024. PULANG

7.1K 799 56
                                    

Jisung terbangun dari tidur lelapnya dengan kondisi berantakan. Tubuh telanjang yang hanya ditutupi selembar selimut tebal, rambut acakan hasil kegiatan semalam, dan pantat yang terasa sakit setiap kali ia gerakkan. Ia mengerang sekilas, membenarkan sedikit posisi tidurnya lalu mulai kerjapkan kedua mata.

Wajah Minho yang tengah tidur lelap adalah pemandangan pertama yang Jisung lihat. Ia bahkan baru menyadari posisi tidurnya saat ini, bersandar pada dada bidang lelaki yang lebih tua dengan tangan lelaki itu melingkari bahunya.

Wajah Jisung langsung berubah merah. Memutar kembali memorinya pada kejadian-kejadian semalam sementara kedua manik bulatnya tanpa henti mengagumi sosok sang suami.

Bagaimana kedua mata Minho yang kini terpejam menatapnya intens penuh nafsu semalam, bagaimana bibir ranum itu menciumnya, bagaimana jemari tangannya menyentuh tiap lekuk tubuh Jisung.

Aduh, Jisung tidak sanggup lagi membayangkannya.

“Pipi gue bisa bolong kalo diliatin gitu terus, sayang,” ujar Minho dengan suara serak yang berhasil kagetkan si lelaki tupai. Ia baru sadar kalau Minho sudah bangun dan kini sedang menatap ke arahnya. Menyadari itu, ia lantas tenggelamkan wajah di dada Minho, menghindari tatapannya karena malu.

Minho terkekeh gemas, memilih untuk tidak lanjutkan sesi menggoda Jisung karena rasa kantuk yang masih mendominasi. Tangan kanannya justru bergerak menuju kepala Jisung, mengusap surainya pelan lalu jatuhi kecupan singkat di kening lelaki itu.

“Sayang.”

Jisung tidak menyahut. Belum terbiasa dengan panggilan baru itu.

“Sayang?” panggil Minho satu kali lagi. Ia ingin lihat wajah Jisung—terutama saat wajah itu sedang memerah karena malu. Menggemaskan.

“Apa sih Kaaak? Bawel ah.”

“Abis gak nyaut.”

“Hm.”

Minho lagi-lagi terkekeh, sedikit memundurkan kepala Jisung untuk intip wajah manis itu. “Ih, Kaaaak!” protes Jisung lalu kembali menenggelamkan wajahnya. Tidak, tidak. Minho tidak boleh lihat wajahnya saat ini. Jisung yakin pipi bulatnya sudah berubah warna seperti kepiting rebus.

“Ututu, sayang. Malu amat sih Ji? Pipi lo semalem lebih merah dari ini tau gak?”

Dengan itu, Jisung jatuhkan pukulan di bahu yang lebih tua sebelum buru-buru bangkit dari posisinya sambil menarik selimut. Membuat Minho yang tidak siap dengan tingkah Jisung pun harus rela kehilangan sosok kecil itu dalam pelukannya. Untung saja, Minho sudah pakai celana sejak semalam.

“MALES AH! KAK MINHO GODAIN TERUUUUS!” omel Jisung lalu lari ngibrit ke kamar mandi dengan rasa nyeri di pantat. Daripada jantungnya meledak karena terus-terusan diperlakukan manis, lebih baik Jisung mandi saja.

Minho hanya bisa tertawa, puas karena berhasil membuat Jisung salah tingkah dengan perkataannya.

.

.

.

Kedua anak adam itu sudah tiba di bandar udara Haneda sejak 30 menit lalu. Kini, mereka tengah duduk di ruang tunggu. Sebentar lagi mereka akan naik pesawat tapi Jisung tampak enggan untuk bangkit dari kursi.

“Ji, belum mau naik pesawat?” tanya Minho sambil melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kanan. Ia sudah berdiri selama lima menit, menunggu Jisung untuk ikut bangkit dari duduk.

“Sakit pantatku, Kak. Mager jadinya.”

Minho menghela napas. Perasaan semalam ia tidak main sekasar itu? Lelaki yang lebih tua pun kembali buka suara, “Mau gendong?”

MINSUNG: MARRIED BY CONTRACTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang