Part 14 - Jangan Bercanda (Katanya)

5.4K 537 23
                                    


"Mah aku habis ini mau ke penerbit ya." Pamit Kiran masih dengan kunyahan roti isi selai cokelat di mulutnya. Keluarga Kiran kini tengah berkumpul di ruang makan untuk sarapan.

Sebenarnya sebelum menuju kantor penerbitnya, Kiran terlebih dulu mampir ke apartemen Dev untuk mengantarkannya ke Selasar. Tapi tidak mungkin rasanya jika Kiran harus berkata jujur pada keluarganya. Masa iya dia harus bilang,
"Mah, pah, mas Dewa, aku mau nganterin Dev ke Selasar soalnya mobilnya dia ditinggal di sana. Kemarin dia pulang bareng aku.."
Yang ada bisa-bisa diriku yang manis ini disambit piring sama Mas Dewa.

Ngomong-ngomong soal Dev, laki-laki itu sudah sejak pagi menghubunginya, dan kalau Kiran tidak salah tangkap sepertinya Dev memang menyelipkan kode-kode cantik agar Kiran menjemputnya.

Ah, gue kira yang punya bermacam kode itu cuma perempuan. Ternyata laki-laki juga ya.

Dewa yang berada di samping Kiran mengernyit heran. Biasanya jika ke kantor penerbit Kiran akan berangkat sekitar pukul sepuluh pagi, sedangkan ini masih pukul delapan kurang.

"Tumben non ke penerbit sepagi ini? Biasanya juga jam sepuluhan. Ah gue tauuu... bohong kan elo?"

"Dewa bahasanya yang bener.." tegur ayah Kiran usai Dewa berbicara dengan Kiran.

"Hehe, maaf pah.." Dewa mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya, membentuk simbol peace. Ayah dan ibu Kiran memang memberikan larangan bagi anak-anaknya untuk saling menyapa dengan sapaan elo-gue macam kid-kid jaman now. Alhasil Kiran dan Dewa selalu berbicara dengan panggilan aku-kamu di depan orangtuanya, yah walaupun tidak dipungkiri bahwa kadang mereka tetap saling menyapa dengan sapaan elo-gue. Maklum, walaupun sudah mulai masuk golongan tuwir alias tua, jiwa mereka tetap jiwa muda hahaha.

"Tuh kan dimarahin papa deh. Mas Dewa sih lagian nggak percayaan banget sama Kiran.."
Duh Mas Dewa.. maafin adikmu yang cantiknya full nggak setengah-setengah ini ya..

"Ya habisnya tumben aja gitu janjian sama penerbit jam segini. Biasanya juga jam sepuluhan kan.." timpal Dewa masih meragukan perkataan adiknya.

"Ya kan nggak mesti jam segitu mas. Bisa aja jamnya dimajuin, atau dimundurin..." kilah Kiran walaupun sebenarnya dia juga merasa sedikit bersalah karena telah membohongi kakaknya itu. Sedangkan Dewa hanya menghela napas kemudian melanjutkan makannya yang sempat tertunda.

"Oke.. stop ya anak-anak. Ini masih pagi lho. Mama nggak mau ada perang dunia ke-tiga sepagi ini. Udah kalian lanjutin makannya, terus habis itu langsung berangkat. Oke?" Titah sang ibu di seberang tempat duduk Dewa dan Kiran, yang langsung disambut dengan jawaban serempak dari dua kakak beradik itu.

"Iya mah.."

*

Kira-kira pukul delapan lebih seperempat Kiran berangkat dari rumahnya menuju apartemen milik Dev. Begitu selesai memarkirkan mobilnya di basement apartemen, Kiran lantas bergegas menaiki lift menuju lantai 16 - lantai dimana apartemen Dev berada. Tentu tidak sulit bagi Kiran untuk menemukan unit apartemen milik Dev, terlebih kemarin dirinya mengantarkan Dev sampai depan pintunya secara langsung.

Namun begitu keluar dari lift, Kiran justru merasa canggung luar biasa. Degup jantungnya meningkat dan tangannya berkeringat dingin. Perasaan seperti ini... Kiran bahkan tidak tahu bagaimana untuk mendeskripsikannya.

Jantungnya berdebar, perutnya seperti ingin meledak. Tapi anehnya, Kiran justru menikmati sensasi tersebut. Rasa ini berbeda 180 derajat dengan perasaan yang ia rasakan ketika berjumpa dengan Tantra kemarin.

Kiran tidak ingin menerka-nerka, atau menduga yang iya-iya. Meskipun saat ini dirinya tahu dengan pasti bahwa hubungannya dengan Dev Rajendra telah berpindah haluan; dari yang tidak begitu kenal dengan baik, kini bahkan bisa saling melempar candaan, atau bahkan dari yang tidak begitu dekat namun kini bisa saling menggenggam dan menguatkan. Sial.. Kiran bahkan masih bisa merasakan sisa genggaman tangan Dev Rajendra beberapa hari yang lalu ketika mereka terjebak dalam situasi kurang menyenangkan bersama mantan pacar Dev. Genggaman tangan itu... hangat, dan anehnya terasa pas - seolah-olah mereka memang diciptakan untuk saling merekat dalam genggaman.

REUNI(TE) - [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang