3.1K 300 44
                                    


Anggia menatap Kiran jengah. Ia kini tengah berada di kamar Kiran, menemaninya sedari pagi karena sahabatnya yang satu ini tengah menggeluti hobi baru yaitu mengurung diri di kamar dengan alasan dikejar deadline. Sejak kejadian reuni beberapa hari yang lalu, Kiran berubah menjadi sosok yang gila kerja. Bukan benar-benar gila kerja. Hanya saja bagi Anggia, kesibukan Kiran terkesan hanya sebagai pelarian dan Anggia sangat tidak suka dengan kepribadian baru sahabatnya itu.

"Mau sampe kapan lo kayak gini terus ran? Nggak capek lo?"

Kiran melirik sahabatnya sekilas, kemudian memusatkan kembali perhatiannya pada laptop di depannya. Jari-jarinya terus mengetik, kemudian menekan kembali tombol delete dan mengulangi lagi tanpa henti. Anggia bukannya tidak mengamati tingkah Kiran yang satu itu, namun ia ingin melihat sejauh mana Kiran akan melakukan hal menyedihkan itu.
Bukan Kiran banget !

Anggia mendekati meja kerja Kiran, dan tanpa aba-aba ia menutup laptop Kiran yang disambut dengan pekikan keras dari sang empunya laptop.

"Gia!!"

"Apa ha?? Lo mau marah-marah? Marah aja sama gue Ran, gue nggak keberatan. Tapi liat lo yang kayak gini ini yang bikin gue gedek setengah mampus!" tukas Gia tajam. Ia bahkan tak sadar telah menaikkan volume suaranya.

"Gue... nggak mau marah-marah," Kiran tertegun, seumur-umur mereka bersahabat baru kali ini Kiran melihat Anggia se-tidak ramah itu. Salahnya juga kan... mungkin, pikirannya bersuara.

Anggia menghembuskan nafas pelan kemudian menatap Kiran prihatin.

"Mau sampe kapan kayak gini terus? Sejak reunian lo jadi kayak gini kan, ngurung diri, sampe nggak mau ketemu bang Dev juga. Emang bang Dev ngelakuin apa sampe bikin lo ngehindarin dia terus ha??"

Dua hari setelah pertemuan mereka di acara reuni, Dev Rajendra tiba-tiba menghubungi Anggia dan mengajaknya bertemu. Mereka memang saling mengenal, tapi hubungan mereka tidak seakrab itu untuk saling bertemu. Dan kalau Dev menghubunginya maka bisa dipastikan ada hal yang harus dibicarakan terkait sahabatnya, Kiran Kalandra.
Anggia masih mengingat raut cemas Dev ketika mereka bertemu di coffee shop tak jauh dari butik miliknya.

Flashback..

"Saya nggak tau kenapa Kiran tiba-tiba seperti menghindar dari saya. Saya sudah dua hari tidak bertemu dia. Jangankan bertemu, dia bahkan mengabaikan telfon dari saya. Hanya chat saja yang masih dia balas. Kamu tau dia kenapa Gi?"

Anggia menatap lelaki di depannya ini dengan iba kemudian menggeleng pelan.
"Gia juga nggak tau bang. Kiran belum ada cerita sama Gia.."

Dev memainkan jari pada cangkir kopi miliknya sebelum berujar pelan.
"Saya hanya mencoba jujur dengan apa yang saya rasakan. Dan menawarkan komitmen lebih dengan Kiran adalah cara saya untuk bisa menjaganya dengan lebih baik. Apa saya salah Gi kalau saya meminta dia menjadi istri saya?"

Anggia membulatkan matanya, tak sungkan menunjukkan keterkejutannya. Wanita mana sih di dunia ini yang nggak bahagia jika dilamar oleh kekasihnya? Tapi karena pernikahan adalah hal yang sakral, sedikit banyak Anggia mengerti alasan Kiran menggantungkan pertanyaan Dev. Terlebih setelah kejadian reuni tempo hari.

"Aku rasa, Kiran bukannya tidak mau menerima lamaran bang Dev. Tapi bang... mungkin Kiran butuh waktu? Pernikahan bukan hal main-main lho.."

"Saya juga nggak main-main Anggia. Saya tau timing nya tidak tepat, tapi, saya hanya tidak mau kehilangan Kiran. Dia begitu berharga buat saya," ujar Dev berusaha tetap tenang walaupun dari sisi manapun dirinya terlihat berantakan.

Hening meliputi keduanya sebelum suara Gia kembali terdengar.

"Apa yang bisa Gia bantu bang?"

REUNI(TE) - [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang